Berawal dari situasi yang memprihatinkan tentang keadaan alam karena polusi udara, pemakaian bahan kimia, penggundulan hutan, juga kebiasaan petani menggunakan pupuk dan pestisida kimia, semua itu merusak kondisi tanah. Unsur hara di dalam tanah menjadi berkurang sehingga memperburuk kesuburan. Menurut penelitian, unsur hara yang terkandung di lahan pertanian di Kabupaten Tulungagung dan sekitarnya hanya 1 %. Sementara tanah dikatakan subur jika unsur hara mencapai 4-5 %. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan hasil panen. Penurunan hasil panen berimbas pada menurunnya kesejahteraan petani.
Situasi tersebut menggerakkan Kelompok Grasia (Gerakan Anak Indonesia) yang di antaranya adalah aktivis Seksi Sosial Paroki St. Maria Tak Bernoda Asal, Tulungagung, membuat program pengembangan padi organik di Kabupaten Tulungagung, khususnya di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol. Tujuan program untuk memperbaiki kondisi tanah pertanian secara bertahap, membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan membantu pemasaran beras organik, dengan harga yang layak.
Kelompok Grasia, semula berupa gerakan swadaya beberapa orang secara spontan, yang dibentuk sebagai respon dan wujud keprihatinan atas masalah sosial ekonomi yang dialami petani. Gerakan ini mendapat dukungan dari Rm. Boedi Prasetijo, pastor paroki dan Rm. Herman Wisanjaya yang menjadi moderator.
Pada tahap awal, gerakan ini fokus pada pengembangan sumber daya manusia agar tumbuh kemandirian serta nilai tawar (bargaining power) yang tinggi, bertumpu pada kelestarian lingkungan dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan petani.
Fokus kegiatan berupa, pengembangan pertanian organik secara berkelanjutan, meliputi penanaman padi dan tanaman hias menuju agro industri berbasis masyarakat. Selain itu ada pembelajaran untuk generasi muda dan masyarakat untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik, melalui profesionalisme dalam bidang pertanian dan tanaman hias. Di dalamnya mencakup gerakan bersama bagi pelestarian lingkungan hidup.
Kerjasama Kelompok Grasia dan Kelompok Tani Harapan Makmur, Desa Wates, Kecamatan Sumber Gempol Tulungagung sebenarnya sudah lama dirintis oleh salah seorang anggota. Ibu Ratna telah menjalin komunikasi dengan komunitas para petani sekitar 10 tahun. Seiring berjalannya waktu, didorong dukungan teman-teman aktivis yang sering bertemu dalam forum informal, muncul isu tentang harga gabah yang rendah, keuntungan petani yang menipis, kerusakan lingkungan hidup dan lain-lain. Situasi yang memprihatinkan itu memunculkan ide dibentuknya Kelompok Grasia.
Subyek sasaran Kelompok Gratia atau mitra kepedulian ini ialah Kelompok Tani Harapan Makmur. Pertimbangannya, para anggota kelompok sudah sangat familiar dengan keberadaan Ibu Ratna dan Ibu Agus. Kelompok Tani memiliki 297 orang anggota. Mereka terbagi dalam anggota inti 30 orang, anggota biasa 119 orang, anggota luar biasa 148 orang. Anggota biasa ialah para petani yang mendapatkan pinjaman. Anggota luar biasa adalah para petani yang disubsidi secara cuma-cuma. Berdasarkan komposisi anggota tersebut, Kelompok Tani Harapan Makmur dikategorikan sebagai kelompok yang sedang berkembang dan membutuhkan dukungan. Keadaan inilah yang menjadi alasan Kelompok Grasia membantu meningkatkan penghasilan.
Pada saat penandatanganan MOU, yang disaksikan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Wakil Bupati Tulungagung, ketika panen raya padi non-organik, 2 Juli 2011, harga penjualan gabah kering Rp. 8.000,-. Sementara harga gabah kering di pasaran saat itu berkisar di harga Rp. 4000,- hingga Rp. 4.500,- per kg.
Kerjasama kemitraan antara kedua kelompok itu didasarkan pada misi meningkatkan SDM petani dengan mengadakan pelatihan dan pendampingan penanaman padi organik, meningkatkan kesejahteraan petani berupa membantu pemasaran beras organik dengan harga layak, mendukung program memperbaiki kesuburan tanah dan menyediakan beras yang sehat untuk dikonsumsi masyarakat.
Lokasi penanaman padi organik berada di Desa Wates, pada lahan seluas 3,5 ha. Petani yang bergabung dalam program penanaman padi organik berjumlah 27 orang. Waktu penanaman dimulai sejak bulan Januari 2012. Jenis benih padi yang ditanam ialah Ciherang atau Pandan Wangi.
Sebelum memulai penanaman padi organik, diadakan peninjauan lahan di Desa Wates, pada 20 Juni 2011. Selain itu diadakan pelatihan pembuatan pestisida alami / non kimia, pemantapan rumah kompos tempat pembuatan pupuk dan pertemuan persiapan penanaman padi organik dengan sistem jajar legowo. Sampai pada proses penanaman padi. Selain itu dirancang pula anggaran biaya, meliputi pembelian beras dari petani, pelatihan, pengemasan dan penelitian dari Sucofindo. Mereka juga memikirkan prediksi keuntungan dengan memperhitungkan harga penjualan beras organik. Dalam rancangan tersebut diperkirakan setiap hektar menghasilkan beras sebanyak 2.200 kg dengan harga jual beras Rp. 35.000,- / 2 kg.
Saat awal musim tanam, terjadi bencana banjir selama 3 hari yang menggenangi area sawah. Keadaan ini membuat petani resah, karena mengakibatkan kerusakan tanaman padi. Ketika banjir surut, sebagai antisipasi pasca banjir, dilakukan penambahan pupuk dan penyemprotan dengan memakai pestisida nabati, untuk mencegah serangan jamur. Ketika hama ulat menyerang, petani pun menggunakan pestisida nabati. Kendala yang datang bertubi-tubi serta repotnya menghadapi serangan hama, membuat beberapa anggota kelompok mundur. Mereka merasa terlalu berat bercocok tanam dengan pemakaian pupuk dan pestisida nabati, sementara hasil padi yang diharapkan belum tentu berhasil. Padahal, mereka telah mengeluarkan biaya dan tidak menginginkan kegagalan.
Pada akhirnya, kerja keras dan kesetiaan petani yang bertahan membuahkan hasil. Bulir-bulir padi mulai menguning. Saat panen raya padi organik 17 Oktober 2011, para petani merasakan sukacita dengan kehadiran Wakil Bupati Tulungagung, Moch. Athiyah, SH dan Kepala Dinas Pertanian Kab. Tulungagung Ir. Tatang Suhartono. Pada kesempatan itu, Wakil Bupati mengatakan, “Kita semua harus bersyukur karena panen raya yang merupakan kerja sama semua pihak, termasuk warga petani maupun Dinas terkait di Tulungagung, telah berhasil dengan baik”. Beliau mengharapkan agar pengalaman ini dapat dijadikan acuan pola tanam ke depan agar dapat menghasilkan lebih baik lagi. Sementara Kepala Desa Wates, Djani menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung warganya, sehingga warga petani dapat panen dengan hasil yang memuaskan. Penanaman dan pengairan yang baik terbukti menghasilkan panen yang berkualitas. Acara tersebut dimeriahkan dengan Pagelaran seni Reog Gendang, Jaranan dan musik electone.
Keberhasilan itu tidak membuat para petani puas diri. Mereka justru terdorong untuk mendapatkan sertifikat organik dari lembaga yang kompeten. Berdasarkan report of analysis dari Sucofindo Surabaya No. 05980 / DBBOAF, tanggal 31 Mei 2012, hasil padi Kelompok Tani Harapan Makmur telah mendapatkan Sertifikat Padi Organik. Meskipun demikian, mereka masih menghadapi kendala berupa pemasaran hasil padi organik. Namun, mereka akan terus mengadakan promosi pemasaran produk pangan sehat dan mencari dukungan, termasuk melalui Komisi PSE. (disarikan dari: Program Pengembangan Padi Organik Kelompok Grasia dan http://diperta-tulungagung.com/index.php/berita-pertanian/55-petani-desa-wates-sumbergempol-panen-raya)
Keberhasilan itu tidak membuat para petani puas diri. Mereka justru terdorong untuk mendapatkan sertifikat organik dari lembaga yang kompeten. Berdasarkan report of analysis dari Sucofindo Surabaya No. 05980 / DBBOAF, tanggal 31 Mei 2012, hasil padi Kelompok Tani Harapan Makmur telah mendapatkan Sertifikat Padi Organik. Meskipun demikian, mereka masih menghadapi kendala berupa pemasaran hasil padi organik. Namun, mereka akan terus mengadakan promosi pemasaran produk pangan sehat dan mencari dukungan, termasuk melalui Komisi PSE. (disarikan dari: Program Pengembangan Padi Organik Kelompok Grasia dan http://diperta-tulungagung.com/index.php/berita-pertanian/55-petani-desa-wates-sumbergempol-panen-raya)