Wilayah Kapasan terdiri dari 2 RW dengan jumlah penduduk 400 kk. Wilayah yang selama ini menjadi dampingan Karina Surabaya adalah wilayah RW 2 dengan 277 kaum lelaki dan 272 kaum perempuan. Sebagian besar warga Kapasan menjadi penggarap lahan milik perkebunan pemerintah. Kerawanan di dusun ini tepatnya di salah satu RW yang berada di kawasan banjir lahar. Selama ini relawan Karina melalui fasilitasi perlengkapan radio komunikasi (rig) yang tersedia di rumah Bp. Barkah selalu mendapat informasi jika hujan atau lahar mengalir dari kawasan atas. Komunikasi antara Laharpang dan Kapasan merupakan langkah peringatan dini yang dikelola oleh masyarakat, sehingga warga dapat bersiap jika bahaya mengancam. OM di Kapasan yang kompak menjadi kekuatan Dusun tersebut. Mereka terlibat sebagai relawan ketika terjadi bencana.
Dalam pendampingan warga pada 2011, di Dusun Kapasan telah terbentuk Kelompok Masyarakat Relawan Kelud Kapasan yang diketuai Bp. Nurcholis (Ketua RW 1) dan wakil Bp. Karyono (Ketua RW 2). Saat itu pula disusun pengurus terdiri dari Seksi Tanggap Darurat, Kesiapsiagaan, Logistik dan Rehabilitasi yang melibatkan warga setempat. Dengan terbentuknya OM, Ibu Sulikah, Kepala Dusun meminta kepada tim fasilitator merancang pemetaan rawan bencana. Sementara warga mengadakan pelatihan tanggap darurat, pertolongan pertama gawat darurat serta sosialisasi menghadapi bencana lahar dingin yang dipasang titik strategis.
Berkaca pada pengalaman bencana aliran lahar tahun 2008, fokus pendampingan PRB di tahun 2012 ialah RW 2. Karena 80 % wilayah tersebut terdampak aliran lahar. Terlebih karena lokasinya berada di kawasan bawah, di mana endapan lumpur dan aneka material yang terbawa lahar menumpuk. Sementara itu lereng Gunung Kelud yang hutannya semakin gundul, menyebabkan dam di kawasan atas semakin dangkal dan patut diwaspadai. Dampak erupsi ringan tahun 2008 lalu membuat kedangkalan dam dari semula kedalaman 15 m, berubah menjadi 2-3 m saja. Kondisi ini berbeda dengan akibat letusan pada tahun 1990, saat itu endapan lumpur dan material sisa lahar masih dapat dikeruk dengan eskavator. Sekarang alat berat tidak diperbolehkan masuk kawasan tersebut. Temuan ini dapat dijadikan pelajaran bagi warga Kapasan, terutama pada musim hujan, karena material yang tersisa pasca letusan 2014 ini masih cukup banyak dan sewaktu-waktu dapat mengalir deras.
Dusun Sumberdono
Dusun Sumberdono memiliki hanya 1 RT dengan penduduk sekitar 90 kk. Mata pencaharian warga setempat 50% sebagai petani dan 30% sebagai pedagang. Masyarakat Sumberdono mengalami langsung dampak banjir lahar. Lokasi dusun berada di dekat sungai lahar dan kawasan rendah di mana banyak rumah penduduk. Lokasi rumah itu, dulu merupakan area persawahan. Situasi semakin buruk karena ada penambangan pasir secara besar-besaran. Penambangan ini mengakibatkan kerusakan sungai maupun pemukiman warga setempat yang terletak di dekat aliran lahar.
Situasi inilah yang menyebabkan warga menganggap penting terbentuknya OM, sehingga pada 25 Juli 2011, pukul 19. 40 WIB dalam pertemuan yang dihadiri 52 orang terbentuk pengurus yang diketuai oleh Bp. Kuncoro. Beliau kebetulan menjabat sebagai Ketua RT. Dalam struktur kepengurusan selain pengurus inti dipilih pula Seksi Siaga terdiri dari Regu Peringatan Dini dan Regu Pemetaan; Seksi Tanggap Darurat dengan Regu Perintis, Penyelamat, Keamanan, Pengungsian dan Logistik. Ada pula Seksi Komunikasi dan Seksi Kesejahteraan.
Memperkuat Ketahanan
Sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan warga, perlu ada upaya kesiapsiagaan dan mitigasi. Langkah ini akan meminimalisir dampak bencana yang merusak dan menganggu, serta memastikan kesiapan warga untuk mengambil langkah pencegahan sebelum ancaman bencana serta menghadapi dampak dari bencana. Warga perlu mendapatkan penguatan dalam hal mengorganisir dan melakukan penyelamatan, pemulihan dan bantuan pasca bencana lain, secara efektif.
Sebagaimana terjadi dalam berbagai bencana, termasuk erupsi Kelud pada Februari 2014 lalu, bencana sebenarnya dapat diprediksi. Tetapi upaya antisipasi pemerintah sangat kurang. Pemerintah masih gagap menangani dan tidak siap mengantisipasi dampak bencana. Kendala birokrasi, tidak melibatkan warga, penanganan dengan prioritas tertentu saja, kerap kali muncul dan menimbulkan sikap apatis warga. Beberapa contoh yang terjadi seperti: pendirian posko bencana di lokasi yang justru tidak aman, ada posko tetapi tidak ada logistik, minimnya tanda peringatan atau jalur evakuasi dan pelaksanaan program masa pemulihan tanpa diskusi bersama warga. Masyarakat telah melakukan tindakan-tindakan biasa sesuai kemampuan mereka. Tetapi sebenarnya pemerintah harus melakukan dengan kemampuan terbaik, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Tindakan yang perlu dilakukan ialah mencegah bagaimana agar korban dapat dihindarkan. Karena itu perlu ada rencana dalam menghadapi ancaman bencana, seperti: kajian teknis risiko bencana, pemetaan daerah rawan, pembuatan sarana peringatan dini, penyiapan dana penanggulangan bencana, serta mempersiapkan sumber daya manusia dan sumber daya lain. Beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan ialah:
Sektor Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat
-Merevitalisasi OM yang sudah ada
-Menginisiasi
terbentuknya OM dan PRBOM di beberapa Dusun yang belum ada
-Merefleksikan
peristiwa erupsi, banjir lahar dan penanggulangan bencana
-Membentuk
jejaring peringatan dini ancaman lahar
-Mengusahakan
perbaikan sarana warga, pipanisasi air bersih
Sektor Pertanian dan Peternakan
-Mengadakan pelatihan mengolah pakan ternak alternatif non rumput / hijauan
-Mengadakan
pelatihan pemanfaatan lahan tumpang sari, selain cabe
Sektor Kewirausahaan
-Mengadakan pelatihan wirausaha / keterampilan alternatif, selain peternakan dan pertanian
Sektor Keuangan
-Mempromosikan lembaga keuangan mikro warga untuk mendukung modal pertanian dan peternakan
-Memberikan
pinjaman atau bantuan modal pertanian dan peternakan
-Membuat
dana cadangan bencana berbasis OM.