12 Juli 2012

Membidik Kewirausahaan dan Credit Union

Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Surabaya, melalui Seksi Sosial Paroki (Seksos), menjadi ujung tombak dalam memberikan bantuan sosial karitatif kepada masyarakat kurang mampu.

Pada 2009, Musyawarah Pastoral Keuskupan Surabaya melahirkan Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Surabaya. Ardas terdiri dari rumusan dan cita-cita bersama tentang Gereja, yang dituangkan dalam program bidang pastoral dan nilai hidup. Sedangkan Komisi PSE, yang menjadi bagian dari Bidang Kerasulan Umum, bertugas mengembangkan program konkret dan nilai hidup.

Program konkret dibagi dalam dua bagian. Pertama, pengembangan kesadaran dan partisipasi umat dalam upaya pemberdayaan kewirausahaan, terutama bagi petani dan kaum muda. Kedua, pemberdayaan lembaga keuangan mikro atau Credit Union (CU) guna meningkatkan mutu kehidupan ekonomi masyarakat.

Komisi PSE telah menetapkan peta jalan (roadmap) periode 2010-2019 untuk program kewirausahaan dan CU. Kewirausahaan meliputi Focus Group Discussion (FGD) kewirausahaan, pelatihan pendamping, pelatihan pelaku, penguatan nilai, pembentukan jejaring, dan pengembangan kerjasama kewirausahaan. Sementara CU meliputi sosialisasi CU, peningkatan kapasitas dan manajemen pengurus, penguatan nilai, pembentukan forum, dan pengembangan CU.

Kewirausahaan

Pada program kewirausahaan, Komisi PSE bersama Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Jawa Timur mengerjakan penelitian dan perumusan standar operating procedure bagi pelaku dan pendamping kewirausahaan. Dari hasil kunjungan ke beberapa paroki yang menerima bantuan modal, disimpulkan bahwa proposal pengajuan pinjaman kepada Komisi PSE bersifat produktif. Penggolongan usaha itu meliputi usaha jasa, yakni usaha jual pulsa, salon, bengkel, dekorasi, warung kopi, kursus, tambal ban, dan lain-lain.

Mereka mengajukan pinjaman ke Komisi PSE, dikoordinir oleh Seksos sebagai dana pinjaman bergulir. Mayoritas peminjam kurang memiliki kapasitas dalam mengelola keuangan. Alhasil, ditemukan kesulitan dalam memasarkan dan kurang mampu berinovasi. Belajar dari pendampingan yang dilakukan oleh Seksos, perlu ada proses wawancara, pertemuan sebelum menerima pinjaman, dan pendampingan. Pendampingan diadakan lewat pertemuan rutin antarpelaku usaha untuk saling sharing.

Menghadapi berbagai kesulitan tersebut, Komisi PSE bertugas menata kembali program kewirausahaan sehingga pinjaman dapat disosialisasikan secara merata. Agar tepat sasaran, ada proses seleksi, dan pinjaman diberikan terutama kepada mereka yang melakukan wirausaha dengan modal kecil dan sungguh membutuhkan. Selain itu, Komisi PSE akan mengadakan pelatihan sehingga para wirausahawan lebih realistis dalam menjalankan usaha.

Credit Union

Keberadaan CU di Keuskupan Surabaya sebenarnya bukan hal baru. Beberapa CU di Surabaya sudah tumbuh, berbadan hukum, memiliki jumlah anggota, dan aset yang bagus. Di antaranya, CU Bintang Timur di Paroki St Yusup Blitar, CU Bina Sejahtera di Paroki St Yosep Ngawi, CU Tri Tunggal di Paroki St Petrus Tuban, CU Gotong Royong di Paroki St Maria Jombang, CU Karya Bersama di Kampung Baru Paroki St Mateus Pare, dan CU Swadaya Sejahtera di Paroki Redempto Mundi Surabaya.

Dari pengalaman yang ada, dukungan pastor, Dewan Pastoral Paroki (DPP) sangat menentukan. CU lahir lewat sekelompok umat yang memiliki kepedulian sosial, lalu mendapatkan dukungan dari paroki berupa pembelajaran, sosialisasi CU, serta komitmen para pionir yang tidak mudah putus asa. Sosialisasi CU dilakukan dengan mengadakan kunjungan ke lingkungan serta ajakan para pastor lewat khotbah saat Ekaristi. Yang menarik, dari CU yang ada, sekitar 70 % anggota justru berasal dari kalangan non-Katolik.


Secara umum, sebagian besar paroki telah memiliki CU atau paling tidak telah memiliki embrio CU. Meskipun ada beberapa paroki yang trauma dengan keberadaan CU karena terjadi penyimpangan pada masa lalu. Hal yang perlu ditingkatkan ialah agar CU dapat menjadi badan hukum dan meningkatkan peran pengurus agar setia dengan komitmen pendirian CU serta menyebarkan CU.

Komisi PSE akan mendukung dengan memberikan pelatihan pengurus dan pengelola CU, dengan memilah antara CU yang sudah berdiri cukup lama dan yang baru. Komisi PSE akan memfasilitasi terbentuknya jejaring antar-CU dengan mengadakan pertemuan rutin berupa Forum CU yang tidak melupakan sisi spiritual dan moral.

Melibatkan dan Memberdayakan

Upaya mewujudkan Ardas Keuskupan Surabaya menekankan pentingnya melibatkan peran umat. Umat perlu mengenal atau mendapatkan informasi dari Seksos tentang prioritas program kewirausahaan dan CU. Dengan demikian, umat dapat berpartisipasi dalam upaya perwujudan Ardas.

Dewan Pastoral Paroki (DPP) bersama pastor paroki berfungsi sebagai penggerak dan pemberdaya peranan khas umat, yakni memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta menjaga keberlanjutan program. Dengan demikian, mereka mengambil inisiatif sebagai pelaku utama pelaksanaan prioritas program. Komisi PSE berperan menjalin komunikasi dan koordinasi dalam rupa fasilitasi kepada struktur pastoral di paroki.

Inisiatif karya sosial seperti ini hendaknya berasal dari gerakan bawah, bukan turunan dari atas. Karya sosial pemberdayaan memerlukan organisasi yang baik, di mana ada penggerak atau pendamping serta dukungan perangkat pastoral di paroki. Mereka inilah yang diharapkan bersinergi dalam menyikapi masalah sosial, turun ke bawah dan melibatkan mereka yang menjadi subjek karya sosial, tidak sekadar menerima bantuan saja.

Sejatinya, karya sosial karitatif perlu diiringi karya sosial yang memberdayakan. Komisi PSE, DPP, dan Seksos Paroki perlu melibatkan sebanyak mungkin umat untuk membantu. Termasuk melibatkan jejaring para pengusaha, perguruan tinggi Katolik, dan CU. Saat ini, tengah dikembangkan sembilan langkah pengelolaan program dalam karya pastoral di Keuskupan Surabaya. Setiap program kegiatan perlu dilakukan analisa, memperhatikan kebutuhan, permasalahan atau isu strategis yang dihadapi, dan menemukan akar masalah. Dengan demikian, karya-karya sosial tidak hanya meneruskan tradisi, namun menjawab persoalan dan kebutuhan. (Hidup, No. 22, 27 Mei 2012)