04 Agustus 2011

Dari Hama Wereng, Ke Lumbung Gabah


Sejak Maret 2011, curah hujan yang sedemikian tinggi dan perubahan iklim yang sangat ekstrem dirasakan membawa dampak yang cukup signifikan dan berpengaruh buruk dalam dunia pertanian. Dampak buruk yang dirasakan oleh para petani adalah gagal panen. Selain itu, perubahan iklim tersebut juga memicu munculnya sekian jenis hama species baru, termasuk hama wereng. Hama wereng ini sangat sulit dibasmi dan sekarang menjadi monster-monster kecil yang menyerang tanaman padi. Meskipun sudah diusahakan berbagai macam cara untuk memberantasnya, namun justru membawa dampak sebaliknya. Hama wereng kebal dan justru semakin merajalela, sehingga menyebabkan tanaman padi ludes dimakan dan akhirnya dalam hitungan hari tanaman padi itu mati. Tanaman padi yang diserang hama wereng itu seketika menjadi berwarna merah seperti terbakar. Inilah, situasi yang disebut sebagai gagal panen.

Yang mengerikan lagi, ternyata hama wereng meninggalkan telor yang jumlahnya tak terhitung pada tanah garapan petani. Ketika para petani mencoba menanam padi lagi dengan harapan akan panen, ternyata sebaliknya tanaman padi tidak bisa tumbuh sempurna dan bahkan mati. Memang, mula-mula tidak ada tanda-tanda munculnya serangan hama wereng tersebut. Namun, setelah tanaman padi berumur 3-4 minggu, telor wereng yang tersimpan dalam tanah itu menjadi hama wereng yang dalam sekejap menyerang, hingga tanaman padi menjadi merah seperti terbakar dan dalam hitungan hari tanaman padi itu tidak bisa bertumbuh dan akhirnya mati. Inilah yang membuat para petani berhenti menanam padi dan seolah-olah masih trauma dengan serangan hama wereng tersebut.

Situasi sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Petani sudah tidak bisa panen selama tiga kali musim tanam. Dengan demikian, tidak ada lagi persediaan gabah. Apalagi petani sudah terlanjur menjual gabahnya dan tidak menyisihkan gabah untuk disimpan. Situasi itulah yang kemudian disebut sebagai krisis ketahanan gabah. Artinya, petani tidak lagi memiliki persediaan pangan, sementara pada saat yang sama mereka gagal panen karena hawa wereng yang menyerang tanaman padi mereka.

Banyak petani tetap berusaha menanam meski mengetahui situasi yang tidak memungkinkan tersebut. Namun hasilnya tetap sama, petani gagal panen. Situasi semacam itu diperparah dengan harga gabah yang melonjak naik. Sekarang ini, harga beras di pasar mencapai lebih dari Rp 6.500, sementara di desa harga beras mencapai Rp 7.500.

Krisis ketahanan pangan itu juga melanda umat yang tinggal di Kuasi Paroki St. Hilarius Klepu, yang mayoritas umatnya adalah petani. Secara nyata, keprihatinan menyangkut keadaan krisis ketahanan pangan di desa Klepu ialah: petani tidak dapat menanam padi lagi karena hama wereng, sehingga lumbung persediaan gabah telah habis, beras sulit didapatkan, terbukti dari fakta yang mengatakan bahwa beras yang dijual di pasar telah habis sejak pukul 10.00 WIB dan petani tidak dapat menanam padi paling tidak sampai pertengahan Oktober dan sangat mungkin akan berlangsung sampai pada pertengahan bulan Januari.

Dalam menanggapi situasi yang memprihatinkan itu, langkah strategis yang direncanakan sebagai antisipasi ketahanan pangan oleh Kuasi Paroki St. Hilarius, Klepu adalah membangun lumbung gabah di masing-masing lingkungan. Tujuannya, menyelamatkan masyarakat Klepu dari krisis pangan, memberi pembinaan dan pembelajaran masyarakat Klepu sehingga memiliki orientasi ke masa depan. Dengan pendirian lumbung di masing-masing lingkungan diharapkan para petani sadar akan pentingnya memiliki persediaan gabah sebagai antisipasi krisis pangan, menggerakkan masyarakat Klepu untuk memiliki lumbung di masing-masing keluarga dan membangun jaringan bank gabah.

Pengadaan gabah dan pendirian lumbung di masing-masing lingkungan adalah langkah awal untuk menyediakan gabah bagi masyarakat Desa Klepu yang dilanda krisis pangan. Pengelolaan gabah yang ada dalam lumbung di masing-masing lingkungan dikoordinir oleh Sekolah Pamong Tani, Ora Et Labora. Sementara itu, di masing-masing wilayah telah dibentuk kepengurusan untuk pengelolaan lumbung gabah. Bahkan mereka telah mengadakan rapat koordinasi untuk mempersiapkan lumbung gabah.

Keberadaan bank gabah merupakan bentuk antisipasi ketahanan pangan yang akan terus dipromosikan, agar para petani memiliki kebiasaan untuk menyisihkan sebagian hasil panen sehingga memiliki ketahanan pangan, sekaligus mengantisipasi adanya krisis pangan. Keseluruhan proses tersebut berada di bawah koordinasi Sekolah Pamong Tani. Mereka bertanggungjawab mengontrol keseluruhan proses pengelolaan lumbung gabah, memeriksa catatan peminjaman gabah di masing-masing lingkungan dan bekerjasama dengan anggota lingkungan yang dipilih, terlibat dalam pengelolaan lumbung gabah.