24 Juli 2013

Pertemuan Penggerak Eko Pastoral

 
Bertempat di aula Paroki St. Paulus, Nganjuk, 24 Juli 2013, beberapa aktivis Eko Pastoral di wilayah Keuskupan Surabaya saling sharing dan merencanakan kegiatan. Pertemuan itu merupakan pertemuan kedua setelah April lalu diadakan di aula Paroki St. Cornelius, Madiun. Para penggerak Eko Pastoral itu ialah: Rm Agus Wibowo, Pr (moderator Kelompok tani Ora Et Labora, Klepu, Ponorogo), Rm. Siprianus Yitno (moderator Wahana Pertanian Terpadu Mentul Ijo, Cepu), Sdr. Anton Nur (pendamping Kelompok Tani Mulyo, Ngawi), Rm. Herman Wisanjaya dan Ibu Ratna (pendamping Kelompok Tani Sekar Wilis, Tulung Agung) dan Rm Agustinus Made, Bp dan Ibu Bambang serta Ibu Gunawan (Tim Seksos Paroki St. Yusup, Blitar).

Dalam sharing kegiatan dan rencana program masing-masing kelompok, Rm Bowo akan meneruskan membuat pupuk cair organik dari urin sapi. Urin sapi yang dikumpulkan warga sebagai tabungan diolah memakai campuran 9 jenis empon-empon. Pengumpulan urin dan kotoran sapi oleh warga melalui pendekatan personal. Mereka diajak untuk memanfaatkan apa yang selama ini dibuang untuk dijadikan berkat bagi kehidupan. Pada saat awal bahkan terkumpul 3.000 liter urin setoran dari warga. Untuk kemasan, kebetulan beliau menemukan seorang pemulung yang memiliki stok jerigen tinta. Bagi petani, seringkali soal kemasan mempengaruhi. Mereka lebih menyukai kemasan jerigen dengan peganggan, sekalipun ada kemasan lain yang isinya lebih berkualitas, lebih murah atau manjur. Karena itu produksi pupuk cair yang diberi nama Kosarin (kotoran sapi urin) dikemas dalam jerigen. 1 jerigen berisi 5 ltr pupuk cair berharga Rp. 20 ribu.

Rm. Yitno, terus akan mengembangkan Wahana Pertanian terpadu Mentul Ijo sebagai wahana konservasi dan edukasi. Selama ini,  kegiatan yang berjalan seperti peternakan, pengadaan pupuk organik, pemuliaan tanah dengan tanaman enceng gondok serta pembibitan pohon jati terus berjalan. Secara rutin setiap tahun, para frater dari Seminari Tinggi Providentia Dei, Surabaya dan SMUK Hendrikus, Surabaya mengadakan kegiatan pembelajaran eko pastoral di lokasi tersebut. Untuk melengkapi sarana pendukung akan ditambah lagi 1 petak kandang ternak serta hewan ternak. Demi menjaga keberlangsungan kegiatan di Mentul Ijo, akan diadakan MOU antara Komisi PSE dengan pengelola.

Sdr. Anton Nur, saat ini sedang mengusahakan pembuatan biogas berbasis warga. Mereka akan mematangkan koordinasi dengan Seksos. Berkenaan dengan penjualan beras organik, ada 2 paroki yang konsisten mendukung penjualan beras organik sebagai, yaitu Paroki Hati Kudus Yesus dan Paroki St. Maria Tak Bercela, Ngagel, Surabaya. Meskipun demikian para petani mengharap agar pembelian dibayar di depan, karena mereka memerlukan modal untuk menanam lagi.

Rm. Herman dan Ibu Ratna, selain melakukan pelatihan untuk menambah sumberdaya manusia terampil dalam budidaya bunga petik, akan merencanakan membuat rumah kompos. Saat ini telah ada 7 green house, 2 dukungan dari Paroki, 3 milik kelompok dan 2 lainnya dukungan dari Pemkab. Ukuran green house untuk mencapai keuntungan ideal dalam tempo 4 bulan, sebenarnya sebesar 15 x 30 m2. Namun jika ditotal, green house yang ada belum memenuhi ukuran ideal. Harga pembuatan 1 buah green house dengan segala perlengkapannya mencapai Rp. 20 jt.

Selama ini hasil penjualan bunga cukup baik. Fokus penjualan baru ke Surabaya dan Bali dengan harga satu ikat dari petani Rp. 12.000,-. Lalu pemasar bunga atau floris menjual hingga harga Rp. 16.000. Jika paroki atau gereja memakai hasil bunga, akan diberi harga khusus. Pengalaman di paroki St. Maria Tidak Bernoda Asal, Tulungagung kebutuhan bunga setiap minggu mencapai 5-7 ikat. Namun masih banyak paroki, seperti Cepu justru membeli bunga ke Surabaya. Memang penanganan bunga memerlukan strategi yang baik. Misalnya untuk menghindari agar bunga tidak cepat rusak, daun tidak boleh terkena air, batang bunga memiliki ketinggian tertentu sehingga bunga tetap segar hingga 5-6 hari. Karena sebenarnya bunga petik mampu bertahan tetap segar, bahkan dalam waktu 12 jam tanpa air. 

Beberapa kendala dalam budidaya bunga petik antara lain soal sumberdaya manusia yang memerlukan waktu pendampingan dan keberadaan lampu untuk penerangan green house. Selain itu, berhadapan dengan harga pupuk yang naik, ada upaya untuk mengolah kotoran sapi menjadi pupuk. Harga pupuk sebesar 40 kg naik dari Rp. 20 ribu menjadi Rp. 25 ribu, ditambah biaya transport cukup membebani. Pupuk yang diusahakan sendiri akan menghemat biaya produksi. Apalagi di wilayah Dusun Sendang terdapat banyak peternak sapi perah, kotoran sapi belum diolah dan menimbulkan pencemaran. Sebagai pembelajaran, Ibu Ratna akan mengadakan konsultasi dengan Rm Bowo tentang cara mengumpulkan urin dan kotoran sapi.

Rm Bowo menanggapi bahwa lokasi Dusun Sendang sebenarnya potensial, namun lingkungan menjadi tercemar karena urin dan kotoran sapi dibuang ke sungai. Jika ada penyadaran pemanfaatan urin dan kotoran akan memotivasi peternak dan petani. Di Klepu, petani mengumpulkan urin dihargai Rp. Rp. 500,- per ember dan kotoran sapi dihargai Rp. 7.000,- per sak. Petani harus diberdayakan dengan ajakan yang jelas. Sementara pengalaman Sdr. Anton Nur mengatakan bahwa dulu telethong (kotoran sapi) tidak berharga, tetapi sekarang petani menyebutnya sebagai emas hitam.

Rm Made, Ibu Bambang serta Ibu Gunawan, menjelaskan rencana pengolahan limbah plastik. Limbah plastik yang dilolah dapat menghasilkan bahan bakar, seperti solar atau minyak tanah. Mereka telah mengadakan pembelajaran di sebuah lokasi pengolahan limbah di dekat Tempat Pembuangan Sampah Akhir, Wlingi. Pengolahan 1 kg limbah plastik dapat menghasilkan 0,7 liter bahan bakar. Limbah plastik pembungkus gula memiliki nilai oktan lebih tinggi daripada limbah tas kresek. Alat untuk memproduksi memakai drum dan pipa untuk pembakaran plastik. Limbah plastik yang dimanfaatkan berasal dari plastik bekas, seperti bungkus gula atau tas kresek. Hasil yang sudah dirasakan ialah pemanfaatan bahan bakar untuk sepeda motor.

Selain itu, Paroki St. Yusup dan St. Maria Tidak Bernoda Asal, Tulungagung akan mengadakan kegiatan Hari Pangan Sedunia, se Kevikepan Blitar. Peringatan HPS akan melibatkan paroki lain dan kelompok tani, sebagai sarana penggalangan dukungan gerakan eko pastoral. Sasaran yang dipilih terutama kaum anak dan remaja. Harapannya kegiatan cukup mendarat dan tidak sekedar gebyar.

Dalam catatan akhir, Rm A. Luluk Widyawan menegaskan bahwa setiap proposal yang diajukan dan dikabulkan, hendaknya diikuti pembuatan laporan. Komisi PSE akan memantau perkembangan kegiatan pada akhir tahun, dalam kegiatan visitasi. Proposal yang dikabulkan sifatnya hibah dan pengelolaan dana diserahkan pada kebijakan masing-masing Seksos, entah akan digulirkan atau dipinjamkan. Meskipun demikian, pemanfaatan bantuan agar memberdayakan subyek sasaran dan bukan sebaliknya menimbulkan ketergantungan.

Sebagai pendukung gerakan Eko Pastoral, akan diadakan Kampanye Gerakan Eko Pastoral Se Keuskupan Surabaya pada 20 Oktober 2013. Kegiatan akan diadakan di Surabaya. Acara tersebut akan mengulas realita keprihatinan ekologis, tanggapan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok, antara lain pengelolaan urin sapi menjadi pupuk cair organik, pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif, pengalaman pendampingan petani organik, pemberdayaan petani bunga petik serta pengenalan konservasi dan edukasi pertanian terpadu. Para pembicara tidak lain ialah para aktivis Eko Pastoral yang ada di Keuskupan Surabaya dan melibatkan Fakultas Teknologi Pangan Unika Widya Mandala, Surabaya. Subyek sasaran yang dituju terutama Seksos Paroki, Sekolah meliputi guru bidang dan para siswa, pembina Biak dan Rekat, Wanita Katolik dan pengusaha.(RAT/ALW).