23 Juli 2013

Perkembangan Program PRB Bukul


 
Selama bulan April – Juni konsentrasi pelaksanaan Project Pemberdayaan Kesiapsiagaan Warga di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor, Dusun Bukul, Desa Wates, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur ialah Pembuatan talud / dam  dan Penghijauan. Sebenarnya ada pula program Penyaluran Air Bersih. Namun karena menemui kendala, maka dipertimbangkan untuk ditunda.
 
Pada program Pembuatan talud, sempat ada revisi anggaran. Namun dalam koordinasi dengan Posko Madiun dengan warga, ada pemahaman bersama bahwa pelaksanaan tidak melenceng dari rencana semula, meskipun ada revisi. Waktu pelaksanaan mundur dari jadwal, karena kesibukan warga bertani. Menyikapi hal tersebut ada kesepakatan pelaksanaan dijadwal ulang pada bulan April. Warga menyediakan diri terlibat dalam kerja bakti, meskipun pengurus organisasi masyarakat meminta agar Posko Madiun melakukan pendampingan.
 
Pelaksanaan dimulai dengan pengangkutan material bangunan. Sampai akhirnya dam bagian atas atau tahap 1 selesai, pada 30 Mei. Lalu diteruskan dengan pengerjaan dam bagian bawah atau tahap 2, pada 5 Juni. Pada tahap lanjutan ada kesepakatan keterlibatan warga agar lebih baik. Memang ada beberapa masalah, keterlibatan warga, keterbatasan anggaran pasir serta penyelesaian bukti pengeluaran dana. Berdasarkan pendampingan Posko Madiun, sumbernya terletak pada lemahnya pemahaman tentang tugas, fungsi dan tata cara organisasi.
 
Pada program Penghijauan, ada pemahaman bersama bahwa program Penghijauan mempertimbangkan hujan masih turun. Program Penghijauan ditekankan sebagai bagian dari mitigasi dan tidak sekedar membagi bibit dan menanam, tetapi diikuti perlu penyuluhan, pendampingan pemeliharaan sehingga tanaman memawa hasil. Karena itu sejak awal tim telah membahas rencana penanaman di lokasi rawan longsor, penentuan jadwal penghijuan, mencari mitra ialah Seksos, menentukan penyedia bibit serta melakukan koordinasi dengan warga.
 
Setelah semua persiapan matang, warga mendapatkan penjelasan penanaman klengkeng. Penanaman klengkeng dipilih daripada penanaman tanaman keras. Karena ketika dipanen warga tidak perlu menebang pohon. Dengan demikian pohon dapat terus menahan tanah dan memberi nilai tambah. Selain itu ada mitra yang selaras  dengan program penanaman sejuta klengkeng. Yang menarik, ada penerusan informasi dari pengurus organisasi ke warga lain. Warga pun menyiapkan lubang untuk penanaman dengan ukuran yang sudah ditetapkan. Dan menyediakan diri mengikuti pelatihan membuat pupuk kompos dari bahan yang tersedia.  
 
Konteks           
 
Pelaksanaan kegiatan mengalami tantangan. Sebagaimana dialami oleh sebagian wilayah di Indonesia, saat ini masih terjadi hujan. Hujan tidak hanya memberi pengaruh pada keterlibatan warga dan fasilitator dari Posko Madiun, namun juga mengakibatkan beberapa bencana yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan.
 
Rancangan kegiatan nyaris membuat Karina Surabaya dan Posko Madiun pesimis menyusul putusnya jembatan Plapar, Slahung, Ponorogo. Jembatan tersebut merupakan satu-satunya jalan ke Dusun Bukul. Selain berpengaruh pada koordinasi, karena warga memerlukan pendampingan, kejadian itu berdampak pada rancangan anggaran material, karena jalur transportasi pengangkutan material harus memutar.
 
Tantangan lain muncul ketika relawan di Ngawi mengabarkan pada 7 April terjadi banjir akibat luapan Sungai Bengawan Madiun dan Bengawan Solo. Posko Madiun melakukan koordinasi, meskipun konsentrasi sebagain besar tetap di Bukul, sehinggan relawan dan Seksos Paroki St. Yosef dapat merespon sesuai kapasitas mereka.
 
Kejadian bencana di Slahung kembali terjadi, sehingga Posko Madiun tidak bisa tinggal diam. Dengan pembagian tugas yang jelas, Sdr. Gerry didukung Sdr. Sapto melakukan respon banjir Slahung. Banjir mengakibatkan jembatan roboh dan beberapa rumah rusak. Sebagai respon, Posko Madiun dan Karina Surabaya memberikan karung plastik ukuran 50 kg sejumlah 2.500 buah, beras serta mengupayakan bantuan material, agar warga membuat jembatan darurat untuk menghubungkan RW 1 dengan RW 2, Dusun Jaten.
 
Sehubungan dengan kapasitas pelaksana, baik dari Posko Madiun maupun organisasi warga, memang perlu pendampingan. Penyelesaian masalah perlu mendapat perhatian, mengingat hal tersebut seringkali mengganggu pelaksanaan kegiatan. Pendampingan, kehadiran bersama untuk menyelesaikan persoalan dengan komunikasi yang baik, sangat membantu.
 
Perhatian Khusus
 
Ada 2 perhatian khusus dalam rangka Pemberdayaan Kesiapsiagaan Warga di Kawasan Rawan Bencana. Yang pertama, Pengguatan komunitas. Sebagaimana diketahui, komunitas hendaknya memiliki ketangguhan dalam menghadapi bencana. Maka pengguatan komunitas tidak hanya ketika melaksanakan project, tetapi dalam menghadapi aneka masalah. Sehingga persekutuan warga di lokasi rawan bencana terpelihara dengan baik. Komunitas tidak berangkat dari nol, mereka pernah mengalami kesulitan bersama, saat bencana. Mereka pernah terlibat saling menolong. Sejak awal Pokso Madiun bersama Karina Surabaya hadir memainkan peran sebagai fasilitator. Tawawan Karina KWI untuk memberi pendampingan sangat berarti bagi penguatan kapasitas relawan Karina maupun bagi warga.
 
Konsep Pengurangan Resiko Bencana (PRB), menekankan bahwa masyarakat, tepatnya organisasi masyarakat bertindak sebagai pelaku utama. Mereka hendaknya menilai, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program PRB di wilayahnya. Mereka menjalankan dan mengelola, tidak hanya pada siklus proyek, tetapi pada situasi nyata. Pada tahap sebelumnya, warga difasilitasi Posko Madiun telah membuat kajian bencana sehingga mengenali ancaman, kapasitas dan kerentanan, serta muncul penentuan resiko bencana, langkah identifikasi partisipatif, sampai membuat analisa bencana sederhana.
 
Dalam proses keseluruhan, organisasi masyarakat di Bukul bernama Karya Mandiri, diketuai Bp. L. Kamsari, bertindak sebagai penggerak utama. Sementara pemangku kepentingan lain memberi dukungan. Mereka dibekali penguatan kapasitas untuk mengatasi bencana seperti: kemampuan orang, organisasi dan sistem, yang masih memerlukan pendampingan, serta menggunakan ketrampilan dan sumberdaya yang ada untuk menghadapi kondisi darurat atau bencana. Sejak Januari lalu, organisasi masyarakat telah memulai rencana aksi PRB, di mana organisasi masyarakat bergerak untuk mengurangi resiko bencana, meliputi 3 komponen, yaitu: PRB, pengembangan organisasi PRB dan monitoring dan evaluasi.
 
Pelajaran berharga dalam pelaksanaan rencana aksi PRB itu, organisasi masyarakat Karya Mandiri menemukan masalah namun mampu mengatasi dalam proses komunikasi bersama. Posko Madiun menganalisa bahwa warga masih perlu menyadari tugas, fungsi dan tata cara organisasi. Pada beberapa kejadian, telah ada proses perbaikan yang melibatkan semua. Dalam situasi seperti ini organisasi masyarakat Karya Mandiri melakukan learning by doing tentang pentingnya menjaga kebersamaan, yang sangat berguna dalam menciptakan masyarakat yang tangguh.
 
Yang kedua program Penghijauan. Program Penghijauan dirancang bersama warga. Mereka memilih penanaman Klengkeng karena penghijauan menggunakan tanaman keras seperti Jati, Jabon, atau Trembesi, ketika panen justru menghilangkan fungsi pohon untuk menahan tanah, karena pohon ditebang. Penanaman Klengkeng selaras komitmen Seksos Paroki St. Cornelius yang memiliki program penanaman 1.000.000 klengkeng. Hal yang tak kalah penting ialah agar Klengkeng menghasilkan buah. Maka warga perlu mendapatkan penyuluhan tentang pemupukan, praktik membuat pupuk kompos, pemeliharaan tanaman dan membuahkan tanaman. Selain itu, tersedia bibit tanaman, nara sumber yang mengembangkan tanaman Klengkeng, mampu memberikan pelatihan serta pendampingan. Sehingga program Penghijauan yang dilakukan, tidak selesai pada saat menanam, namun berkelanjutan.

Dengan demikian, penanaman Klengkeng tidak sekedar upaya konservasi, tetapi juga tindakan pencegahan bencana tanah longsor. Karena penanaman itu merupakan upaya untuk menghilangkan sebab ancaman. Tindakan penanaman merupakan langkah mitigasi, karena warga mengambil tindakan untuk melindungi atau mengurangi tingkat destruktif dari kekuatan utama yang menyertai ancaman tanah lonsor. Penanaman Klengkeng juga merupakan langkah pengurangan kerentanan, karena warga mengambil tindakan mempersiapkan dan melaksanakan tanggap darurat.
 
Sebagaimana diketahui, konsep PRB perlu diiringi upaya penyediaan mata pencaharian alternatif di kawasan rawan bencana. Penanaman Klengkeng memungkinkan warga mendapatkan hasil dari buah, sehingga ada alternatif pendapatan, meskipun skala kecil. Hasil buah tersebut jika diberdayakan sebagai olahan atau tabungan akan menjadi sumber penghasilan alternatif yang dapat dijadikan dana cadangan bencana. Kiranya 2 hal ini merupakan upaya rintisan yang perlu didukung oleh siapapun yang berkehendak baik. (HAN/MAR/ALW)