12 Desember 2012

Transformasi Visi Ekologis Manusia

 
Sejak penciptaan, manusia dan ciptaan yang lain hidup harmonis dan damai. Manusia dan alam saling bersahabat. Kitab Kejadian 1: 28 melukiskan, bagaimana Allah menugaskan manusia untuk ”berkuasa” atas alam semesta.

Ayat ini ditafsirkan oleh sebagian orang sebagai justifikasi bahwa manusia ditempatkan lebih tinggi dari ciptaan yang lain. Karena itu, alam dan segala isinya bisa dipakai menurut keinginan manusia. Manusia menjadi pusat segalanya (antroposentris).

Dalam konteks ini, ”berkuasa”  berarti bahwa manusia menerima kuasa dari Allah untuk menjaga keharmonisan seluruh ciptaan. Sama seperti Allah yang mengubah chaos menjadi keteraturan. Maka tugas manusia adalah menjaga keteraturan dan keharmonisan itu dengan ”kuasa” yang sudah diberikan oleh Allah.

Benar bahwa manusia mempunyai akal budi, hati, dan kehendak yang membuat ia ”lebih” dari makhluk lain. Namun, bukan berarti manusia bebas mengeksploitasi alam demi kepentingan pribadi atau kelompok secara egois.

Bertobat dan berubah

 
Menurut  Prof. Dr. Diego, OCS, aspek spiritual ekologi dalam usaha menjaga alam semesta terangkum dalam tiga kategori: menjadi Bumi, menjadi Air, dan menjadi Tubuh. Menurutnya, alam telah ditebus oleh Allah melalui PuteraNya. Dengan datang ke bumi, Yesus telah menyucikan dan menebus manusia dari kerusakan dan kehancuran. Bumi memberi keleluasaan bagi manusia untuk bertumbuh dan hidup, serta memberi kenyamanan dalam hidup. Pernyataan cinta Allah melalui Yesus juga menggunakan air dalam pembaptisanNya. Melalui unsur penting bagi dunia ini, manusia mendapat dan mengalami keselamatan. KehadiranNya dalam wujud manusia yang bertubuh, sebenarnya menunjukkan bahwa tubuh juga suci dan indah.

Sementara Teolog Dr. Samuel Ngun Ling mengajak kita untuk berani mengkritisi perkembangan teknologi. Hal ini penting, karena teknologi tidak hanya memberi sumbangan positif bagi dunia dan manusia, tetapi juga membawa dampak negatif yang membahayakan kelangsungan hidup dunia dan isinya. Indikasinya terlihat pada sistem pemerintahan yang lebih mengedepankan kemajuan fisik daripada kelestarian lingkungan.

Berdasarkan uraian itu, kita diajak untuk melakukan transformasi visi secara radikal terhadap ekologi, kosmos, citra Allah, manusia, dan identitas diri. Visi itu berarti, Allah terus bekerja hingga saat ini demi kelangsungan hidup bumi dan isinya melalui banyak cara.
Visi inilah yang kita jadikan pedoman untuk menghargai sesama dan alam. Hanya dengan itu, mandat ”berkuasa” yang diberikan Allah kepada manusia tepat sasaran dan bermakna.
Arti bertobat ekologis
Kita diajak untuk  memperbaiki pandangan kita terhadap Allah dan alam. Karena dengan memiliki cara pandang yang benar tentang Allah, kita juga bisa memandang secara benar manusia dan alam. Menurut saya,  gerakan pertobatan ini tidak cukup dengan khotbah atau renungan, tetapi harus menjadi gerakan nyata, seperti teladan Yesus sendiri.

Bertobat berarti mengubah pandangan dari yang tidak adil, menjadi adil. Dari yang mengobjekkan alam, menjadi menghargai alam. Perbedaan pendapat tidak harus menjadikan kita bermusuhan, tetapi menuntun kepada persamaan visi untuk menjaga kelangsungan hidup kita dan alam semesta. Untuk itu, dialog dan kerjasama yang baik dengan siapapun, serta sikap terbuka terhadap pandangan-pandangan baru perlu ditingkatkan, dari hari ke hari. (Rm. Siprianus Yitno, Moderator PSE Kevikepan Cepu, pada Minggu Adven ke II).