Sejak penciptaan, manusia dan ciptaan yang lain
hidup harmonis dan damai. Manusia dan alam saling bersahabat. Kitab Kejadian 1: 28
melukiskan, bagaimana Allah menugaskan manusia untuk ”berkuasa” atas alam
semesta.
Ayat ini ditafsirkan oleh sebagian orang sebagai justifikasi bahwa manusia ditempatkan lebih tinggi dari ciptaan yang lain. Karena itu, alam dan segala isinya bisa dipakai menurut keinginan manusia. Manusia menjadi pusat segalanya (antroposentris).
Ayat ini ditafsirkan oleh sebagian orang sebagai justifikasi bahwa manusia ditempatkan lebih tinggi dari ciptaan yang lain. Karena itu, alam dan segala isinya bisa dipakai menurut keinginan manusia. Manusia menjadi pusat segalanya (antroposentris).
Dalam konteks ini, ”berkuasa” berarti bahwa manusia menerima kuasa dari Allah untuk menjaga keharmonisan seluruh ciptaan. Sama seperti Allah yang mengubah chaos menjadi keteraturan. Maka tugas manusia adalah menjaga keteraturan dan keharmonisan itu dengan ”kuasa” yang sudah diberikan oleh Allah.
Benar bahwa manusia mempunyai akal budi, hati, dan kehendak yang membuat ia ”lebih” dari makhluk lain. Namun, bukan berarti manusia bebas mengeksploitasi alam demi kepentingan pribadi atau kelompok secara egois.
Bertobat dan berubah
Menurut Prof. Dr. Diego, OCS, aspek
spiritual ekologi dalam usaha menjaga alam semesta terangkum dalam tiga kategori:
menjadi Bumi, menjadi Air, dan menjadi Tubuh. Menurutnya, alam telah
ditebus oleh Allah melalui PuteraNya. Dengan datang ke bumi, Yesus telah
menyucikan dan menebus manusia dari kerusakan dan kehancuran. Bumi memberi
keleluasaan bagi manusia untuk bertumbuh dan hidup, serta memberi kenyamanan
dalam hidup. Pernyataan cinta Allah melalui Yesus juga menggunakan air dalam
pembaptisanNya. Melalui unsur penting bagi dunia ini, manusia mendapat
dan mengalami keselamatan. KehadiranNya dalam
wujud manusia yang bertubuh, sebenarnya menunjukkan bahwa tubuh juga suci dan
indah.
Sementara Teolog Dr. Samuel Ngun Ling mengajak kita untuk berani mengkritisi perkembangan teknologi. Hal ini penting, karena teknologi tidak hanya memberi sumbangan positif bagi dunia dan manusia, tetapi juga membawa dampak negatif yang membahayakan kelangsungan hidup dunia dan isinya. Indikasinya terlihat pada sistem pemerintahan yang lebih mengedepankan kemajuan fisik daripada kelestarian lingkungan.
Berdasarkan uraian itu, kita diajak untuk melakukan transformasi visi secara radikal terhadap ekologi, kosmos, citra Allah, manusia, dan identitas diri. Visi itu berarti, Allah terus bekerja hingga saat ini demi kelangsungan hidup bumi dan isinya melalui banyak cara. Visi inilah yang kita jadikan pedoman untuk menghargai sesama dan alam. Hanya dengan itu, mandat ”berkuasa” yang diberikan Allah kepada manusia tepat sasaran dan bermakna.
Sementara Teolog Dr. Samuel Ngun Ling mengajak kita untuk berani mengkritisi perkembangan teknologi. Hal ini penting, karena teknologi tidak hanya memberi sumbangan positif bagi dunia dan manusia, tetapi juga membawa dampak negatif yang membahayakan kelangsungan hidup dunia dan isinya. Indikasinya terlihat pada sistem pemerintahan yang lebih mengedepankan kemajuan fisik daripada kelestarian lingkungan.
Berdasarkan uraian itu, kita diajak untuk melakukan transformasi visi secara radikal terhadap ekologi, kosmos, citra Allah, manusia, dan identitas diri. Visi itu berarti, Allah terus bekerja hingga saat ini demi kelangsungan hidup bumi dan isinya melalui banyak cara. Visi inilah yang kita jadikan pedoman untuk menghargai sesama dan alam. Hanya dengan itu, mandat ”berkuasa” yang diberikan Allah kepada manusia tepat sasaran dan bermakna.
Arti bertobat ekologis
Kita diajak untuk memperbaiki pandangan kita terhadap Allah dan
alam. Karena dengan memiliki cara pandang yang benar tentang Allah, kita juga
bisa memandang secara benar manusia dan alam. Menurut saya, gerakan pertobatan ini tidak cukup dengan
khotbah atau renungan, tetapi harus menjadi gerakan nyata, seperti teladan
Yesus sendiri.
Bertobat berarti mengubah pandangan dari yang tidak adil, menjadi adil. Dari yang mengobjekkan alam, menjadi menghargai alam. Perbedaan pendapat tidak harus menjadikan kita bermusuhan, tetapi menuntun kepada persamaan visi untuk menjaga kelangsungan hidup kita dan alam semesta. Untuk itu, dialog dan kerjasama yang baik dengan siapapun, serta sikap terbuka terhadap pandangan-pandangan baru perlu ditingkatkan, dari hari ke hari. (Rm. Siprianus Yitno, Moderator PSE Kevikepan Cepu, pada Minggu Adven ke II).
Bertobat berarti mengubah pandangan dari yang tidak adil, menjadi adil. Dari yang mengobjekkan alam, menjadi menghargai alam. Perbedaan pendapat tidak harus menjadikan kita bermusuhan, tetapi menuntun kepada persamaan visi untuk menjaga kelangsungan hidup kita dan alam semesta. Untuk itu, dialog dan kerjasama yang baik dengan siapapun, serta sikap terbuka terhadap pandangan-pandangan baru perlu ditingkatkan, dari hari ke hari. (Rm. Siprianus Yitno, Moderator PSE Kevikepan Cepu, pada Minggu Adven ke II).