18 November 2011

Peningkatan Kapasitas Tanggap Darurat (2)



Pada sesi, Alur Kerja Tanggap Darurat, Sdr. Joseph Hanny Hendra memaparkan bahwa siklus proyek merupakan tahapan kegiatan yang tersusun secara logis untuk mencapai sebuah tujuan. Hal ini sangat penting karena, siklus proyek merupakan kerangka kerja utama untuk merancang dan mengelola aksi-aksi kemanusiaan. Selain itu mempermudah dalam memonitor dan mengevaluasi kegiatan kemanusiaan yang dijalankan. Siklus itu terdiri dari bencana – kajian – analisa – perencanaan – implementasi – monitoring dan evaluasi. Hal ini masih mempertimbangkan beberapa hal ialah: situasi bencana berubah dengan cepat, adaptasi perubahan kebutuhan, keleluasaan dalam merancang ulang sebuah intervensi, tidak membuat sekali langsung jadi karena apa yang tidak bisa dipenuhi sekarang, bisa dipenuhi nanti, berdasarkan hasil analisa. Pada kesempatan itu ada sharing dari Yudo, seorang anggota Tagana yang menceritakan pengalaman dalam menangani bencana sejak mapping, implementasi pembagian makan dan evakuasi.

Berikutnya sesi Pengertian Bencana, Sdr. Ipung fasilitator dari unsur LSM menguraikan apa itu bencana ? Apa penyebabnya ? Apa semua kejadian disebut bencana ? Apa syarat sebuah kejadian disebut bencana ? Bencana, tak lain merupakan suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan, menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, lingkungan dan kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan sumberdayanya. Saat bencana, ada suatu gangguan serius terhadap keberfungsian masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang luas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan manusia tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

Sdr. Ipung menguraikan arti resiko, ialah suatu kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan mata pencaharian dan ekonomi atau kerugian dalam hal kematian, luka-luka dari timbulnya akibat bencana. Arti ancaman ialah kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan, harta benda, gangguan social ekonomi atau kerusakan lingkungan. Arti kerentanan, ialah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor faktor atau proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu masyarakat terhadap dampak ancaman bencana. Juga arti kapasitas, yang merupakan gabungan antara semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia dalam suatu masyarakat atau organisasi yang dapat mengurangi tingkat resiko atau akibat dari bencana. Kekuatan yang dimiliki tiap individu atau kelompok yang dapat ditingkatkan, dimoblisasi dan digunakan, untuk memberikan kemudahan kepada tiap-tiap indiviudu dan masyarakat. Kegiatan kemanusiaan, tak lain mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas masyarakat

Sementara itu mitigasi ialah usaha struktural dan non struktural yang diambil untuk membatasi dampak ancaman bencana. Misalnya dengan mendirikan pos pengamatan. Atau jika terjadi bencana (tanggap darurat, evakuasi) dan sesudah bencana (rehabilitasi, rekonstruksi). Semntara kegiatan sebelum bencana sebagai mitigasi ialah: peringatan dini, sosialisasi, pelatihan, komunikasi, pemantauan dan pemetaan. Secara sederhana, pada kasus gunung meletus dapat dikategorikan, situasi awas ialah ada gejala menuju letusan utama. Status siaga ialah prakiraan bahwa aktivitas akan berlanjut ke letusan dan waspada ialah terjadi peningkatan kegiatan vulkanis dan tidak ada gejala peringatan.

Selanjutnya peserta menuliskan apa saja kejadian bencana di daerah masing-masing, upaya yang dilakukan oleh masyarakat (korban) dan organisasi yang ada dan pemerintah. Wilayah Blitar menguraikan situasi Gunung Kelud meletus, hujan pasir, lahar dingin, banjir di Lodoyo akibat banyak penebangan hutan. Wilayah Kediri menyebutkan bencana banjir dan longsor di Kandangan, serta lahar dingin Gunung Kelud di Kepung. Sementara di wilayah Tulung Agung dan Trenggalek yang lokasinya pegunungan, memiliki kerawanan banjir, tanah longsor, tsunami di Watulimo, dengan korban material sangat banyak serta puting beliung. Sepanjang tahun 2003 hingga tahun 2010 secara dominan terjadi bencana tanah longsor dan banjir.

Pada sesi Kajian, Analisa, Perencanaan, Sdr. Heri Risdianto menyebutkan pentingnya kajian. Kajian merupakan informasi awal dari sumber langsung yang membantu keputusan lembaga dalam merespon, menentukan penentuan langkah lanjut dan referensi kegiatan di masa depan. Selain itu ada kajian dampak yang menganalisa siapa yang terpapar oleh bencana, korban jiwa, kerusakan. Serta kajian kebutuhan untuk mengenali kebutuhan mendesak, seleksi kriteria penerima manfaat, kelompok rentan, partisipasi warga dan struktur lokal yang bisa membantu.Dalam hal ini diperlukan kajian dampak dan kebutuhan serta chek list point, apa saja yang perlu dikaji. Dengan demikian, analisa merupakan penyelidikan terhadap kejadian, peristiwa untuk mengetahui dan memastikan keadaan yang sebenarnya. Sasarannya adalah adanya data yang akurat.

Sesi terakhir, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi, Bp. Atong dari BPBD Pemkot Madiun, menguraikan kebutuhan logistik sebagai kebutuhan yang nyata pada manusia, baik dalam situasi encana maupun tidak. Bentuknya berupa panganyang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat gizi dan non pangan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Dalam pelaksanaan harus ada alur rantai pasokan dari agen logistik, ada agen pengangkutan dan penanggunjawab komoditas. Hal yang tak kalah penting ialah sistem pendistribusian, di mana pendataan mengikutsertakan orang yang terkena dampak bencana, pemilahan penerimaan bantuan, pemberian harus sesuai dengan penerima bantuan secara langsung kepada penerima bantuan dan memberikan laporan pada pendonor / pemerintah

Demikianlah, gambaran umum kegiatan Peningkatan Kapasitas Tanggap Darurat Bencana. Seluruh peserta mendapat materi alur kerja tanggap darurat sesuai Standard Sphere yang digunakan oleh hampir seluruh lembaga kemanusiaan. Peserta mendapat gambaran karya tanggap darurat, berupa teknik kerja kelompok, mengenal kode etik pekerja kemanusiaan dan penjelasan alur kerja tanggap darurat atau siklus proyek. Materi ini didukung dengan pengenalan definisi bencana sebagai ancaman, kajian dan analisa. Lalu pembelajaran alur kerja tanggap darurat, tentang perencanaan, implementasi dan monitoring-evaluasi. Sebagai penutup pelatihan peserta diajak untuk menyusun rencana tindak lanjut dalam kelompok masing-masing.

Di akhir kegiatan pelatihan, bersamaan dengan berkumpulnya relawan peduli bencana, diumumkan pula terbentuknya Karina Kevikepan Blitar. Sebagai pelindung Rm. Agustinus Made, Pr, yang juga menjadi Koordinator Bidang Kerasulan Umum Kevikepan Blitar. Sdr. Yohanes Bagus sebagai ketua, disusul Sdr. Victorianus Krishna dan Sdr. Eko, koordinator wilayah Blitar dan Sdr. Tri Ananda Henry Saputra, koordinator wilayah Wlingi dan Sdr. Eko Yuni Prasetyo, koordinator wilayah Tulung Agung. Sedangkan Sdr. Suroso sebagai sekertaris, Sdr. Paulus Sumardiono dan Sdri. Silvia sebagai bagian keuangan. (disarikan dari: Notulensi Peningkatan Kapasitas Tanggap Darurat Bencana, Slorok, Blitar).