17 Oktober 2010

Mengurangi Resiko Bencana Di Mojoasem



Masih ingat Mojoasem ? Desa di tepi aliran sungai Bengawan Solo tahun 2007 dan 2008 lalu memang menjadi langganan banjir. Mojoasem berada di sebelah Utara Kota Lamongan, tepatnya di wilayah Kecamatan Laren. Jika di jalan bertanya, di mana letak Desa Mojoasem ? Pasti orang akan menjawab sambil menyebutkan Mojoasem sebagai daerah banjir. Memang secara geografis Mojoasem yang berada di sisi Barat tanggul Sungai Bengawan Solo menjadi daerah yang dikorbankan jika terjadi banjir. Maksudnya, sisi Timur tanggul yang merupakan area persawahan lebih dipertahankan. Akan tetapi desa di atas tanggul itu dihuni oleh banyak orang. Warga turun temurun telah menggarap ladang dan sawah, mendapatkan penghidupan dengan beternak ikan di tambak. Banjir menjadi pengalaman buruk yang merusakkan rumah, merobohkan tanggul, menghanyutkan tanaman di sawah dan ladang serta ikan di tambak yang ujungnya menganggu perekonomian warga.

Karina Surabaya bersama berbagai implementing partner saat itu membuka posko yang mendapat dukungan dari Caritas network, paroki-paroki, kelompok dan sekolah untuk memberikan bantuan tanggap darurat ke berbagai desa antara lain: Desa Mojoasem, Siser and Pesanggrahan. Tak terkecuali Desa sekitar seperti Desa Misuwur, Kroyo, Jabung, Sapan, Gelap dan Dateng.

Setelah banjir berlalu, muncul kesadaran warga untuk berkumpul membentuk komunitas tanggap darurat supaya siap menghadapi banjir tahunan. Warga sadar pula untuk melakukan berbagai kegiatan seperti: memperbaiki tanggul yang jebol, meningkatkan kapasitas dengan pembelajaran pengurangan resiko bencana hingga terbentuknya tim dan kontak person lokal. Selain itu muncul kesadaran untuk memperkuat pertanian dan peternakan kambing sebagai strategi pemberdayaan, sehingga komunitas semakin solid dan tahan bencana.

Berkenaan dengan perbaikan tanggul, warga telah melakukan survei tanggul yang rusak yaitu dengan volume pengerjaan 288,75 m3, sepanjang 15 meter. Warga pun merencanakan peninggian tanggul dan pelengsengan tanggul sepanjang 400 meter. Untuk itu, warga mengerahkan tenaga kerja secara gotong royong, mengakses Anggaran Dana Desa dan mengupayakan material.

Berkenaan dengan strategi pemberdayaan demi terwujudnya komunitas tahan bencana, usaha yang direalisasikan adalah kelompok ternak kambing. Selama ini, peternakan warga masih dilakukan secara konvensional di mana ketergantungan pakan hijau sangat tinggi. Mereka belum sepenuhnya mengenal pakan alternatif yang sebenarnya melimpah di sekitar mereka misalnya, dari padi, limbah jagung, daun-daun dan limbah lainnya. Padahal limbah pertanian itu adalah sumber daya alam yang tersembunyi dan stoknya sangat berlimpah di lingkungan mereka. Selain, pola peternakan warga tidak pernah dimanajemen baik. Warga beranggapan ternak bukan usaha yang harus dikembangkan secara maksimal dan bisa menjadikan mereka sebagai pelaku wirausaha.

Ipung yang menjadi pendamping warga, telah memfasilitasi terbentuknya organisasi komite desa pengurangan resiko bencana. Komite ini memiliki 40 orang yang berprofesi sebagai petani dan melakukan pertemuan rutin dalam setiap bulan pada tanggal 10. Sebagian besar anggotanya telah melakukan usaha peternakan domba secara konvensional. Anggota kelompok memiliki kemauan yang tinggi dalam memulai berwirausaha yang ditunjukan dalam pengelolaan sawah organik secara kelompok sebagai pilot proyek. Selain itu, di sekitar rumah anggota masih banyak ruang / lahan kosong yang bisa dimanfaatkan serta berlimpahnya limbah pertanian yang tidak diolah kembali. Kebetulan, ada dukungan 2 pasar hewan yang berjarak 2 km dari Desa Mojoasem yaitu pasar hewan Keduyung (Pasar Pon) dan 5 km pasar hewan Desa Bulu, Kecamatan Sekaran sebagai pasar induk yang memudahkan mengakses pasar. Tak ketinggalan lingkungan memungkinkan karena banyak bahan pakan ternak.

Warga telah memulai dengan pelatihan dan kunjungan ke percontohan di Pare, melakukan pembuatan kandang, mengusahakan kambing secara swadaya atau mengakses bantuan dari penyumbang yang bersimpati, mengelola bersama peternakan, mengadakan pertemuan rutin dan mengikuti workshop pengeloaan usaha ternak kelompok. Kambing pun mulai dipelihara di lokasi milik salah satu warga yang disepakati. Saat ini, paling tidak, warga yang menjadi anggota telah mendapatkan peningkatan kapasitas tentang wirausaha berbasis peternakan dan pertanian. Harapannya pendapatan 40 anggota ternak terpadu semakin meningkat dan selanjutnya terbentuk usaha pengemukan kambing dalam kandang terpadu. Dengan demikian, ketika banjir melanda dan menenggelamkan sawah, ladang dan tambak, keadaan ekonomi warga tidak serta merta ikut tenggelam.