19 Oktober 2010

Peringatan Hari Pangan Sedunia 2010 Keuskupan Surabaya

Peringatan Hari Pangan Sedunia Tahun 2010 diperingati di Keuskupan Surabaya. Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Surabaya telah menetapkan bahwa tahun ini Kevikepan Kediri mendapat kesempatan menjadi tuan rumah. Seksi Sosial Paroki St. Yosep dan Paroki St. Vincentius, Kediri bersama-sama menjadi panitia. Sebagaimana diketahui, Peringatan HPS setiap tahun telah menjadi agenda tahunan kegiatan Komisi PSE. Setelah berturut-turut diadakan di Paroki St. Wilibrordus, Cepu, Paroki St. Yusup, Blitar dan Paroki St. Cornelius, Madiun, HPS 2010 diadakan di Kompleks Peziarahan Puhsarang, Kediri.

Sesuai tema HPS 2010 KWI, Membangun dan Memelihara Sumber Pangan, peringatan kali ini dihadiri 141 peserta dari Paroki se-Keuskupan Surabaya yang terdiri 3 orang utusan setiap paroki. Mereka terdiri dari 1 orang dari Seksi Sosial Paroki dan 2 orang dari unsur petani dan peminat gerakan HPS. Kegiatannya selain animasi dan motivasi gerakan HPS juga kunjungan atau exposure visit ke Gubug Lazaris tempat pertanian terintegrasi yang dipimpin Rm. Hardo Iswanto, CM. Selain itu, di lokasi parkir gereja tua Puhsarang, diadakan pameran yang menampilkan hasil pertanian, makanan olahan, beras, pupuk, pengenalan proses yang semua serba organik, termasuk informasi pangan sehat. HPS 2010 selalu dipadu dengan Perayaan Ekaristi, yang bertepatan dengan tirakatan Malam Jumat Legi. Perayaan Ekaristi HPS mengungkapkan syukur atas keselamatan Allah yang diberikan Sang Sumber pangan abadi ialah Yesus Kristus, yang mengundang umat untuk turut memuliakan (lebih dari sekedar memelihara) sumber pangan.

Sejak pukul 08.00, peserta dari berbagai Paroki telah mendatangi tempat kegiatan dan penginapan yang terbagi di Wisma Betlehem dan Wisma Hening St.Catharina, Puhsarang. Tepat pukul 10.30, Bp. Antonius Widodo, selaku Ketua Panitia Organizing Committee HPS 2010 mengucapkan selamat datang dan memaparkan seluruh rangkaian kegiatan. Acara disusul sambutan pembukaan Rm. A. Luluk Widyawan, Pr.

Animasi pertama disampaikan oleh Rm. Yohanes Wartaya Winangun, SJ, Direktur Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT), Salatiga. Dalam makalah berjudul Mewujudkan Petani Organik, Pengusaha Mandiri dan Sejahtera, beliau mengatakan jika hendak membangun dan mengembangkan suatu daerah, bangunlah dahulu pertaniannya. Jika persediaan pangan terjamin dan rakyat tidak kekurangan, maka bidang-bidang lainnya bisa dikembangkan. Itulah yang dilakukan oleh Jepang. Beliau menegaskan inti dari pertanian organik adalah pertanian yang bekerja sama atau bersahabat dengan alam. Alam telah menghidupi segala makhluk hidup selama berjuta-juta tahun. Alam harus menjadi pusat, manusia mengelola alam dan tidak sebaliknya. Prinsip pertanian organik harus melestarikan kesehatan manusia, tanah, tanaman, hewan dan bumi, sebagai satu kesatuan tak terpisahkan.

Animasi kedua dipaparkan Bp. Neksa Hadiyanto Santoso, seorang pengusaha Pupuk Kascing yang berasal dari Kudus. Menurutnya, kascing (bekas cacing) adalah kotoran cacing. Kotoran tersebut berupa segala bahan alami yang busuk yang masuk dalam perut cacing, kemudian dicerna dan dikeluarkan lagi dalam bentuk butiran-butiran halus, berwarna kehitam-hitaman namun beraroma tak busuk, seperti tanah. Kotoran cacing telah bercampur lendir dan air liur cacing merupakan pupuk organik yang amat berkhasiat bagi segala macam tanaman. Sifat cacing memberi oksigen dan air dalam tanah. Cacing menetralkan kotoran dalam tanah dan bisa membunuh kuman thypus. Bahkan cacing bisa dipakai sebagai bahan untuk menghaluskan kulit. Kemampuan produksi pupuk yang dibuat cacing adalah seberat badan badan cacing itu sendiri per hari. Jika memelihara 1 ton cacing, maka pupuk kascing yang dihasilkan per hari juga 1 ton.

Dalam sesi tanya jawab, ada 12 penanya. Pertanyaan diajukan antara lain oleh Bp. Suwandi dari Paroki St. Yusup, Blitar, Bp. Kasmijan dari Paroki St. Wilibrordus, Cepu, Bp. Subekti dari Paroki St. Yusup, Blitar, Bp. Titus dari Paroki St. Cornelius, Kediri, Bp. Wahyudi dari Paroki St. Petrus dan Paulus, Wlingi, Ibu Toupan dari Paroki Hati Kudus Yesus, Surabaya, Bp. Sunaryo dari Paroki St. Pius X, Blora dan Bp. Subagya dari Stasi Trenggalek. Para peserta tampak bersemangat dan berpartisipasi aktif.

Rm. Wartaya kembali mengajak tidak perlu ragu untuk memulai pola hidup sehat dan organik. Karena alam telah menyediakan apa yang dibutuhkan bagi kehidupan. Yang perlu ialah mengenal dan bersahabat dengan alam. Seperti salah satu contohnya, ketika hendak bertani organik sementara lahan lain masih tercemar kimia melalui aliran air, petani bisa menyaring bahan kimia dengan membuat kolam kecil sebelum air dari luar masuk ke lahan organik. Kolam tersebut diberi tanaman enceng gondok yang mampu menetralkan. Menanggapi keluhan bahwa beras organik harganya mahal, Rm. Wartaya justru mengajak untuk menghargai petani yang telah berjerih payah mengusahakan pangan sehat, dengan harga yang pantas. “Coba bapak dan ibu merasakan sebagai petani dan hasil pertaniannya dihargai mahal. Senang atau tidak ?”, tanya beliau yang disahut peserta dengan seruan, “Senang !”

Pada sesi ketiga, Rm. A. Luluk Widyawan, Pr menjelaskan bahwa gerakan HPS sudah lama menjadi gerakan Gereja dan terus menerus digemakan. Komisi PSE menjalankan peran sebagai animator, motivator dan fasilitator, antara lain melalui Peringatan HPS yang telah berurutan diperingati setiap tahun. Komisi PSE bukan menjadi pesaing bagi kaum tani, namun mendukung dan mendorong mereka untuk terlibat dalam gerakan HPS, terutama melalui komunitas-komunitas basis petani di stasi atau paroki. Beberapa paroki telah berinisiatif menjalankan gerakan ini, seperti paguyuban tani Bumi Berseri (Paroki St. Willibrordus, Cepu), paguyuban tani Stasi St. Maria Ratu Damai, Slahung (Paroki St. Maria, Ponorogo) atau paguyuban tani Sekar Tanjung (Stasi Mojorejo, Paroki St. Yusup, Blitar). Tidak hanya itu, beberapa komunitas seperti Wahana Patria milik para suster Abdi Roh Kudus, Gubug Lazaris milik Konggregasi Misi atau SDK St. Theresia yang mendapat penghargaan dari Walikota Surabaya, merupakan contoh nyata turut ambil bagian dalam gerakan HPS. Harapannya semakin banyak umat tergerak melaksanakan gerakan HPS. Misalnya dengan memanfaatkan lahan tidur milik pribadi atau Gereja dengan sayuran organik, mengkampanyekan, mendistribusikan dan mengkonsumsi beras organik atau memulai bertanam di halaman rumah atau pot, tanpa pupuk kimia.

Gerakan HPS selaras dengan salah satu dari prioritas pastoral Komisi PSE Keuskupan Surabaya yaitu pemberdayaan kewirausahaan bagi kaum petani dan kaum muda dan sesuai dengan amanat diskusi temu karya Komisi PSE, Agustus 2010 lalu yang memberi perhatian pada pemberdayaan pertanian dan pangan. Semua itu merupakan tanggung jawab iman karena gerakan memelihara bumi tetap lestari dan menciptakan sumber pangan sehat bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.

Tepat pukul 13.00, para peserta rehat sejenak untuk makan siang. Acara dilanjutkan perjalanan ke Gubug Lazaris dengan dua bus dan beberapa kendaraan pribadi yang sukarela mengantar peserta. Para peserta sampai di lokasi ditemui, Rm. Hardo Iswanto, CM. Selaku tuan rumah beliau mengucapkan selamat datang dan menceritakan proses berdirinya Gubug Lazaris. Modal utamanya adalah keinginan untuk memulai karya di bidang pertanian secara nyata. Maka ia mempraktekkan bertani, karena para petani tidak butuh banyak wacana, melainkan contoh nyata.

Ia mulai mengusahakan lahan seluas hampir satu hektar yang sebagian besar ditanami padi. Di kompleks lokasi, tepatnya di bagian kiri, dibangun kandang sapi yang dihubungkan dengan rumah pengolahan kompos dari kotoran sapi. Di sebelah kanan ada rumah yang dipakai untuk pembuatan pupuk kascing. Pupuk kascing ini dipakai untuk menyuburkan seluruh tanaman di situ. Di bagian belakang terdapat lahan penanaman padi dengan sistem SRI. Sementara di tengah kompleks, terdapat green house lahan sayur yang dilindungi dengan paranet. “Semua tanaman di sini menggunakan pupuk kompos, tidak menggunakan pupuk kimia” demikian kata Rm. Hardo yang berasal dari Paroki St. Pius X, Blora. Beliau berharap agar semakin banyak peserta yang tergerak melakukan karya nyata.

Acara dilanjutkan dengan paparan Bp. Sitris dari paguyuban tani Bumi Berseri, Cepu yang memberi pelatihan pembuatan pupuk cair. Bahan utama pupuk ini dari limbah tahu, karena kota Kediri adalah kota tahu. Beliau menerangkan bagaimana memanfaatkan limbah sapi untuk biogas. Gas yang dihasilkan oleh limbah satu atau dua ekor sapi setiap hari, cukup untuk kebutuhan memasak rumah tangga. Gas ini aman, hemat dan ramah lingkungan. Para peserta kemudian melanjutkan dengan melihat-lihat area kompleks, tanaman di kebun, sapi di kandang, proses pembuatan kascing, lahan tanaman padi SRI serta membeli sayuran dan beras organik yang memang disediakan pengelola Gubug Lazaris.

Setelah menempuh perjalanan kembali ke Puhsarang, para peserta berhenti di depan area parkir gereja lama. Di gerbang masuk kompleks peziarahan itu, dilangsungkan pembukaan pameran dengan pengguntingan pita oleh Rm. A. Luluk Widyawan, Pr. Sementara Rm. Thomas Suparno, CM, Pastor Paroki St. Vincentius, Kediri menyerahkan secara simbolis 100 bibit pohon buah mangga kepada kepala desa Puhsarang untuk ditanam.

Tepat pukul 24.00 rangkaian acara HPS 2010 diakhiri dengan Perayaan Ekaristi konselebrasi seluruh imam yang hadir dengan selebran utama Rm. AP. Dwijoko, Pr. Dalam kata pembuka Vikjen Keuskupan Surabaya itu mengatakan, “Hujan yang mengiringi Perayaan Ekaristi ini memang tidak begitu nyaman untuk kita, namun itulah tanda kasih Allah kepada manusia dan alam semesta. Hujan ini akan membuat tanaman yang ditanam oleh para petani bisa hidup. Inilah yang patut kita syukuri”.

Dalam suasana hujan, umat yang memenuhi lokasi peziarahan tetap bertahan berlindung dengan payung yang disediakan. Rm. Siprianus Yitno, Pr dalam kotbah mengajak umat yang hadir untuk turut mengusahakan pangan sehat sehingga umat mengalami murah sandang pangan, seger kwarasan, yang artinya mendapatkan pangan yang terjangkau dan sehat. Rm. Wartaya, kembali mengingatkan umat untuk mendukung gerakan HPS dengan yel-yel “Organik Yes, Non Organik No !” Seusai misa, Rm. Dwijoko memberkati 1.000 bibit tanaman, berupa bibit mangga, durian, kelapa, juga bibit pohon mahoni, jabon dan lain-lain yang disediakan panitia untuk dibagikan kepada umat supaya ditanam. Sampai jumpa di HPS tahun depan. (Bp. Untung Subagya, panitia SC HPS 2010 dan tim HPS Keuskupan Surabaya).