04 Agustus 2010

Pelatihan Dasar Penanggulangan Penderita Gawat Darurat


Karina KWI mengadakan Pelatihan Dasar Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD). Pelatihan yang diikuti peserta dari 14 Keuskupan ini total pesertanya 30 orang. Kegiatan dilaksanakan di TC Disaster Oasis Yakkum Emergency Unit, Yogyakarta. Karina Keuskupan Surabaya mengutus Martinus Sapto dari Karina Posko Madiun dan Slamet HW dari Karina Posko Pare, Kediri.

Senin, 26 Juli 2010, kegiatan dimulai jam 07.00 WIB untuk registrasi dan dilanjutkan orientasi serta kontrak belajar. Selanjutnya peserta saling memperkenalkan. Materi pelatihan diberikan oleh dr. Stefanus dari Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Beberapa hal itu meliputi Initial Assessment: pengertian dan komponen initial assessment, survey primer dan survey sekunder dan pengelolaan jalan nafas dan pernafasan yang terdiri dari pengenalan dan cara pemeriksaan gangguan nafas, definitive airway, teknik mengatasi obstruksi jalan nafas oleh benda asing, pengelolaan pernafasan dan teknik bantuan hidup dasar: fisiologi dasar otak, jantung, paru dan cara memberikan bantuan hidup dasar pada orang dewasa dan anak.

Pada hari pertama, peserta mendapat materi berupa teori, bagaimana menangani korban yang baru saja mengalami bencana. Siapakah korban yang harus ditolong lebih dahulu dan juga bagaimana cara pemberian pertolongan, apabila korban mengalami gangguan pernafasan, bahkan apabila denyut nadi dan nafas tidak terasa. Tindakan pertama apa yang harus dilakukan sebelum ditangani oleh paramedis. Penilaian terhadap korban harus cepat, lagipula pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien gawat darurat.

Ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh penolong yaitu: danger: penolong harus mengamankan diri sendiri dulu sebelum mengamankan korban (safety lingkungan, penolong, korban) jangan sampai penolong justru menjadi korban; response: memriksa respon kesadaran korban, dengan memanggil nama dan menepuk bahu, apabila tidak merespon suara; airway (jalan nafas): memeriksa jalan nafas dan nadi; breathing: (pernafasan) dan circulation (jantung dan pembuluh darah). Setelah itu dilanjutkan dengan peragaan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang dilakukan pada pasien dengan henti jantung. Teori dan praktek diberikan sampai peserta benar-benar paham dalam melakukan tindakan awal, sebelum ditangani paramedis.

Hari kedua, materi disampaikan oleh Sdr. Siti Meilani yang berprofesi sebagai perawat. Materi yang diberikan yaitu Shock, Pendarahan dan Prinsip Pembalutan & Pembidaian. Dalam materi ini diajarkan bagaimana mengenal tanda–tanda orang yang sedang kondisi shock. Kita harus tahu antara orang shock dan orang pingsan biasa. Akibat yang ditimbulkan dari shock yaitu terjadi gangguan fungsi organ yang bisa mengakibatkan kematian pada si korban apabila tidak segera ditanggulangi. Juga tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan apabila korban mengalami shock. Sedangkan dalam menangani korban yang mengalami pendarahan, kita juga tidak boleh asal saja dalam membersihkan luka, tetapi harus melalui penanganan yang benar dan tepat. Bagaimana cara menghentikan pendarahan juga harus dipahami supaya darah tidak keluar terus.

Acara diteruskan dengan materi pembalutan dan pembidaian di mana sebelumnya diperkenalkan perlengkapan untuk membalut luka dan membidai serta apa yang harus digunakan apabila dalam keadaan darurat dan tidak ada perlengkapan tersebut. Pemanfaatan alat yang ada di sekitar lokasi hendaknya tetap memperhatikan aspek benar dan tepat. Setelah itu dilanjutkan dengan praktek pembalutan dan pembidaian. Bagaimana membalut ketika ada luka dan juga membidai apabila ada tulang yang patah. Peserta dibagi per kelompok terdiri 5 orang dengan kasus yang berbeda. Setelah selesai diadakan sharing untuk evaluasi dan tanya jawab supaya peserta bisa memahami serta mengerti dimana kekurangannya.

Hari berikutnya, kegiatan dimulai dr. Stefanus yang memberikan materi tentang evakuasi dan transportasi. Dalam materi ini peserta diberi infomasi bagaimana mengevakuasi korban beserta transportasinya. Bagaimana mengangkat korban apabila penolong hanya sendirian, berdua dan berempat. Apa yang harus dilakukan jika korban lebih berat dan lebih tinggi dari penolong yang seorang diri. Bagaimana juga letak posisi korban yang sudah diangkat di tandu untuk dipindahkan.

Setelah itu dilanjutkan dengan praktek evakuasi dari materi RJP, perawatan luka, pembalutan, pembidaian serta stabilisasi dan transportasi. Masing-masing peserta atau kelompok mendapatkan kasus yang berbeda tetapi melaksanakan stabilisasi dan transportasi praktek evakuasi tetap sama. Praktek ini dimaksudkan untuk mengevaluasi dan melihat sejauh mana pemahaman peserta terhadap materi yang sudah diberikan selama 3 hari sehingga pada saat menangani korban sesungguhnya tidak mengalami kesalahan. Dalam praktek dapat diketahui bahwa pemahaman para peserta terhadap materi cukup memuaskan meskipun tetap masih harus belajar banyak dan sering melakukan penanganan terhadap korban yang sesungguhnya, supaya terbiasa dan tidak mengalami kepanikan.

Hari berikutnya, acara dimulai 08.00 WIB dengan materi Teknik Fasilitasi dari Ibu Ratna Susi. Sebelum masuk materi peserta diajak keliling mengenali bangunan-bangunan yang dibuat sesuai dengan apa yang telah dibuat warga di lokasi bencana yang didukung Yayasan Yakkum, misalnya ada rumah Flores, Aceh, Nias, Jawa dan juga ada bunker untuk tempat perlindungan saat ada bencana gunung meletus. Selain itu ada pengenalan alat masing-masing daerah dan melihat film kejadian bencana gempa di Turki. Kemudian dilanjutkan dengan materi teknik fasilitasi di mana peserta diajak bermain per kelompok, ada yang jadi mobil dengan mata ditutup, sopir dan penumpang secara bergantian. Setelah semua mengalami, kemudian diminta untuk presentasi masing-masing kelompok apa yang dirasakan saat menjadi sopir, menjadi mobil dan penumpang juga kesulitannya, serta bagaimana seharusnya semua itu dilakukan.

Kemudian peserta masuk ke dalam kelompok untuk melakukan praktek fasilitasi dengan materi yang sudah ditentukan. Kelompok juga dapat mengevaluasi dan melihat kemampuan teman lain sebagai fasilitator dalam menguasai materi. Setelah selesai kegiatan diserahkan kembali kepada Karina KWI. Pada kesempatan ini dibahas rencana tindak lanjut yang akan dilakukan di masing–masing Karina Keuskupan serta kebutuhan setiap Keuskupan akan pelatihan PPGD ini. Harapannya, apabila para peserta pelatihan dimintai bantuan saat terjadi bencana di suatu daerah, mereka sebagai wakil dari Karina Keuskupan dapat mengirimkan anggota yang sudah mendapatkan Pelatihan Dasar PPGD. Setelah hasil rencana tindak lanjut dikumpulkan untuk diolah, seluruh rangkaian acara ditutup dengan foto bersama. (Martinus Sapto, Karina Posko Madiun)