18 Agustus 2010

Temu Karya Komisi PSE 2010


Pada tanggal 6-8 Agustus 2010 diadakan Temu Karya Seksi Sosial Paroki Se-Keuskupan Surabaya. Pertemuan Seksi Sosial Paroki Se-Keuskupan Surabaya dirancang untuk mengajak peserta agar mengatur langkah dan gerak sesuai dengan Arah Dasar Keuskupan Surabaya dalam bidang pengembangan sosial ekonomi. Selama beberapa tahun, Seksi Sosial Paroki berjuang mencanangkan 3 program yang ditetapkan bersama. Dalam perkembangannya, sudah terbentuk Tim CU, Tim Penanggulangan Bencana (Karina) dan telah terjadi gerakan pemberdayaan para petani. Gerakan ini, kemudian diangkat dalam Musyawarah Pastoral dengan tema kemandirian bagi petani dan kaum muda serta pemberdayaan lembaga keuangan mikro melalui Credit Union. Pertemuan ini menjadi kesempatan untuk memperkuat komitmen dalam upaya meningkatkan pelayanan di bidang sosial ekonomi di Keuskupan Surabaya. Selain itu, Komisi PSE memberikan peluang sharing kepada Seksi Sosial paroki yang sudah mengembangkan program pendampingan kelompok. Harapannya, program pendampingan ini, menjadi inspirasi bagi paroki lain.

Komisi PSE tetap menyalurkan bantuan kepada kelompok umat yang membutuhkan bantuan modal usaha dan bantuan pelayanan kesehatan. Jenis bantuan ini terus disosialisasikan kepada pengurus Seksi Sosial Paroki agar menjawabi kebutuhan umat secara nyata. Seluruh pengajuan umat kepada Komisi PSE harus disertai persetujuan dari Ketua Lingkungan, Ketua Seksi Sosial Paroki dan Romo Kepala Paroki. Untuk bantuan modal usaha, pola yang dipakai adalah bantuan modal bergulir. Dana yang diserahkan kepada umat harus diangsur kepada Ketua Seksi Sosial Paroki setempat. Hasil angsuran tersebut, akan digunakan oleh Seksi Sosial Paroki untuk meningkatkan kualitas pelayanan sosial di Paroki yang bersangkutan.

Temu Karya PSE juga menampilkan pengalaman dari para nara sumber yang mensharingkan berbagai jenis kegiatan berkaitan dengan komitmen yang dibangun bersama. Rm. Siprianus Yitno, Pr yang giat mengembangkan pertanian organik di wilayah Paroki St. Willibrordus, Cepu membagikan pengalamannya. Rm. Yitno memaparkan tiga mimpinya yaitu: petani sejahtera, pertanian lestari dan Gereja membantu petani (terlibat, peduli terhadap nasib petani). Petani sejahtera artinya petani dapat menikmati penanen, bisa membiayai tanam berikutnya, tersedianya pupuk dan bisa menabung di CU. Pertanian lestari dapat terwujud kalau ada kelompok tani yang secara rutin berkumpul dan belajar bersama, mendapatkan pendidikan sejak dini berkaitan dengan pertanian, seperti: dapat menghasilkan makanan yang sehat , dapat membuat pupuk alami serta mendapat dukungan modal dari CU. Mimpi ini sengaja dipaparkan untuk membangun gerakan dalam membantu para petani.

Berikutnya ditampilkan pengalaman CU Cipta Mandiri yang didirikan di Paroki St. Maria Annuntiata, Sidoarjo. Awalnya seksi sosial mengadakan kegiatan karitatif di sekitar gereja. Ternyata banyak warga di sekitar gereja dalam kondisi yang terpuruk secara ekonomis. Kegiatan sosial selama ini berupa pembagian sembako kepada para tukang becak yang mangkal di sekitar gereja. Bantuan ini terasa tidak mampu membantu mereka untuk keluar dari keterpurukan. Lalu dirancang gagasan tentang Credit Union. Secara efektif, CU berdiri pada bulan Mei 2010 dan dibuka setiap hari Senin sampai Jumat jam 09.00-13.00 WIB. Produk yang ditawarkan antara lain berupa, Simpanan Saham, Simpanan Kebutuhan Sehari-hari, Smart Kid dan Simpanan Sukarela Berjangka. Ibu Fenny yang menjadi pengurus CU Cipta Mandiri menghayati gerakan ini sebagai bentuk panggilan untuk melayani sesama. Refleksi tersebut menjadi dorongan yang kuat sehingga bisa bertahan, setia dalam melayani sesama lewat gerakan Credit Union, meskipun menghadapi aneka tantangan.

Sesi selanjutnya menampilkan pemahaman dan pengalaman tentang pemberdayaan kewirausahaan yang dipaparkan oleh Bp. J. Koesworo dan Bp. Lukas Kambali dari Universitas Widya Mandala, Surabaya. Kewirausahaan adalah proses penciptaan suatu yang baru dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada. Jadi dalam kewirausahaan ada kreasi dan inovasi. Dalam kaitan dengan ini, dibeberkan karakter wirausaha. Antara lain, percaya diri: keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas dan optimisme; orientasi pada tugas dan hasil: kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan yang kuat, energik dan inisiatif; berani mengambil resiko: kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan; kepemimpinan: perilaku sebagai pemimpin bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik; orisinil: inovatif, kreatif dan fleksibel dan berorientasi ke depan: memiliki pandangan ke depan dan punya perspektif. Kewirausahaan sampai saat ini menghadapi hambatan dan belum dihargai sebagai layaknya sebuah profesi yang penting dan membanggakan. Di lingkungan keluarga, tidak banyak orangtua yang memperkenalkan, mendorong dan melatih jiwa kewirausahaan kepada anaknya. Informasi tentang kewirausahaan belum merata diketahui masyarakat.

Sesudah itu, Yoseph Hanny Hendra Wardhana dari Madiun dan FA. Yunianto dari Pare mempaparkan informasi berkaitan dengan penanganan bencana. Selama ini Karina melakukan kegiatan tanggap darurat. Selain itu bersama jaringan Karina, mengadakan kegiatan dan peningkatan kapasitas berupa Pengurangan Resiko Bencana, Emergency Response Team, pemahaman mengenai manajemen proyek dan managemen keuangan. Kegiatan ini bertujuan tim Karina semakin solid dan memiliki kapasitas, dapat mendorong masyarakat supaya semakin tanggap dan tahan ketika menghadapi bencana.

Pada bagian akhir, Rm. A. Luluk Widyawan, Pr membuat rangkuman kecil berdasarkan sharing pengalaman sebagai pembelajaran. Yaitu karya sosial hendaknya dimulai dengan masuk ke komunitas kecil atau mengumpulkan beberapa orang (5-10 orang) dalam komunitas yang memiliki keprihatinan yang sama. Lalu mulai rutin berkumpul melihat realitas sosial, menganalisa apa yang menyebabkan situasi tersebut, merefleksikan didasari iman Kristiani dan merumuskan tindakan efektif apa yang dapat dilakukan secara pribadi maupun kelompok. Inisiatif seperti ini hendaknya berasal dari bawah atau gerakan dari bawah, bukan turunan dari atas. Komisi PSE akan menjalankan fungsinya sebagai perangkat pastoral yang fokus pada mengelola kepengurusan, dana dan program agar mendukung proses pemberdayaan aktivis dan perangkat pastoral di Paroki dan Kevikepan, sesuai dengan Arah Dasar Keuskupan. Dalam hal ini Komisi PSE berperan untuk menganimasi, memfasilitasi dan mengkoordinasi inisiatif dari bawah tersebut

Pembelajaran lain adalah perlunya mengenakan paradigma memberdayakan, bukan lagi karitatif, kecuali kepada para korban bencana yang membutuhkan bantuan segera dan cepat. Dari beberapa pengalaman tampak menonjolnya peran penggerak entah itu Romo, Tim Seksi Sosial dan orang-orang yang memiliki keprihatinan, mau turun ke bawah, serius, "gila atau setengah gila". Tidak hanya itu, tampak bahwa mereka memiliki kualitas mau belajar terus-menerus, entah dengan mengikuti latihan, mohon dukungan dari Pastor Paroki atau Dewan Pastoral Paroki, membuat proposal, mencari solusi setiap ada kesulitan, fokus, tidak goyah / tidak menyerah, memiliki mimpi, angan-angan atau misi. Serta tak kalah penting peran spiritualitas, kekuatan iman dan motivasi iman. (Bp. Eddy Loke)