01 Desember 2008

Needs Assesment Caritas Ke Karina Keuskupan Surabaya


Pada tanggal 24-27 November 2008 lalu, Karina Keuskupan Surabaya mendapat kunjungan dari Caritas Family. Mereka terdiri dari Ibu Sophie Toligi (Karina KWI), Alexis Adam (Secours Catholique France) dan Barbara Dettori (Caritas Italy).

Kunjungan tersebut merupakan kunjungan dalam rangka needs assessment ke Karina Keuskupan Surabaya. Mereka hendak mencari informasi tentang kelembagaan Karina Keuskupan Surabaya, terkait dengan struktur organisasi, prosedur keuangan, program dan bentuk pelayanan. Selain itu, mereka melakukan kunjungan lapangan ke berbagai lokasi yang telah mendapat bantuan dari jaringan Caritas Family, baik itu saat terjadi luapan lumpur di Porong maupun lokasi banjir. Kunjungan lapangan selain untuk mengecek sejauh mana bantuan telah disalurkan juga melihat kemungkinan lain yang bisa dilakukan Caritas untuk memberikan bantuan lain di lokasi-lokasi rawan bencana.

Pada hari pertama rombongan Caritas mendapat jamuan makan bersama staf Karina Keuskupan Surabaya. Dalam kesempatan itu, Ketua Karina, Rm. A. Luluk Widyawan, Pr menjelaskan situasi sosio-pastoral di Keuskupan Surabaya dalam bentuk laporan singkat. Berupa situasi sosial, geografis statistik umat Katolik, statistik karya sosial, kelompok-kelompok sosial yang terlibat, jangkauan pelayanan dan kerawanan sosial serta kerawanan bencana di wilayah Keuskupan Surabaya.

Pada hari kedua, rombongan mengunjungi Paroki St. Mateus Pare yang beberapa stasinya menjadi lokasi rawan bencana letusan Gunung Kelud. Tiba sekitar pukul 11.00 siang, rombongan disambut Rm. Sony Apri Untoro, Pr, pastor pembantu, Ketua Dewan Paroki, Bapak Bambang dan Ketua seksos. Dari Karina hadir pula, Rm. P. Kusnugroho, Pr dan Rm. Sabas Kusnugroho, Pr dari unit CMDRR serta puluhan anak muda yang tergabung dalam ERT paroki.

Di aula belakang Gereja, rombongan Caritas melakukan dengar pendapat dengan tuan rumah. Dalam kesempatan tersebut dijelaskan mengenai dampak bila Gunung Kelud meletus, jangkauan bahaya dan kesiapan apa saja yang telah dilakukan. Mereka ternyata telah memiliki 2 posko tanggap darurat yaitu di Stasi Dorok dan Puncu. Pengalaman tahun 2007 lalu, saat Gunung Kelud bergejolak mereka semua telah siap, demikian pula dalam koordinasi dengan PSE/Karina Keuskupan yang sempat membuka Posko dan menghimpun dana tanggap darurat. Perwakilan ERT (Emergency Response Team) setempat menyatakan bahwa beberapa peralatan belum mereka miliki, ialah peralatan seputar SAR darat dalam rupa tali-temali, alat komunikasi dan perlindungan keselamatan relawan. Namun demikian mereka menyatakan kesediaan untuk terlibat jika terjadi situasi gawat darurat meskipun sifatnya sukarelawan. Keberadaan para anak muda ERT tersebut mengembirakan para tamu Caritas yang melihat keterlibatan mereka sebagai kepedulian luar biasa anak muda Gereja kepada sesama.

Setelah jamuan makan siang yang membuat perut kenyang. Acara dilanjutkan ke lokasi Gunung Kelud. Usai menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam. Rombongan diantar anak-anak muda ERT yang bersepeda motor sampai di lokasi Gunung Kelud. Setelah mendapatkan penjelasan seputar Gunung berapi itu, semua bergerak ke lokasi lava dengan melewati terowongan gelap sekitar 100 meter. Gunung Kelud yang sangat indah ketika tidak bergejolak mengundang kekaguman para tamu yang baru pertama kali dating ke lokasi. Di lokasi, lava Gunung Kelud yang sedang dalam proses menjadi kubah, masih aktif dan mengeluarkan asap menjadi pemandangan yang indah. Tentu berbeda dengan saat bergejolak yang sangat berbahaya, rawan gas beracun dan batu besar serta pasir yang rawan beterbangan.

Pada hari ketiga, rombongan Caritas melakukan perjalanan terjadwal ke Lamongan dan Porong. Kedua lokasi yang berjarak hampir sama dari kota Surabaya ditempuh dalam tempo masing-masing 2 jam. Sejak pukul 9 pagi, Karina Keuskupan Surabaya, Rm. A. Luluk Widyawan, Rm. Sabas Kusnugroho, ibu Lily Marheni dan Ibu Maria Goretti Ay-ay bersama para tamu meluncur ke Stasi Lamongan di Jl. Ki Mardimangunsarkoro untuk menjemput Bapak Francis. Pak Francis merupakan kontak person di stasi Lamongan yang menjadi penghubung dengan warga Laren yang mendapat bantuan dari jaringan PSE/Karina saat banjir tahun 2007 lalu. Kali ini Pak Francis menjadi penunjuk jalan dan memberi penjelasan tentang lokasi rawan banjir di Laren, Lamongan.

Laren, berada di sebetalh barat-utara kota Lamongan sekitar 15 km. Tahun lalu, desa di tepi aliran sungai Bengawan Solo itu mengalami banjir parah hingga menenggelamkan rumah. Lamongan merupakan bagian terakhir dari urutan banjir sungai Bengawan Solo, yang dipastikan akan banjir jika kota Solo, Ngawi, Cepu, Bojonegoro lebih dahulu banjir. Sesampai di tepi sungai Bengawan Solo, tepatnya di dekat penambang perahu menuju Laren, rombongan berhenti. Di situ Pak Francis mulai menjelaskan betapa parahnya, banjir hingga sampai menenggelamkan pos jaga di pinggir sungai. Ada 300 kepala keluarga yang tinggal di Laren dan mendapat bantuan. Namun tidak hanya itu, 5 desa lain setelah desa Laren juga mendapat bantuan, masing-masing sekitar 300-500 kepala keluarga. Bantuan dari PSE/Karina yang juga merupakan bantuan Gereja didistribusikan oleh warga dan relawan dari beberapa kelompok dengan menggunakan perahu karet dari Karina KWI.

Ketika ditanya, mengapa warga di Laren tidak mau berpindah tempat mengingat lokasinya hampir setiap tahun rawan banjir, Pak Francis menjelaskan bahwa tanah di situ sangat subur dan lagi di lokasi tersebut yang berupa rawa memungkinkan warga desa beternak aneka macam ikan, selain ikan yang di dapat dari sungai. Namun ketika terjadi banjir, dalam tempo sekejap semuanya bisa musnah, ternak hilang dan tanaman rusak sehingga gagal panen.

Di desa yang semua warganya non Katolik tersebut justru PSE/Karina hadir memberikan pertolongan dan tidak menjadi masalah. Hal itu antara lain karena saat banjir, beberapa anak muda asli desa tersebut telah memiliki jaringan luas dengan Gereja Katolik menjadi penguhubung. Hal ini kelak yang menurut Alexis Adam sangat positif untuk dilaksanakannya CMDRR (Community Management Disaster Risk Reduction). Apalagi mengingat saat itu, Laren mengharapkan bantuan berupa bibit pertanian yang tidak disanggupi oleh Karina Keuskupan Surabaya karena terbatasnya sumber daya manusia. Demikianlah, Laren juga akan menjadi salah satu daerah pelaksanaan pengurangan resiko bencana.

Setelah perbincangan di tepi sungai Bengawan Solo usai, perjalanan dilanjutkan ke Porong. Sepanjang perjalanan, sejak tol Bunder hingga keluar tol Porong rombongan yang terbagi dalam tiga mobil tetap melakukan perbicangan. Saat itu jam makan sudah tiba, namun macet menjebak rombongan di keluar pintu tol Porong. Sementara rasa lapar sudah tak bisa ditolerir, maka diambil jalan pintas menuju Gereja St. Andreas, Porong. Di pastoran Porong telah tersedia, makan siang dan sambutan pengurus Dewan Stasi ialah Bapak FX Jumari, Bapak Andreas dan sebagian perwakilan umat.

Pertemuan yang segera didahului makan siang karena sudah lewat waktu. Sesudahnya diadakan perbincangan dengan warga. Pada umumnya warga sendiri tidak mengetahui dengan pasti bagaimana situasi di masa mendatang. Yang pasti beberapa orang telah menerima ganti rugi, sementara yang lain masih ngotot dengan pola cash and cary yang membuat mereka bertahan di pengungsian Pasar Baru dengan jatah hidup seadanya dari Lapindo. Inc ataupun bantuan simpatisan. Sementara yang lain berusaha dengan kemampuan sendiri mencari lokasi aman.

Bagi warga Katolik, sebagian telah menerima ganti rugi rumah di Perum Kahuripan yang diberikan Lapindo. Inc, ada juga yang masih bertahan dengan kemampuan sendiri namun sebenarnya yang paling membutuhkan bantuan ialah, yang terdampak, yaitu mereka yang rumahnya tidak tenggelam oleh lumpur namun mengalami dampak lumpur yang mengeluarkan aroma tak sedap, rawan semburan liar dan mengalami situasi tak nyaman dalam bisnis dan berusaha. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Elsye Karundeng serta Bu Dar yang rumahnya hanya sekitar 100 meter dari tanggul yang rawan jebol itu. Anehnya, sebagaimana dialami Bu Dar, ada orang yang menyebar isu akan membeli rumah, ada juga akan ada yang mengganti rumah dengan cuma-cuma asalkan ia mau pindah dan berbagai isu yang membuatnya resah saja. Bahkan ia berharap jika memungkinkan Karina membantu memberikan rumah bagi beberapa warga yang terdampak itu.

Pak Jumari juga menyebutkan bantuan yang diberikan selama ini cukup membantu, sebagaimana saat terjadi pengungsian di aula Stasi, saat menerima paket bantuan alat memasak dan perlengkapan rumah tangga lain, maupun bantuan pendidikan anak yang diberikan Karina KWI melalui Posko SanMariAnn. Harapannya Karina lebih memperhatikan mereka yang saat ini terdampak atau yang rumahnya tidak tenggelam. Sementara itu, Rm A. Luluk Widyawan menjelaskan bahwa bantuan kepada warga lain, disalurkan melalui posko NU yang dipimpin Paring Waluya Utama agar tidak menimbulkan aneka isu. Usai pertemuan, rombongan meninjau lokasi lumpur yang membuat beberapa rombongan merasa prihatin dengan kejadian itu. Di lokasi masih terdapat sisa atap rumah, lumpur yang masih menyembur dengan semburan baru, juga semburan gas liar, bau lumpur yang tak sedap, jalanan macet dan problem sosial lainnya.

Malam harinya, tepatnya pukul 20.00 WIB rombongan menghadap Vikjen, Rm. PC. Edi Laksito, Pr. Mereka diterima di ruang dalam Keuskupan. Dalam kesempatan itu Romo Vikjen menanyakan sayang jika bantuan besar yang diberikan Karina hanya sekali pakai, habis dan apakah tidak dimungkinkan membuat bantuan lain yang lebih bisa dirasakan masyarakat dan berdampak memberikan kesaksian Gereja, misalnya penghijauan, program pemberdayaan masyrakat di lokasi rawan bencana dan lainnya yang sifatnya berkelanjutan.

Barbara Dettori menjawab, memang kesannya bantuan begitu besar dan hal itu sangat dimungkinkan saat bencana, karena pemerintah Indonesia membuka kesempatan bantuan masuk dalam jumlah besar jika hanya untuk keperluan kemanusiaan saja. Bantuan itu tidak boleh masuk jika untuk kepentingan lain selain bencana atau seputar bencana saja. Memang kesempatan tahun lalu hanya bantuan emergency yang sifatnya diberikan karena situasi membutuhkan, namun di masa mendatang bisa berupa bantuan penguatan kapasitas, pengurangan resiko bencana, rehabilitasi maupun antisipasi lainnya. Beberapa hal itu sangat dimungkinkan dan telah direncanakan oleh Karina KWI dan Karina Keuskupan Surabaya.

Menyinggung tentang aneka masalah sosial di Keuskupan Surabaya, yang menonjol menurut Romo Vikjen ialah pengangguran, urbanisasi, warga pergi ke kota serta lahan tidur di desa-desa yang tak tergarap. Ketika ditanya apa saja yang dilakukan Keuksupan dalam menjawabi masalah sosial, yang paling menonjol baru pendidikan yang melibatkan kolekte se-Keuskupan untuk mengirim dana dengan itensi pendidikan. Dalam hal ini, PSE/Karina Keuskupan dapat mengambil peran mengumpulkan aktifis dan kelompok sosial di Keuskupan Surabaya menjawabi aneka persoalan sosial tersebut.

Di akhir perjumpaan Caritas dan Karina Keuskupan Surabaya, dalam perbincangan terbatas antara Rm. A. Luluk Widyawan, Pr, Ibu Sophie Toligi dan Alexis Adam di pastoran St. Maria Annuntiata, Sidoarjo disepakati beberapa hal:

1. Karina Keuskupan Surabaya didampingi jaringan Caritas akan melaksanakan Pengurangan Resiko Bencana (CMDRR) di 5 lokasi rawan bencana banjir, 4 lokasi rawan bencana letusan Gunung Kelud dan Porong yang rawan luapan lumpur, serta contingency stock (penyediaan bahan tanggap darurat) dengan memanfaatkan sisa dana proyek banjir.
2. Karina Keuskupan Surabaya akan mengadakan Strategic Planning dalam rangka menentukan arah dan gerak Karina dalam karya sosio-pastoral di Keuskupan Surabaya
3. Karina Keuskupan Surabaya akan mendapatkan pendampingan pengelolaan keuangan
4. Karina Keuskupan Surabaya akan mengikuti berbagai program pemberdayaan masyarakat yang diadakan oleh jaringan Caritas

Demikianlah beberapa resume needs assessment selama 4 hari kunjugan Caritas ke Karina Keuskupan Surabaya. Kiranya kunjungan tersebut menjadi kesempatan untuk saling memahami, belajar dan bekerjasama dengan jaringan Caritas di masa mendatang. Ketika ditanya soal kerjasama dengan Caritas, Ketua Komisi PSE yang ex officio Ketua Karina Keuskupan Surabaya, Rm. A. Luluk Widyawan, Pr mengatakan, “Kami tidak sendirian dan memiliki jaringan yang kuat jika membutuhkan bantuan. Ini juga kesempatan belajar agar dalam karya sosial dilakukan dengan tertata sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi anak-anak muda yang terlibat dalam Karina dibekali dengan ilmu, aneka tools dan pembekalan program kemanusiaan. Terlebih bagaimana agar para relawan terdukung melakukan karya sosial serta korban dimanusiakan dengan bantuan yang ada. Biasanya kami memberi bantuan serba minim dan sak welase, kini bagaimana bantuan memanusiakan penerima bantuan”. Yang pasti semua mengarah agar pelayanan sosial semakin lama semakin baik dan memanusiakan.