31 Oktober 2012

Kegelisahan dan Kebanggaan Memberdayakan CU


 
Salah satu agenda Komisi PSE dalam mengawal prioritas program Ardas ialah Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) / Credit Union (CU), dengan mengadakan pertemuan pengurus CU. Pertemuan CU yang diadakan di Wisma Hening Griya Surabaya pada, 13-14 Oktober 2012 lalu merupakan kesempatan bagi para pengurus CU kelompok 1 untuk membagikan pengalaman keterlibatan dalam CU dengan segala kegelisahan dan kegembiraannya. 

Kegelisahan

Salah seorang pengurus CU berpendapat bahwa belum semua perangkat pastoral di lingkungan Gereja memahami tentang CU. Tidak heran jika ada beberapa di antara umat atau pengurus yang merasa tidak cocok dengan CU. Ia sendiri semula tidak memahami,  tetapi prinsipnya belajar sambil berjalan. Karena itu, CU tidak bisa segera menyebar hingga ke lingkungan atau stasi. Sebaliknya, banyak anggota yang datang justru dari luar. Mereka dari kalangan menengah ke bawah. Mereka memiliki pandangan bahwa kalau koperasi dipegang oleh orang-orang Gereja pasti berjalan. Sementara dari kalangan sendiri mengalami tantangan, hal itu tampak dari anggota yang memperpanjang kredit.
 
Pengalaman demikian terbukti dari kisah CU Pukat Swadaya Sejahtera. Ketika tempat pelayanan dibuka di paroki, anggota Gereja yang menjadi anggota CU, tidak lebih dari 25 orang. Bahkan Seksi Sosial Paroki tidak memahami bahwa prioritas program Komisi PSE dan Seksi Sosial Paroki adalah pemberdayaan CU. Pengalaman lain yang tidak mudah adalah kredit macet, bahkan pernah terjadi hingga seperdelapan dari total aset, lebih parah jika ada pengurus yang meminjam dan macet.
 
Di wilayah tertentu, keberadaan CU memang tidak mulus, karena faktor  kurangnya dukungan perangkat pastoral. Selain karena faktor keberadaan Koperasi Simpan Pinjam atau trauma dengan kegagalan CU di masa lalu. Ada pula sebagaian anggapan yang beredar di kalangan umat bahwa menjadi anggota CU itu sulit, aturannya banyak serta ketidakpercayaan ketika melibatkan orang dari luar.
 
Sampai sekarang pun, masih ada sebagian pemikiran bahwa CU tempat untuk mendapatkan pinjaman. Mereka yang belum mengenal CU selalu menanyakan, berapa uang yang dapat dipinjam, jika menjadi anggota. Meskipun demikian, pengurus CU berusaha sabar melayani, memberikan pencerahan dalam CU serta meyakinkan dengan merinci kebutuhan pinjaman yang dimaksud. Misalnya, seorang penjual bakso yang ingin meminjam diajak diskusi tentang biaya rombong, belanja harian, biaya pembelian peralatan dan lain-lain. Ada pula seorang yang menjual tabung gas eceran. Di awal pengajuan pinjaman hanya mengajukan dana sebesar Rp. 20 juta, setelah memerinci kebutuhan dan prospek usaha yang bagus, justru mendapatkan pinjaman lebih. Tentu semua itu memperhatikan kesungguhan anggota dan melihat kelayakan jenis usaha. 
 
Berhadapan dengan tantangan kredit macet, pernah ada kasus salah satu CU yang kehilangan dana hingga puluhan juta. Akibatnya kondisi CU tidak stabil, karena harus menanggung dana tersebut. Pengurus pun tidak mau ambil pusing. Cara menanggulanginya, sebagaimana dilakukan oleh beberapa CU ialah dengan mengadakan kunjungan, memiliki keberanian menagih dan mengingatkan. Sampai akhirnya mengadakan pembicaraan dengan halus, memakai bahasa Jawa kromo inggil. Ternyata ada penggembalian, meskipun sedikit. Hal itu dilakukan secara berulang kali.
 
Yang paling susah ketika menemui anggota yang meminjam, justru dengan surat pengantar dari romo. Ada satu kejadian, pengembaliannya sulit dan cenderung macet. Sebenarnya ada cara lain untuk meminimalkan kredit macet, dengan memperhitungkan jumlah simpanan anggota. Jika ternyata macet, maka pengurus mengambil simpanan pokok anggota tersebut. Tentu sesudah lunas anggota perlu diberitahu, sehingga jelas.
 
CU Lembaga Karya Dharma merasakan tantangan dalam hal mencari kader agar menjadi pengurus. Karena menjadi pengurus CU yang terutama harus memiliki waktu. Banyak dari anggota yang tidak mau repot menjadi penggurus. Maka perlu inisiatif mengajak beberapa orang yang dianggap mampu untuk didukung. Sampai saat ini, ada seorang pengurus yang mengaku awalnya tidak memiliki basic tentang keuangan. Ia sendiri menekankan bahwa dalam kepengurusan CU, yang penting adalah kebersamaan, ada kesamaan visi dan saling terbuka.
 
Selain tantangan dari luar, ada tantangan dari dalam CU ialah, para pengurus CU yang justru bersikap seperti “bos”. Ini sesuatu yang memprihatinkan, karena pengurus menjadi orang terdepan yang seharusnya memberikan pelayanan. Para pengurus CU sebaiknya sungguh orang yang memiliki hati dan komitmen melayani. Memang pada awalnya, pengurus perlu bekerja keras, seperti setiap hari harus hadir dan tidak mendapatkan gaji atau transport. Namun seiring berkembangannya CU, perlu ada perubahan manajemen agar lebih baik. Dari berbagai pengalaman, mereka yang pensiunan dan tidak memiliki pekerjaan lagi, bisa diandalkan karena bisa selalu hadir, memiliki waktu dan menyapa anggota setiap hari. Pengalaman positif seperti inilah yang perlahan-lahan membuat CU semakin berkembang. Antara lain, masalah perkembangan anggota dapat teratasi karena ada pendekatan dan sosialisasi.
 
Kebanggaan
 
Di balik aneka kegelisahan tersebut, Bp. Ignatius Sunarman mengatakan keterlibatannya di CU merupakan kesempatan pelayanan, bahkan tidak mengenal waktu. Jam berapapun ada tetangga atau umat membutuhkan untuk CU, ia selalu meluangkan waktu. Sebagai pengawas, ia merasakan sebagai pelayan dari anggota juga. Ia menaruh perhatian kepada penjual sayur dan jamu gendong. Jika mereka memiliki pendapatan disarankan untuk dimasukkan Simpanan bunga harian. Mereka yang meminjam pun dapat memenuhi pengembalian dalam waktu 1 bulan saja. Yang menarik, meskipun ada pinjaman kapitalisasi, mereka tidak membawa pulang, tetapi langsung disimpan. Ini berarti mereka menyadari pentingnya menabung. Dari anggota seperti mereka, Bp. Sunarman mengetahui bahwa keuntungan menjadi anggota CU karena ketika meminjam tidak kena bunga atau biaya administrasi.
 
Bp. Santosa dari CU Gotong-royong mengalami bahwa sikap mau turun tangan, perlu dimiliki oleh  mereka yang terlibat dalam CU. Ia sendiri mulai dengan mengikuti perencanaan strategis CU. Bersama semua pengurus, ia selau hadir melakukan pertemuan. Antara lain ketika menyusun target mengupayakan anggota sampai 1.000 orang, pmemerlukan disksui agar reward bagi para pegawai dapat terpenuhi. Ada rasa kebanggaan yang berbeda, meskipun ia pernah beberapa kali terpilih menjadi Dewan Pastoral Paroki, tetapi tidak sebangga menjadi pengurus CU. Ia merasa berarti dan memiliki banyak teman, bahkan tidak hanya dari kalangan Katolik.
 
Hal serupa dialami oleh Mbak Ari dari CU Lembaga Karya Dharma, ia meyakini bahwa dengan meluangkan waktu secara iklas, maka rejeki akan datang. Selain itu, pelayanan di CU memberikan kepuasan dan kebanggaan tersendiri. Bp. Gregorius Dwi dari CU Dwi Jasa, selama bergabung dengan CU memiliki prinsip, bila kita mencintai pekerjaan dengan ketekunan maka akan ada hasil. Ibu Tugiyono dari CU Pukat Swadaya Sejahtera merasa bangga karena orang Katolik dipercaya. Kebahagiaannya dirasakan ketika melihat anggota berkembang. Ia mengisahkan bahwa salah seorang anggota yang pinjam dengan menyerahkan BPKB, sekarang telah berkembang. Inilah yang membahagiakan karena menolong orang dan dengan demikian, meningkatkan kesejahteraan sesama.
 
Ibu Elisabeth mengisahkan pengalaman melayani anggota dengan sikap membuka diri. Sikap seperti itulah yang kemudian menarik orang menjadi anggota CU. Memang akibatnya yang meminjam banyak. Namun karena dana terbatas, peminjam dan pinjaman dibatasi. Kepada siapapun anggota, ia selalu mengatakan tidak perlu menunggu menjadi tua untuk menjadi sejahtera. Ia pun merasa aman karena memiliki banyak kenalan para bapak penarik becak. Kebanggaan lain dikisahkan Bp. Didik dari CU Tri Tunggal karena dari sekitar 1.004 koperasi yang ada, CU yang diurusnya masuk menjadi 5 yang terbaik. 

Ibu Sri Mumpuni dari CU Swadaya Sejahtera merasa senang karena ada perhatian dari Gereja dalam pembentukan CU. Ia gembira sekali mengurus tabungan orang-orang sederhana, apalagi sekarang sudah pensiun. Kegembiraan itu karena memiliki banyak teman. Memang ia adalah seorang single parent yang merasa terbantu karena menabung di CU. Jika saatnya membayar biaya kuliah, ia pun mengambil dari tabungan yang disimpan. Inilah juga yang dialami Bp. Joko dari tempat pelayanan CU Prima Danarta. Ia mengalami bisa menolong sesama dengan bergabung dalam CU. Menolong tidak perlu menunggu menjadi kaya. Ia sendiri berharap siapapun, terutama anggota CU, semakin sejahtera.