Profil Kelompok Sasaran
Desa
Wates berada di wilayah selatan kota Ponorogo, tepatnya jalan raya
Ponorogo-Pacitan KM 28. Desa Wates berbatasan dengan kabupaten Pacitan. Jumlah
penduduk sebanyak 246 KK, terdiri dari1.233 jiwa. Dusun Bukul memiliki jumlah
penduduk sebanyak 37 KK, terdiri 188 jiwa. Mayoritas penduduk bekerja sebagai
petani dan buruh tani, dengan tingkat pendidikan tertinggi Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) dan sebagian besar Sekolah Dasar (SD). Jalan menuju desa
Wates masih berupa jalan batu dan naik turun mengitari perbukitan.
Dusun
Bukul dipimpin oleh Kepala Dusun dan Bp. Gimin, Kepala Desa, Bp. Budi. Sesepuh
desa yang cukup berpengaruh Bp. Yaijo. Sedangkan tokoh pemuda ialah Bp. Suyatno,
Bp. Sukatno dan Bp. Kamsari. Ketika bencana tanah longsor terjadi warga
mendapat bantuan dari pemangkun kepentingan ekstern, antara lain dari Seksi
Sosial Paroki St. Maria, Ponorogo, Stasi St. Maria Ratu Damai, Slahung dan Karina Keuskupan
Surabaya.
Ketika
bencana tanah longsor terjadi, tanah di area persawahan dan perkebunan
terbelah. Hal ini mengakibatkan tanaman padi dan ketela yang ada di lahan
tersebut rusak sehingga sumber penghidupan warga terganggu. Selain itu, warga
belum memiliki kapasitas tentang kerawanan bencana di sekitar tempat tinggal
mereka. Saat bencana terjadi, aneka kerusakan menganggu kesejahteraan dan
ketahanan warga, padahal mereka tidak memiliki sumber pendapatan alternatif.
Warga
mengharapkan agar area persawahan dan perkebunan sebagai sumber penghidupan
mereka, dapat direvitalisasi dan mendapatkan pengairan yang baik, sehingga
dapat ditanami kembali. Mereka juga mengharapkan agar dapat tinggal dengan
aman, meskipun berada di kawasan rawan bencana. Selain itu, mereka mengharapkan
agar memiliki penghasilan alternatif dan dana cadangan yang dapat digunakan
sebagai dana kontigensi jika bencana tanah longsor terjadi.
Alasan
Ketika
bencana tanah longsor terjadi, tanah di area persawahan dan perkebunan
terbelah. Hal ini mengakibatkan tanaman padi dan ketela yang ada di lahan
tersebut rusak sehingga sumber penghidupan warga terganggu. Padahal ada 10
hektar sawah yang mengalami longsor. Tanah yang terbelah juga mengakibatkan
saluran irigasi yang mengairi area persawahan rusak. Sawah dan kebun tidak
mendapatkan pengairan sehingga tidak dapat ditanam lagi. Warga mengharapkan
agar area persawahan dan perkebunan sebagai sumber penghidupan mereka, dapat
direvitalisasi dan mendapatkan pengairan yang baik, sehingga dapat ditanami
kembali.
Saat
bencana terjadi, 7 rumah warga rusak berat tertimbun tanah longsor. Sementara
15 rumah warga berada di lokasi yang terancam tanah longsor. Hal ini
menunjukkan bahwa warga belum memiliki kapasitas tentang kerawanan bencana di
sekitar tempat tinggal mereka. Lebih jauh lagi, warga tidak memiliki kapasitas
tanggap darurat, pengurangan resiko bencana, rencana kontigensi jika terjadi
bencana dan peta kawasan rawan bencana. Warga mengharapkan agar dapat tinggal
dengan aman, meskipun berada di kawasan rawan bencana. Sehingga tempat tinggal
warga terhindar dari kerusakan akibat tanah longsor yang menghilangkan aset
rumah tangga mereka.
Saat
bencana terjadi, kerusakan sawah, kebun dan rumah menganggu kesejahteraan dan
ketahanan ekonomi warga. Kerusakan sawah dan kebun mengakibatkan sumber kehidupan
terganggu. Sementara kerusakan rumah mengakibatkan warga harus mengeluarkan
biaya perbaikan. Padahal mereka tidak memiliki sumber pendapatan alternatif.
Warga mengharapkan agar memiliki penghasilan alternatif dan dana cadangan yang
dapat digunakan sebagai dana kontigensi jika bencana tanah longsor terjadi.
Situasi
di lokasi bencana saat ini, tanah area persawahan masih terbelah, berpotensi
bergerak, berpindah tempat atau bergeser secara bergulung-gulung menyebabkan
longsor berupa tanah bercampur batu. Dalam keadaan demikian, pipa saluran air
rusak berat, bahkan beberapa sumber mata air kecil tidak mengeluarkan air lagi.
Saat ini warga memasang selang plastik ukuran kecil untuk mengambil air dari
jarak yang cukup jauh, sehingga jumlah air yang sampai di rumah warga tidak
memenuhi kualitas dan kuantitas karena air kotor. Secara umum, tingkat
kerawanan masih tinggi dan sangat berpeluang, terutama di sekitar Dusun Bukul
yang sangat berpotensi longsor, terutama di musim penghujan.
Analisa
Berdasarkan
analisa sebab, bencana tersebut menyebabkan menurunnya penghasilan warga yang rendah. Hal itu
disebabkan oleh sawah dan kebun sumber penghasilan terganggu, hilangnya aset
rumah tangga warga dan tidak ada alternatif penghasilan atau cadangan dana.
Hal ini karena pertama, sawah tidak dikelola dengan baik yang disebabkan oleh
sawah terkena longsor karena kebijakan penanaman pohon pinus tidak menahan
longsor. Selain itu, sumber air terkena longsor karena belum ada pipanisasi dan
warga belum diorganisir.
Kedua,
ternak tidak dikelola secara intensif yang disebabkan oleh tidak adanya
pemanfaatan biogas, karena warga tidak mengenal pengandangan ternak dan
terbiasa melepas ternak. Selain itu, tidak ada penyuluhan peternakan karena
tidak ada penyuluh yang kompeten. Ketiga, kurangnya pemahaman warga tentang
kawasan rawan longsor. Hal ini karena tidak ada kesiapsiagaan dan tidak
mengenal strategi menghadapi bencana. Keempat, tidak ada alternatif
penghasilan. Hal ini karena kurangnya diversifikasi usaha karena sumber daya
alam lokal tidak digarap, usaha warga masih tradisional dan kurangnya
keterampilan usaha. Selain itu, tidak ada pengenalan Credit Union, karena
lembaga keuangan mikro tidak masuk ke desa tersebut.
Berdasarkan
analisa sasaran, akan diusahakan meningkatkan pendapatan warga. Usaha yang
dilakukan ialah pemberdayaan area sawah sebagai sumber penghidupan warga, terjaganya
aset rumah tangga warga dan ada alternatif penghasilan. Hal ini didukung dengan
upaya, pertama, pengelolaan sawah yang baik dengan mengusahakan pembuatan
talud, penanaman tanaman jati dan advokasi kebijakan penanaman tanaman keras.
Selain itu diusahakan agar sumber air aman dari longsor dengan memperbaiki
penyaluran air dan pengorganisasian warga.
Kedua,
pengenalan
kawasan rawan bencana tanah longsor. Usaha yang dilakukan ialah ada
kesiapsiagaan, rencana pengurangan resiko bencana dan kontingensi warga dengan
pengenalan kebencanaan. Ketiga, mengusahakan alternatif penghasilan warga.
Usaha yang dilakukan berupa diversifikasi usaha, pengenalan potensi sumber daya
alam lokal, wirausaha semakin bertambah dan maju. Selain itu, mengusahakan pedana
cadangan bencana dengan pengenalan dan menghadirkan Credit Union supaya
terbentuk di desa tersebut.
Berdasarkan
analisa eksternal dan internal, menghadapi masalah sawah sumber penghidupan
warga terganggu, ada kekuatan warga untuk diorganisir, gotong-royong dan
peluang dukungan dari aparat desa, lembaga pemerintah, keberadaan sumber air
dan peluang advokasi kebijakan penanaman tanaman keras. Berhadapan dengan masalah
hilangnya aset rumah tangga warga, ada kekuatan dari warga untuk diorganisir,
gotong-royong dan dukungan dari Caritas Surabaya, lembaga pemerintahan dan BPBD.
Berhadapan dengan masalah tidak ada pendapat alternatif, ada kekuatan dari warga
untuk diorganisir, gotong-royong dan sebagian besar memiliki ternak serta
dukungan dari Seksi Sosial Paroki dan Stasi serta Credit Union.
Berdasarkan
matriks SWOT, masalah sumber penghidupan warga terganggu akan diatasi dengan
kegiatan Revitalisasi Pengolahan lahan pertanian. Masalah kurangnya kesadaran
warga terhadap ancaman bencana tanah longsor diatasi dengan Pelatihan tanggap
darurat dan Pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat. Masalah rendahnya
pendapatan warga diatasi dengan pengenalan wirausaha dan Credit Union.
Rencana Kegiatan
Kegiatan-kegiatan
yang dirancang, seperti Pelatihan tanggap darurat dan Pengurangan resiko
bencana berbasis masyarakat, Inisisasi kewirausahaan dan Credit Union dirancang
agar membawa hasil berupa Aksi kesiapsiagaan bencana dan Penyiapan dana
cadangan bencana. Hasil tersebut akan tercapai dengan asumsi: ada nara sumber
yang kompeten, ada material yang diperlukan dan ada dukungan warga dalam
menindaklanjuti pelatihan.
Sasaran
Program Aksi Kesiapsiagaan Warga Di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor akan
tercapai dengan asumsi: ada dukungan dari lembaga yang memfasilitasi dan ada
dukungan dari aparat serta lembaga pemerintah.
Sasaran
Jangka panjang program berupa Pemberdayaan Kesiapsiagaan Warga di Kawasan Rawan
Bencana Tanah Longsor, akan tercapai dengan asumsi: ada ketahanan hidup di
lokasi rawan bencana, ada semangat warga untuk bertani dan beternak, ada
kepercayaan dari lembaga keuangan dan ada dukungan dari aparat dan lembaga
pemerintah.
Kegiatan-kegiatan
yang dirancang, seperti Pelatihan tanggap darurat dan Pengurangan resiko
bencana berbasis masyarakat dan Inisasi kewirausahaan dan Credit Union memiliki resiko. Resiko
tersebut ialah: penyerapan dana tidak maksimal, pelaksanaan terlambat, jumlah
hasil proyek tidak sesuai dengan rencana, warga tidak antusias dan tingkat
kehadiran rendah.
Upaya
mitigasi resiko yang dirancang ialah, membuat budget lebih realistis, menambah
program, membangun komunikasi antara fasilitator dan warga, meminta konfirmasi
kepada warga, memadatkan jadwal, menunjuk koordinator pelatihan,
mengkomunikasikan jadwal baru, membuat surat perjanjian dengan warga, memberi
bantuan teknis, melakukan pendekatan personal, mengkomunikasikan kegiatan secara
intensif, menyediakan stimulus dan meminta dukungan perangkat desa.
Sebagai langkah keberlanjutan, pada
kegiatan Pelatihan tanggap darurat dan kesiapsiagaan dan Pengurangan resiko
bencana berbasis masyarakat akan dilanjutkan dengan pembentukan dan pengesahan
Tim kerja tanggap darurat dan pengurangan resiko bencana warga yang akan
didampingi Caritas Surabaya Posko Madiun. Sementara kegiatan revitalisasi
prasarana dengan prasarana kegiatan pengolahan lahan pertanian akan dilanjutkan
dengan menghubungkan kelompok tani warga dengan Kelompok Tani Ora Et Labora,
Paroki St. Hilarius, Klepu, Ponorogo
Pada
kegiatan inisiasi kewirausahaan dan Credit Union, akan dilanjutkan dengan
pendampingan warga dengan dukungan dan pendampingan dari Seksi Sosial Paroki
St. Maria, Ponorogo dan Credit Union Bina Sejahtera, Paroki St. Yosep, Ngawi.