12 Juli 2012

Menghormati Petani, Keutuhan Alam dan Kehidupan


Kelompok Tani Bumi Berseri, Paroki St. Wilibrordus, Cepu, Kelompok Tani Mulyo, Paroki St. Yoseph, Ngawi, Kelompok Tani Argo Mulyo, Paroki St. Yusup, Blitar, Kelompok Pamong Tani Ora Et Labora, Stasi St. Hilarius, Klepu, Ponorogo, Kelompok Tani Harapan Makmur, Paroki St. Maria Dengan Tidak Bernoda Asal, Tulungagung, merupakan contoh kegiatan yang mendukung pemberdayaan bagi kaum petani. Mereka telah mempraktekkan cara bertani organik, antara lain dengan metode SRI.

Salah satu kelompok mensharingkan perjuangan saat menanam padi organik. Pada petak sawah, bibit padi ditanam tidak dengan cara mundur, tetapi maju. Jika menanam dengan model non organik, pupuk yang digunakan hanya beberapa bungkus saja. Namun karena memakai model organik, pupuk yang digunakan memerlukan beberapa ton, karena untuk meningkatkan kesuburan tanah yang sudah rusak. Melihat hal itu, petani lain yang memakai pupuk kimia merasa penggunaan pupuk kompos sebuah pemborosan dan sangat mahal. Padahal itulah pola penanaman yang harus dilakukan ketika memulai menggunakan pupuk organik. Kelak setelah pupuk kompos digunakan sekian lama dan berkelanjutan, akan terjadi proses penggembalian kesuburan tanah (sekitar 5 tahun). Selanjutnya dengan sedikit pupuk kompos saja, tanah yang berubah membaik tidak akan lagi membutuhkan banyak pupuk. Pada akhirnya, penggunaan kompos jauh lebih ekonomis, tidak merusak tanah dan tidak menimbulkan ketergantungan kepada pupuk. Namun demikian, ada beberapa petani yang mengeluh ketika harus menyediakan pupuk kompos dalam jumlah besar di awal dan kemudian meninggalkan kelompok.

Sesudah 20 hari, hasil tanaman tampak memberi harapan. Apalagi setelah 30 hari, rimbunan padi mencapai sekitar 30 batang anakan. Saat itulah hama pertama datang, ialah keong emas yang meninggalkan telornya pada batang. Belum habis kegelisahan, burung-burung pipit  tergoda memangsa padi yang mulai tumbuh. Akhirnya, gerombolan tikus, hama khas area persawahan tepi Bangawan Solo berpesta di lokasi yang sama. Di sana sini, batang padi dimakan habis. Area tanaman padi pun dikelilingi plastik penahan. Dasar tikus, memang benar-benar rakus, perlahan namun pasti memangsa bulir padi yang malai. Memang, aneka hama seperti keong, burung atau tikus enggan memangsa padi yang ditanam dengan pupuk kimia dan disemprot pestisida kimia. Namun, penggunaan bahan kimia dihindari, demi menghasilkan padi yang sehat.
Syukurlah, perjuangan petani membawa hasil. Selain produktivitas pertanian meningkat, struktur tanah diyakini akan semakin baik. Semua karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Inilah persembahan petani yang memberikan bahan makanan terbaik dan berusaha mengembalikan kesuburan tanah. Karena, hidup sehat tidak dimulai dari sepiring nasi, namun dari tangan petani.

Sebagian besar dari kita belum melek organik. Hal itu dapat dicek dari isi kulkas maupun dapur kita. Seringkali yang tersedia termasuk berupa bahan makanan yang mengandung toksin dan karsinogen, karena ditanam menggunakan pupuk atau pestisida kimia. Buah dan sayur pun dimodifikasi agar terlihat bagus dan awet, tetapi tidak ada rasanya. Buah dan sayur lebih cepat busuk atau layu karena sebagian besar makanan diproses dengan sinar radiasi. Radiasi digunakan untuk membunuh bakteri dan dapat mengawetkan makanan, tetapi mengubah struktur molekul dan daya hidup makanan. Beberapa metode radiasi menggunakan bahan radioaktif, energi elektron atau sinar X, yang tidak sehat.
Demikian pula, daging, ikan dan ayam kerap menggunakan bahan kimia berbahaya untuk rekayasa pertumbuhan hormon atau antibiotik. Hewan yang berada pada posisi teratas rantai makanan akan memiliki kadar tertinggi dari bahan kimia tersebut. Sapi dan ayam akan menyimpan sebagian besar pestisida yang pernah dimakan. Hewan di peternakan yang diberi makan ikan, yang sudah terkena polusi atau disemprot pestisida, menjadi makanan yang tidak 100 % sehat.

Jika kita mengubah paradigma dengan mengkonsumsi bahan makanan organik, tanpa pupuk atau pestisida kimia, kita sebenarnya sedang mengusahakan menjaga tubuh agar tetap sehat. Karena manusia memerlukan asupan makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik dan aman. Salah satu cara yang dapat dipertimbangkan adalah dengan memilih makanan organik. Hal ini terbukti dari pengalaman petani di daerah Bantul yang mengkonsumsi makanan organik, tingkat sakitnya menjadi semakin sedikit. Misalnya, sebelum mengkonsumsi organik mereka sakit sebulan sekali, dengan itu mungkin sakit cuma setahun sekali.

Makanan organik adalah semua jenis bahan pangan yang berasal dari organisme hidup (hewan dan tanaman) yang tidak mempunyai kandungan kimia tambahan (pestisida, insektisida, dan hormon). Makanan organik bermanfaat meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan proses degeneratif, mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel dan optimalisasi antibodi. Susu organik mempunyai lebih dari 60-80 % kandungan nutrisi, dibandingkan susu konvensional. Buah organik seperti tomat, kentang, bawang, kubis mempunyai 20-40 % lebih kandungan antioksidan, dibandingkan buah dan sayuran konvensional.
Sebenarnya upaya mengusahakan makanan organik tidak mahal, karena bisa ditanam sendiri. Hal itu dapat disiasati dengan mulai menanam tanaman rumahan. Misalnya menanam aneka sayur, bayam, sawi, kangkung di dalam pot. Demikian pula, tanaman obat keluarga (Toga). Pada dasarnya, Toga bukan pertama-tama untuk pengobatan, melainkan menanam sayur yang sehat, sehingga mencegah datangnya penyakit. Konsepnya bukan untuk mengobati, tetapi mengajak orang agar sehat, dengan makanan yang sehat.

Kita hendaknya mendukung pertanian organik, hidup sehat dan perjuangan para petani. Karena dengan mengkonsumsi beras, buah dan sayuran organik, kita tidak hanya memberi tubuh kita makanan yang sehat. Tetapi kita juga menghormati anugerah kehidupan dan keutuhan alam ciptaan Tuhan, menghargai perjuangan para petani yang bekerja keras memberikan bahan makan sehat dan mengembalikan kesuburan tanah. Organik Yes, Non Organik No !