Wilayah Keuskupan Surabaya memiliki lokasi yang beberapa di antaranya rawan bencana. Beberapa wilayah itu ialah, Cepu, Bojonegoro, Lamongan dan Tuban (Kevikepan Cepu); Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Nganjuk (Kevikepan Madiun); Trenggalek, Blitar dan Wlingi (Kevikepan Blitar); Mojokerto, Pare, Kediri (Kevikepan Kediri).
Berdasarkan pengalaman dalam menghadapi bencana, Tim Seksi Sosial / Tanggap Darurat maupun relawan penanggulangan bencana, di Kevikepan dan Paroki perlu memiliki kapasitas dalam tanggap darurat dan kesiapsiagaan. Jejaring tanggap bencana di Keuskupan Surabaya perlu meningkatkan koordinasi secara lebih baik. Sumberdaya manusia dalam pengelolaan bencana perlu ditata secara efektif dan efisien. Pembelajaran bersama tentang mekanisme koordinasi tanggap bencana dan pengurangan resiko bencana perlu mendapatkan perhatian. .
Oleh karena itu, Tim Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan Karina Keuskupan Surabaya didukung oleh Catholic Relief Service (CRS) mendukung tanggap darurat dengan meningkatkan kapasitas Tim Seksi Sosial / Tanggap Darurat maupun relawan penanggulangan bencana, di Kevikepan dan Paroki.
Cepu dan Bojonegoro
Visitasi di Paroki St. Wilibrordus, Cepu dilakukan mengingat pada tahun 2007 lalu, banjir mengenang selama 1 minggu. Paroki berusaha melakukan tanggap darurat karena masyarakat tidak dapat beraktivitas dan akses yang terhambat. Meskipun banjir tidak deras, masyarakat yang terisolir membutuhkan makan. Pada tahun 2010, banjir yang terjadi berupa banjir bandang. Banjir karena penggundulan hutan itu terjadi dalam tempo singkat karena luapan sungai di kawasan hutan. Meskipun demikian banjir justru mengakibatkan kerusakan cukup parah. Beberapa lokasi yang dideteksi rawan banjir akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo ialah Desa Dengok, Kecamatan Cepu, Desa Balun Pinggiran, sebagian Kecamatan Padangan dan Desa Bathokan. Sedangkan wilayah yang rawan banjir bandang ialah Desa Karangboyo, Ngelo, Ngroto dan Sorogo.
Saat itu warga di sekitar Desa Balun, mengungsi di rel kereta api yang lokasinya agak tinggi. Paroki memutuskan membuat dapur umum didukung oleh komunitas WKRI untuk menyediakan nasi bungkus. Selain itu ada upaya mengumpulkan sembako. Pendistribusian sembako didukung oleh para remaja dan komunitas Kamtibja. Mereka berkeliling sambil memonitor daerah yang perlu dibantu, dengan melibatkan umat sebagai kontak person. Secara sederhana, kontak person akan menginformasikan ke Posko Paroki tentang kebutuhan dan jumlah bantuan serta memberitahukan titik distribusi. Bantuan pun datang dari berbagai Paroki, seperti Blora, Rembang, Blitar dan Komisi PSE.
Acara yang dihadiri oleh 6 orang DPP dan Seksos Paroki dilanjutkan dengan pemaparan Pedoman Dasar dan Panduan Karina Keuskupan Surabaya. Selain itu dijelaskan tentang struktur, tugas, hak dan kewajiban pengurus Karina Surabaya. Hal yang terpenting ialah informasi jika Paroki mengalami bencana, tindakan apa yang bisa dilakukan dengan segera.
Keesokan harinya, visitasi dilanjutkan ke Paroki St. Paulus, Bojonegoro. Wilayah tersebut dekat dengan aliran Sungai Bengawan Solo yang meluap pada tahun 2007. Ketika itu, pemerintah tidak segera bergerak karena situasi pergantian kepala daerah. Saat itu Pastor Paroki memberikan informasi kepada jejaring umat, antar paroki dan Komisi PSE untuk memobilisasi bantuan. Ruang pertemuan dijadikan menampung bantuan. Halaman Gereja dijadikan dapur umum yang melayani pembagian nasi bungkus 3 kali sehari kepada masyarakat. Selain itu, melalui kontak person, kaum muda bersama umat mendapatkan informasi kebutuhan dan menyalurkan bantuan ke wilayah yang memerlukan.
Dalam kunjungan tersebut, tim dari Karina Keuskupan Surabaya menyampaikan paparan tentang siklus tanggap darurat, SOP tanggap darurat, Pedoman Dasar dan Panduan, definisi pelaporan, dokumentasi dan kode etik pekerja kemanusiaan. Pada sesi Kode Etik pekerja kemanusiaan, dipaparkan secara singkat pedoman yang dibuat oleh Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah. Pedoman tersebut bukan teknis operasional, tetapi cara untuk mempertahankan standard tinggi dalam respon bencana. Pedoman tersebut wajib dipahami dan dipraktekkan oleh keluarga Caritas.
Pada sesi SOP tanggap darurat, jika wilayah mengalami bencana, tim Paroki dapat melakukan kajian yang didapat dari situasi nyata di lapangan. Kajian tersebut lalu dianalisa, mana yang perlu dan mampu dibantu. Setelah itu Paroki dapat membuat perencanaan kegiatan tanggap darurat dengan sebuah desain. Desain yang dibuat dapat diinformasikan ke Karina Keuskupan Surabaya atau jaringan lain, termasuk BPBD Kabupaten yang peduli untuk memberikan bantuan. Inilah yang disebut Laporan Situasi atau Situation Report. Setelah mengumpulkan bantuan swadaya dari Paroki dan jaringan Paroki, tim dapat melakukan implementasi diiringi dengan monitoring dan evaluasi. Pembuatan kajian, analisa dan desain perlu dilakukan dengan cepat dan fokus, sehingga bantuan yang diharapkan dan diberikan tepat sasaran.
Harapannya, Paroki memiliki tim kecil sebagai bagian dari Seksos untuk mendukung tanggap darurat. Tim dapat mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas yang diselenggarakan oleh Karina. Sementara Pastor Kepala Paroki, Rm. Benediktus Basuki Adi Rijanto, CM yang mengikuti acara dari awal hingga akhir, menyampaikan terima kasih atas informasi yang diberikan. Beliau menyerahkan sepenuhnya kepada pengurus Seksos bersama 15 orang yang hadir, jika akan membentuk tim sehingga dapat melakukan respon bencana.