11 Juni 2011

Pengembangan Wahana Pembelajaran Pertanian Organik


Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Surabaya sejak tahun 2006, telah mencanangkan program pengembangan pertanian organik. Program ini hendaknya dilakukan di Paroki yang memiliki basis pertanian atau umatnya berprofesi sebagai petani. Program ini selaras dengan kesadaran baru masyarakat untuk menghidupi gaya hidup sehat dengan pangan organik. Prioritas program Arah Dasar Keuskupan Surabaya tahun 2009-2019 menetapkan, pengembangan kewirausahaan bagi petani dan kaum muda, terintegrasi dengan pengembangan pertanian organik.

Keprihatinan

Pencanangan program ini berkaitan dengan berbagai bentuk keprihatinan yang dialami masyarakat dewasa ini. khususnya kaum petani. Para petani yang berjuang dan menghabiskan sebagian besar waktunya di ladang atau sawah ternyata tidak menikmati hasil yang maksimal. Biaya produksi yang sangat tinggi berkaitan dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia telah membuat kondisi petani tetap terpuruk. Hasil produksi yang dijual di pasar, tidak mampu meningkatkan kesejahteraan.

Berbagai himbauan untuk meningkatkan taraf hidup para petani lewat aneka gerakan, tidak disertai dengan program pemberdayaan para petani itu sendiri. Program pemberdayaan yang seharusnya menjadikan para petani menjadi tuan bagi tanah yang dimilikinya, membuat mereka justru berpindah menjadi agen pupuk atau agen pestisida kimia. Sementara itu, para petani tidak memiliki akses informasi yang cukup berkaitan dengan peningkatan kapasitasnya. Tanah garapan atau lahan yang bisa dijadikan tempat belajar untuk meningkatkan kualitas para petani, hampir tidak tersedia atau jika ada belum diolah. Dalam dekade terakhir ini, himbauan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, tidak disertai dengan tersedianya media belajar bagi para petani untuk meningkatkan produktifitas pangan atau meningkatkan kesejahteraannya.

Berbagai wacana untuk mengembangkan aneka pangan alternatif sesuai kondisi sosial budaya setempat, terbatas pada wacana. Karena tidak disertai kegiatan nyata agar para petani bisa melihat dan mencontoh. Selain itu, ada keprihatinan yang mendalam terhadap kesehatan pangan. Hanya untuk mengejar hasil besar, para petani selalu meracuni tanah, meracuni produk pertanian dengan zat-zat kimia lewat pupuk dan pestisida yang justru merusak tanah. Tanpa disadari, hal ini mengganggu kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi hasil produksi pertanian. 

Gerakan Nyata

Keprihatinan ini memicu lahirnya gerakan nyata untuk mengembangkan pertanian terintegrasi. Memang beberapa tempat, seperti di Paroki St. Yosep, Blitar, Stasi St. Hilarius, Klepu, Paroki St. Maria, Ponorogo, Paroki St. Yusup, Ngawi dan Gubug Lazaris di Paroki St. Yosep, Kediri sudah memulai pertanian organik. Selain itu, Wahana Patria, SDK St. Maria, Blitar yang dikelola para suster Abdi Roh Kudus serta SDK St. Theresia dan SDK St. Maria, Surabaya mulai terlibat dalam pengembangan pelestarian lingkungan. Bahkan kedua SDK tersebut mendapatkan penghargaan nasional Adiwiyata tahun 2010 dan 2011. Yakni, penghargaan lingkungan hidup yang diberikan pada sekolah-sekolah yang melaksanakan program pelestarian lingkungan. Berbagai komunitas dan kelompok tani, termasuk Paroki St. Wilibrordus, Cepu, secara konsisten menjalankan kegiatan berwawasan organik. Mereka memanfaatkan lahan untuk penghijauan, memproduksi pupuk dan pestisida  organik, membuat biogas dan mengolah lahan secara organik. Namun disadari bahwa gerakan ini tidak cukup, karena masih dibutuhkan media belajar bagi para petani yang secara nyata mempraktekkan sistem pertanian terintegrasi.

Kelompok Tani Bumi Berseri, dimoderatori Rm. Siprianus Yitno, Pr, menanggapi keprihatinan tersebut dengan mengembangkan Wahana Pembelajaran Pertanian Organik. Wahana tersebut mengambil tempat di eks sekolah di Jl. Bontang No. 7, Mentul, Kelurahan Karang Boyo, Kecamatan Cepu.  Pada saat mencari lahan, ada permintaan dari Dewan Pastoral Paroki Cepu untuk memanfaatkan bekas SMAK St. Louis, yang ditutup karena kekurangan siswa. Lahan seluas 3 hektar, lengkap dengan bangunan sekolah bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Komisi PSE Kevikepan Cepu, Seksi Sosial Paroki dan Kelompok Tani Bumi Berseri memanfaatkan lokasi tersebut untuk dijadikan lahan percontohan pertanian terintegrasi.

Tujuan pengembangan wahana tersebut ialah, menyiapkan lahan untuk konservasi aneka ragam pangan lokal dan konservasi lingkungan, menyiapkan fasilitas pelatihan bagi para petani untuk memulihkan tanah, membuat pupuk organik, membuat obat pembasmi hama alami dan biogas. Tidak hanya itu, kegiatan lain ialah, menyiapkan tempat penampungan hasil pertanian, menyiapkan laboratorium sederhana untuk pertanian terintegrasi dan tempat berkumpul para petani untuk belajar.

Perencanaan

Pada tahap persiapan, akan dilakukan perbaikan ruangan yang tidak terurus, mempersiapkan lahan, membuat kolam resapan dan saluran air, membuat pagar hidup keliling lahan dan mencari aneka tanaman pangan lokal untuk dibudidayakan. Selanjutnya, akan dimulai memelihara ternak sehingga dapat  memanfaatkan kotoran untuk pembuatan pupuk organik. Pada tahap pengorganisasian akan diusahakan mengumpulkan kelompok tani untuk mendapatkan gambaran mengenai program pelestarian lingkungan, menyiapkan berbagai paket pelatihan seperti memproduksi pupuk, menganalisa kondisi dan mengolah tanah secara baik. Selain itu, wahana akan mengajak kelompok belajar, tingkat SD sampai PT untuk menjadikan tempat ini sebagai tempat belajar. Sehingga kepedulian terhadap situasi dan kondisi pertanian serta pengembangannya semakin meluas. Para petani akan memberdayakan diri menjadi nara sumber untuk memberikan contoh dan pendidikan kepada generasi muda. Karena, yang bisa menolong petani adalah petani itu sendiri.

Kegiatan ini memiliki sasaran terutama pengembangan kapasitas bagi anggota kelompok tani organik Bumi Berseri. Tidak hanya itu juga bagi masyarakat petani yang memiliki lahan di sekitar wahana pembelajaran. Artinya, keberadaan wahana mendukung program pemerintah setempat (RT, RW, dan perangkat desa). Tak ketinggalan, para petani dari paroki se-Keuskupan Surabaya dapat belajar untuk mengembangkan pertanian organik di Parokinya.

Rancangan pengembangan Wahana Pembelajaran Pertanian Organik ini akan dibagi dalam 3 jangka waktu. Pada jangka pendek (1 tahun) kegiatan yang dilakukan ialah membenahi jalan masuk, mengurus batas tanah secara hukum, memperbaiki penginapan bagi penjaga, membuat pematang setebal 2 meter dan menanam pagar hidup sepanjang 300 meter, membuat 4 kolam resapan (2 kolam sebesar 10 x10 meter dan 2 kolam sebesar 6 x 6 meter). Sebagai pendukung, wahana membuat pula kandang untuk memelihara kambing dan sapi sekaligus digester (tempat) biogas 2 unit. Pada jangka menengah (2-5 tahun) kegiatan yang dilakukan ialah membeli 10 ekor kambing dan sapi, menggarap lahan, mengumpulkan aneka tanaman pangan lokal dan memberi pelatihan pembuatan biogas, pupuk dan pestisida organik. Pada jangka panjang (di atas 5 tahun) kegiatan yang dilakukan ialah mengupayakan sertifikasi organik tanaman pangan lokal dan sayuran, membuat tempat pelatihan pertanian terpadu dan menjual produk hasil serta jasa pelatihan.

Program yang difasilitasi oleh Komisi PSE KWI, Komisi PSE serta Keuskupan Surabaya, satu demi satu mulai berjalan. Yang menarik, usaha pemanfaatan lahan tak produktif untuk kegiatan pelestarian lingkungan dapat distereotisasi paroki lain yang memiliki lahan, apalagi lahan tidur, untuk dikelola demi kegiatan positif. Harapannya program ini menjawab berbagai keprihatinan dalam rangka pengembangan pertanian organik, tidak hanya himbauan dan wacana. Karena kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan pemuliaan tanah, konservasi tanaman pangan dan lingkungan hidup. Pada akhirnya, wahana ini menjadi tempat belajar bagi siapapun, khususnya para petani. (disarikan dari hasil PCM Tim Pelaksana Wahana Pembelajaran Pertanian Organik yang difasilitasi oleh Bp. Ferdinandus Locke)