19 Juni 2011

Pengelolaan Program Seksi Sosial Dengan 9 Langkah

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Arah Dasar, Komisi PSE Keuskupan Surabaya melihat pentingnya program Pemberdayaan Aktivis dan Perangkat Pastoral. Kesempatan ini diberikan kepada para aktivis seksos di Kevikepan Blitar, Kediri, Cepu dan Madiun. Mereka diberikan aneka materi sehingga memahami, mengenal semangat dan mengupayakan pelaksanaan Ardas dengan baik. Setelah menerima pembekalan manajemen pengelolaan program dengan menggunakan 9 langkah, mereka mendiskusikan dalam kelompok per kevikepan, lalu setiap perwakilan menyampaikan hasil diskusi.

Kevikepan Blitar merumuskan latar belakang perumusan program karena ada situasi di mana orang muda kebanyakan masih berpikir menjadi pegawai atau orang kantoran, sedikit sekali yang memiliki orientasi bisnis. Mereka yang memiliki ijasah pun bergantung pada ijasah dan menganggur. Usaha yang akan dilakukan ialah, bagaimana meningkatkan taraf hidup mereka sambil menyadarkan agar tidak tergantung pada ijasah. Apalagi cita-cita menjadi pegawai pada saat ini sulit, bahkan harus keluar uang karena menyogok. Kondisi yang lain ialah, banyak anak muda yang memilih menikah dengan cepat, namun istilahnya, mangan minum melu morotua (makan dan minum bergantung pada mertua). Karena kondisi ini, maka dirancang program untuk membantu orang muda menghadapi masa depan yang lebih baik.

Beberapa hal yang sedang dan akan diusahakan antara lain budidaya jamur, pertanian organik, pelatihan bordir dan pengelolaan ketela karena di daerah Blitar Selatan merupakan penghasil ketela. Tujuan kegiatan tersebut demi menciptakan masa depan yang mandiri. Sasarannya untuk orang muda dan pasutri muda. Kegiatan yang dirancang terjadi pada tahun 2012 ini membidik peserta tidak terlalu banyak, maksimal 100 orang. Sebagai referensi, di paroki St. Yusup Blitar sudah ada upaya untuk mendukung program dengan pendekatan ke Dinas Pertanian setempat. Bahkan dukungan itu nyata berupa kesediaan petugas turun langsung ke lapangan memberikan penyuluhan dan memfasilitasi akses dana ke pemerintah.

Setelah menginventaris masalah dan mendiskusikan, Kevikepan Kediri melihat bersama keadaan yang memprihatinkan yang ada di sekitar mereka. Ada situasi dominan di wilayah Pare dan Kediri, di mana warga bekerja sebagai buruh musiman dan keadaanya memprihatinkan. Mereka memiliki penghasilan yang serba tidak menentu. Mereka hanya bekerja pada saat musim tanam atau musim panen. Di luar masa itu pekerjaan mereka serabutan. Bahkan mereka yang sudah tua dan tidak memiliki tenaga lebih parah. Mereka melakukan pekerjaan ngasag (kegiatan buruh tani mengambil remah-remah sisa panenan). Jika hal itu pun tidak, mereka akhirnya mengemis. Ini sungguh menjadi keprihatinan.

Untuk menjawab situasi itu direncanakan program Lokakarya Peluang Karya Usaha yang bersifat padat karya. Sasaran utamanya bagi buruh musiman dan kaum muda. Tujuannya meningkatkan pendapatan mereka. Pada kesempatan awal, akan diberikan pemahaman kepada pendamping program, ketua lingkungan atau ketua stasi yang memiliki umat sebagai buruh musiman. Perkiraan peserta sejumlah 80 peserta. Model yang dipakai lebih merupakan ceramah peluang usaha, sharing dan tanya jawab. Program ini akan dilaksanakan bertepatan dengan pertemuan seksos se Kevikepan Kediri di Pare, bulan Agustus.

Kevikepan Madiun akan menjawabi situasi kaum muda yang tidak tertarik berwirausaha dan banyaknya pengangguran dengan dukungan modal. Bagi kaum muda yang tidak tertarik berwirausaha, akan diadakan pelatihan motivasi untuk mengubah pola pikir selama ini, bahwa wirausaha memiliki status yang lebih rendah dibandingkan pegawai negeri atau swasta. Sasaran yang dituju selain orang muda, namun juga orang tua. Rencananya setiap paroki akan diberi kuota 10 orang. Model yang dipilih berupa lokakarya.

Sedangkan untuk mendukung permodalan dengan pendirian Credit Union (CU) akan diawali dengan pelatihan motivasi. Hal ini sesuai dengan pengalaman di Paroki St. Yoseph, Ngawi, mereka mendirikan CU setelah mendapatkan motivasi. Sasaran yang dipilih adalah paroki di Kevikepan yang belum memiliki CU, sehingga mendorong agar semua paroki mendirikan CU.

Upaya memberdayakan umat, ibarat perumpamaan talenta dalam Kitab Suci. Selama ini aneka potensi umat masih terpendam, padahal jika diberdayakan umat memiliki potensi luar biasa. Saat mereka mengawali CU rintisan, ada perasaan pesimis seakan tidak mungkin, tidak punya potensi atau suara pesimis yang melemahkan. Namun ternyata pada tahun keenam sekarang ini, anggota CU berjumlah sebanyak 500 orang dengan aset 1,3 M. Hal ini mengindikasikan bahwa di paroki yang belum memiliki CU, potensi yang luar biasa itu belum tergali. Sasaran program ini adalah seksos se Kevikepan Madiun, setiap paroki mengutus 10 orang. Model yang dipilih ialah ceramah penjelasan, motivasi serta berbagi pengalaman dari CU yang telah berhasil.

Saat ini di Keuskupan Surabaya telah ada tim CU yang memiliki motivator CU. Tim ini diketuai Bp. A. Boyni, yang ditujukan kepada paroki yang ingin mendapatkan penjelasan tentang CU sehingga dapat mengundang. Kegiatan CU ini tidak lain untuk mensejahterakan anggota. Sasaran lebih lanjut adalah umat di stasi-stasi, karena sesuai dengan paradigma CU modern, salah satu syaratnya ialah memiliki anggota sebanyak minimal 1.000 orang. Sedangkan program kewirausahaan, akan ditempuh sosialisasi dan motivasi ke stasi-stasi atau berkunjung ke tempat usaha yang sudah berhasil. Beberapa bentuk kewirausahaan yang dipilih adalah wirausaha bengkel, pertanian organik, sablon dan makanan ringan.

Kevikepan Cepu mendiskusikan latar belakang program karena situasi kaum muda di kawasan tersebut yang serba bingung, karena mencari pekerjaan sulit. Sementara itu, para petani banyak yang belum mengetahui mengelola pertanian yang baik. Maka akan diarahkan agar petani bekerja secara ramah lingkungan, sehat dan membuat orang sehat pula. Di masa lalu, orang menikmati hasil pertanian dari sawah yang tanahnya subur, karena mengutamakan pertanian organik. Saat ini tanah telah keras, tidak subur atau kering seperti kondisi seperti tanah di Paroki St. Petrus dan Paulus, Rembang yang sawahnya bersifat tadah hujan. Pertanian organik berkembang baru sedikit saja di Paroki St. Wilibrordus, Cepu. Namun para petani memberanikan diri bertani organik dan mulai menikmati hasilnya. Mereka bahkan telah menjual hasil beras organik dalam kemasan, setiap 1 kg harganya Rp. 12.000.

Maka pelatihan yang diupayakan ialah pendampingan pasca panen dan pemasaran hasil pertanian. Tujuannya terwujud budidaya pertanian organik di paroki yang belum memulai pertanian organik serta meningkatkan kesejahteraan petani. Sasaran program ini adalah para petani muda. Meskipun kehidupannya serba bingung, harapannya mereka tetap dapat menggarap sawah secara sehat. Acara yang akan diadakan pada bulan November 2011 di Cepu ini juga akan mengenalkan pembuatan agen hayati dan biogas.

Bp. E. Koeswara dari Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala Surabaya mengaku cukup puas dengan hasil yang ditempuh dalam pembelajaran selama sekitar 2 jam. Meskipun ada beberapa hal yang perlu dipertajam dalam rupa angka sehingga terukur. Sementara Rm. A. Luluk Widyawan, Pr, Ketua Komisi PSE mengomentari bahwa program hendaknya memiliki sasaran yang menyentuh langsung pada mereka yang miskin atau pra sejahtera. Memang sebagaimana dikatakan Yesus, orang miskin selalu ada padamu. Usaha-usaha seksos seakan tidak mampu menghapus kemiskinan, namun turut menjawabi situasi sekitar yang memprihatinkan. (disarikan dari notulensi Lokakarya Pemberdayaan Aktivisi dan Perangkat Pastoral Kevikepan Blitar, Kediri, Madiun dan Cepu).