19 Februari 2011

Kerangka Dasar APP 2011 Keuskupan Surabaya: Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati


1. Pendahuluan

Aksi Puasa Pembangan (APP) dengan tema besar Pemberdayaan Kesejatian Hidup (2007-2011) sampai pada bagian akhir. Gerakan APP menjadi bahan pembelajaran umat beriman selama empat tahun. Buah hasil pembelajaran yang mulai tampak adalah kesadaran akan berbagai keprihatinan, semangat baru dan gerakan pembaruan ke arah pemberdayaan hidup bersama dalam masyarakat, komunitas, lingkungan hidup dan keluarga. Harapannya pembelajaran ini bukan menjadi pembekalan bagi orang lain, tetapi terutama bagi diri sendiri.

Aksi Puasa Pembangunan merupakan kesempatan seluruh umat membarui komitmen terhadap hidup beriman dalam semangat pertobatan. Tema Nasional APP 2011 mengajak umat merenungkan Kesejatian Hidup dalam Perwujudan Diri. Tujuannya adalah setiap umat Katolik sadar akan panggilannya sebagai murid-murid Kristus yang sejati dalam perjuangan hidup di dunia. Berdasarkan tema tersebut, Sub Tema APP 2011 Keuskupan Surabaya dirumuskan selaras dengan Arah Dasar yaitu mengajak umat menjadi Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati dalam persekutuan, memiliki iman yang dewasa, guyub, penuh pelayanan dan misioner.

2. Latar Belakang

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Sub Tema APP 2011 mengajak umat sebagai Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati dalam persekutuan, memiliki iman yang dewasa, guyub, penuh pelayanan dan misioner. Hal itulah selaras dengan keprihatinan situasi umat beriman saat ini masih sarat dengan aneka tantangan dan hambatan.

Keterlibatan umat beriman dalam melibatkan diri dalam persekutuan belum menjadi kesadaran dan tanggung jawab. Keterlibatan dalam persekutuan seringkali karena terpaksa karena tidak ada orang lain yang terlibat. Keterlibatan itu didasarkan pada motivasi untuk mendapatkan, bukan dipahami sebagai kesempatan untuk memberi atau menyumbang bagi persekutuan umat beriman. Lebih parah lagi, keterlibatan dalam persekutuan seringkali hanya menjadi kegiatan sampingan belaka, untuk mengisi waktu luang. Atau jika memiliki kepedulian dalam persekutuan, kepedulian itu masih terbatas pada sikap loyalitas pada kelompok tertentu, berdasarkan tradisi dan bercorak karitatif saja. Kepedulian dalam persekutuan belum dimaknai secara baru sebagai sikap loyalitas menggereja secara universal, berdasarkan opsi dan bercorak transformatif.

Ada keprihatinan bahwa umat menghayati imannya tidak secara mendalam. Ibaratnya, iman tidak dibangun di atas batu karang yang kokoh, namun dibangun di atas pasir. Tidak mengherankan jika angin dan topan menerpa, iman pun goyah. Aneka persoalan antara lain relasi dengan Tuhan dalam keseharian, persoalan ekonomi, persoalan banyaknya tanggung jawab dan tantangan sikap kritis seringkali mengoyahkan iman. Umat beriman menjadi ragu-ragu akan kebenaran yang diimaninya. Bahkan yang memprihatinkan iman menjadi mati. Umat beriman meninggalkan imannya menghadapi dunia yang lebih mengagungkan kedangkalan dan kenyamanan semu. Padahal sepanjang sejarah Gereja terbukti bahwa iman Katolik tak lepas dari aneka tantangan. Umat beriman perlu belajar dari kekayaan sejarah, pengetahuan dan kerohanian Gereja yang meskipun menghadapi aneka tantangan justru iman tidak goyah, melainkan setia berpegang pada iman yang benar. Contoh-contoh dari kekayaan Gereja itu menampilkan proses belajar, menampilkan rahmat tersembunyi serta kesetiaan iman yang mendalam.

Keprihatinan lain berkenaan dengan keguyuban. Relasi persaudaraan di kalangan umat beriman tidak berkembang. Trend jaman sekarang yang mengagungkan individualisme, materialisme, hedonisme membuat umat beriman terjebak dalam mementingkan diri sendiri, mengutamakan pemenuhan kebutuhan duniawi serta mengagungkan kepuasan diri semata. Situasi ini mengancam paguyuban umat beriman. Kesempatan bertemu tidak diadakan. Atau jika diadakan, pertanyaan yang muncul ialah apa keuntungan hadir dalam paguyuban umat beriman. Kebersamaan yang guyub tidak terwujud, komunikasi dan kesempatan untuk saling mengenal tidak tercipta. Kegiatan kunjungan, sharing perasaan, kesempatan refleksi bersama tidak diadakan dan tidak menjadi tujuan yang harus diperjuangkan dengan sadar dan terencana. Suasana persekutuan, berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa, bersatu saling percaya, berbagi, bertekun dan dengan sehati, makan bersama-sama dengan gembira dan tulus hati hanya impan belaka. Tidak mengherankan di antara umat beriman ada yang menyeberang sungai Yordan menemukan rumput tetangga yang lebih hijau.

Dalam hal pelayanan, kesadaran umat beriman untuk melibatkan dalam pelayanan masih perlu ditingkatkan. Mereka yang terlibat dalam pelayanan ada yang melakukan dengan terpaksa, berat hati, dan ogah-ogahan. Pelayanan itu dilakukan asal jalan, sekedar rutinitas dan demi kewajiban. Di lain pihak, banyak pula umat beriman yang memiliki kapasitas dan latar belakang ilmu serta memiliki jabatan atau posisi di bidang kerja yang sebenarnya bisa disumbangkan dalam pelayanan. Namun betapa tidak mudah membangkitkan semangat pelayanan. Hambatan keterlibatan dalam pelayanan itu dapat berupa ketidaktahuan, perasaan tidak ada prestise, persepsi in-efektifitas atau bahkan kecenderungan individualisme. Memang melakukan pelayanan perlu sikap tulus dan gembira. Tidak jarang mereka yang terlibat dalam pelayanan mengalami godaan untuk berhenti melayani. Terlebih jika mengalami bahwa pelayanannya tidak membawa hasil atau hanya membuat putus asa.

Dalam rangka misioner, kesadaran misioner umat beriman masih perlu ditumbuhkan. Memang benar, sebagaimana Yesus sendiri mengutus para murid, kita pun mengalami diutus ke tengah-tengah serigala. Namun perutusan Yesus jelas yaitu pergi dan mewartakan kabar gembira keselamatan. Medan perutusan memang serba penuh tantangan. Tantangan dari luar seperti, kenyataan kemiskinan dan ketidakadilan, politik itu kotor, korupsi serta isu kristenisasi membuat aneka usaha perbaikan seolah menemui dinding tebal yang tak mungkin diruntuhkan. Atau tantangan dari dalam seperti, perasaan tidak layak, takut menghadapi ancaman dan kehilangan kemapanan, serta puas terlibat di seputar altar saja selalu melemahkan niat untuk menumbuhkan kesadaran misoner dan melibatkan diri dalam aneka persoalan.

3. Tujuan

Tujuan Sub Tema APP 2011 mengajak umat beriman Keuskupan Surabaya sebagai Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati dengan kriteria sebagai berikut:

1. Mengembangkan semangat melibatkan diri dalam persekutuan hidup menggereja. Artinya mengembangkan semangat mau terlibat, peduli dalam kehidupan menggereja bukan sekedar memenuhi tanggung jawab dan kewajiban sebagai orang yang telah dibaptis saja, namun sebagai ungkapan syukur dan perwujudan kehendak baik, sebagai kesempatan untuk memberi, bukan lagi mencari dan memperoleh.

2. Mengembangkan iman yang dewasa. Artinya, memiliki iman yang berakar mendalam. Iman yang dibangun di atas batu karang yang kokoh, bukan dibangun di atas pasir. Sekalipun aneka persoalan menerpa iman tidak goyah melainkan setia berpegang pada iman yang benar sebagaimana diwariskan oleh para Rasul. Hal itu ditempuh dengan semangat belajar dari contoh-contoh kekayaan Gereja yang menampilkan proses belajar, rahmat tersembunyi serta kesetiaan iman yang mendalam.

3. Mengembangkan relasi kebersamaan untuk menciptakan komunitas yang guyub. Hal ini ditempuh dengan cara mengembangkan relasi persaudaraan di kalangan umat beriman, mengadakan kesempatan perjumpaan, komunikasi, saling mengenal. Melalui kegiatan kunjungan, sharing perasaan, kesempatan refleksi bersama yang diperjuangkan dengan sadar dan terencana. Dengan demikian tercipta suasana persekutuan, sebagaimana komunitas jemaat perdana yang selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa, bersatu saling percaya, berbagi, bertekun dan dengan sehati, makan bersama-sama dengan gembira dan tulus hati.

4. Menumbuhkan semangat pelayanan, bukan dengan terpaksa, berat hati, sekedar rutinitas dan demi kewajiban. Namun melayani dengan tulus dan gembira, ikut ambil bagian dalam karya penciptaan, sesuai dengan kapasitas masing-masing.

5. Menumbuhkan kesadaran misioner umat beriman sebagaimana diutus oleh Yesus sendiri pergi ke tengah-tengah serigala, untuk mewartakan kabar gembira keselamatan di tengah medan yang serba penuh tantangan.

4. Dasar Biblis – Teologis

Pergilah, jadikanlah segala suku bangsa muridKu, demikian sabda Yesus (Mat 28:19). Hal ini memberikan kita gambaran betapa pentingnya panggilan Yesus bagi kita yang sudah percaya kepadaNya, agar kita menjadi muridNya. Selain itu menegaskan bahwa Yesus menghendaki umat beriman yang percaya adalah menjadi muridNya dan bukan sekedar orang percaya.

Melalui Sakramen Baptis umat beriman menjadi muridNya. Baptis menandai dan mengefektifkan umat beriman bergabung dalam komunitas Gereja. Dengan baptis, umat beriman menjadi anggota umat Allah, di lain pihak umat juga menyatakan bahwa mereka mau menerima orang tersebut menjadi anggota bersama mereka. Persatuan dengan umat Allah ini terjadi karena orang yang dibaptis disatukan tidak hanya dengan Kristus, tetapi juga dengan semua orang yang sudah terlebih dahulu bersatu dengan Kristus. Umat Allah adalah sebuah persekutuan orang-orang yang sudah berada dalam persekutuan dengan Yesus Kristus dan dalam Yesus Kristus. Inilah Tubuh Mistik Kristus. Persatuan (yang tak kelihatan) dengan Kristus diungkapkan dengan persatuan (yang kelihatan) dengan anggota-anggota Gereja yang konkret. Rasul Paulus menegaskan bahwa kita semua dibaptis menjadi Satu Tubuh (1 Kor 12:13). Rasul Petrus mengungkapkan bahwa melalui Baptis, orang disatukan dengan anggota-anggota yang konkret dalam kasih persaudaraan (1 Ptr 22-23).

Menjadi muridNya dan percaya kepadaNya dengan menerima Sakramen Baptis tidak lepas dari tuntutan untuk meneladani Sang Guru (Luk.9:23; 14:27). Kata mengikuti berarti meneladani. Seorang murid akan menjadi seperti gurunya (Mat.10:24). Pribadi, kehidupan dan pelayanan Yesus menjadi standard bagi para murid. Kasih ilahi yang ditunjukkan dalam kerendahan hati, kesetiaan, ketaatan, dan rela berkorban menjadi pelajaran yang tak henti-hentinya untuk dipelajari dan dipraktikkan oleh sang murid. Teladan Yesus itulah yang menjadi alasan agar umat beriman sebagai Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati dalam persekutuan, memiliki iman yang dewasa, guyub, penuh pelayanan dan misioner.

Dalam Persekutuan. Dalam doaNya, Yesus menghendaki agar para murid dipelihara dalam namaNya, supaya mereka menjadi satu sama seperti Yesus dan Bapa adalah satu (Yoh 17:11). Yesus pun menghendaki agar para murid menjadi satu: “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu” (Yoh 17: 21-23). Maka demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus, tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. (Rm 12:5). Dalam satu tubuh dan satu Roh, demikian para murid dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan. (bdk., Ef 4:4-5). Maka Paulus mengingatkan kita supaya sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan (bdk., Flp 2:2). Sinode Luar Biasa Para Uskup (1985) mengemukakan suatu rumus pemahaman Gereja yang baru, yakni paham communio atau persekutuan. Artinya sebagai hubungan atau persekutuan (communio) dengan Allah melalui Yesus Kristus dalam sakramen-sakramen. Paham ini tidak dapat dimengerti secara organisasi saja, karena paham communio juga mendasari komunikasi di antara para anggota Gereja sendiri. Karena itu kesatuan communio ini berarti keanekaragaman dalam cara berkomunikasi, sebab Roh Kudus yang tinggal di hati umat beriman dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan. Dialah yang membagi-bagikan aneka rahmat dan pelayanan, serta memperkaya Gereja Yesus Kristus dengan pelbagai anugerah.

Iman Yang Dewasa. Yesus menyerukan kepada para murid “setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir” (Mat 7: 24-26). Paulus memuji jemaat di Efesus yang karena iman mereka dalam Yesus dan kasih mereka terhadap semua orang kudus membuatnya bersyukur. Paulus mendoakan agar Bapa memberikan Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar (Ef 1:15-17). Iman itu hendaknya ditekuni, dengan tetap teguh dan tidak bergoncang dan jangan mau digeser. (Kol 1:23). Sebagaimana Yesus sendiri berkata, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Mat 5:48)

Guyub. Yesus menyatakan kepada para murid bahwa “Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."(Mat 18:20). Dalam pengajaran, Yesus selalu berkumpul bersama para murid (Mrk 6: 30). Lukas dalam Kisah Para Rasul menceritakan bagaimana jemaat perdana mengalami persekutuan yang sehati, “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (Kis 2: 41-47). Dalam persekutuan yang guyub mereka mengalami kebersamaan, hidup dalam kasih karunia yang melimpah, sebagaimana diceritakan dalam Kisah Para Rasul, “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya (Kis 4: 32-35).

Penuh Pelayanan. Yesus mengajak para murid ikut serta mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan (Mat 6:33). Karena, setiap orang yang karena namaKu meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal (Mat 19:29). Kepada pemuda saleh yang kaya bahkan Yesus memberi tantangan pelayanan, “jikalau engkau hendak sempurna pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku” (Mat 19:21). Petrus mengajak kita ikutserta dalam pelayanan yang sukarela, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri” (1 Ptr 5:2). Paulus bahkan menyatakan bahwa pelayanan itu sebagai semangat pribadi tanpa upah, “Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil (Kor 9:17-18)

Misioner. Yesus sendiri memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua, serta memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat (Mrk 6:7). Dalam proklamasi perutusanNya, Yesus mengatakan bahwa ia diutus oleh Roh Tuhan untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin dan untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas dan untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.(Luk 4: 18-19). Yesus mengajak dan mengutus kita, "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. (Mat 10: 16). Suasana itulah yang membuat Yeremia merasa tidak layak dan tidak mampu (Yer 1:4-5) dan membuat Yeremua menawar perutusan Tuhan (Yer 6:10). Meskipun Tuhan mengutus Yeremia tetap menunjukkan kesetiaanNya mengguatkan (Yer 1:7-10), memberi kemungkinan peluang (Yer 30:1-9), serta meneguhkan walaupun jaminan pasti di masa depan masih meragukan (Yer 2:1-6).

5. Pertobatan dan Pembaruan: Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati

Pertobatan dan pembaruan merupakan undangan sekaligus keterbukaan terhadap rahmat Allah. Yesus sendiri mengatakan bahwa, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa; untuk menyelamatkan orang berdosa” (Mat 9: 13; 1 Tim 1:15).

Dalam kesempatan pertobatan dan pembaruan ini, umat beriman diajak untuk membarui diri kembali mengenakan semangat penyerahan diri (Luk14:33) yang artinya mengikuti teladan Sang Guru, bukan mengikuti kehendak pribadi atau trend dunia. Masa prapaskah kesempatan mendalam untuk mendengarkan SabdaNya (Yoh.8:31-32), yang berarti suatu sikap untuk memperhatikan kembali ajaran Yesus yang seringkali diabaikan. Ini merupakan aspek internal seorang murid yang bertekad bertumbuh dalam iman yang semakin dewasa. Kesempatan tinggal dalam SabdaNya berarti hidup dalam kesetiaan dan ketaatan penuh kepada Kristus. Sebagaimana kata “murid” (disciple) erat kaitannya dengan kata disiplin di mana mengandung unsur kesetiaan yang terus menerus dan unsur ketaatan. Seorang murid bukan saja belajar dari apa yang diajarkan gurunya, melainkan juga mengikuti teladan dari Sang Guru. Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan mengasihi tanpa pamrih. Sebab itu Yesus memberikan perintah kepada kepada murid-muridNya untuk saling mengasihi sesuai dengan kasih yang telah diberikanNya kepada mereka. Saling mengasihi adalah aspek eksternal seorang murid dalam kebersamaan dengan orang lain (Yoh.13:34-35).

Demikianlah, umat beriman diajak untuk meninggalkan manusia lama yang cenderung mengabaikan keterlibatan dalam persekutuan atau memandang keterlibatan dalam persekutuan hanya sebagai sampingan belaka. Keterlibatan dalam persekutuan dengan pola lama yang terbatas pada loyalitas pada kelompok tertentu, berdasarkan tradisi dan bercorak karitatif saja perlu dihayati secara baru dengan loyalitas menggereja universal, berdasarkan opsi dan bercorak transformatif. Umat beriman diajak pula memperkokoh imannya dengan membangun iman di atas batu karang yang kokoh sehingga ketika menghadapi aneka tantangan iman tidak goyah, melainkan setia berpegang pada iman yang benar warisan para Rasul. Umat beriman diingatkan agar tidak mengikuti trend sekarang yang mengagungkan individualisme, materialisme, hedonisme dengan menciptakan kebersamaan, komunikasi dan kesempatan untuk saling mengenal. Kegiatan yang bisa dilakukan misalnya, doa bersama, kunjungan, sharing perasaan, refleksi bersama dan saling berbagi, sehingga tercipta kebersamaan yang guyub, sehati dan sejiwa. Umat beriman dimotivasi kembali agar melibatkan diri dalam pelayanan yang tulus dan gembira. Terlebih, Yesus sendiri mengutus kita murid-muridNya, diutus ke tengah-tengah serigala untuk pergi dan mewartakan kabar gembira keselamatan. Dengan demikian, murid Kristus yang melibatkan diri dalam persekutuan, memperteguh iman, menciptakan keguyuban, melibatkan diri dalam pelayanan dan perutusan berarti sedang berusaha Mewujudkan Iman Yang Sejati

Pertobatan dan pembaruan sebagai Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati, yang selaras dengan Arah Dasar Keuskupan Surabaya perlu diiringi dengan partisipasi yang mengembangkan tiga dimensi keterlibatan personal yang saling. Yaitu sikap mengenal dan memelihara semangat yang tepat, mengembangkan pemahaman yang benar, meningkatkan daya kepeloporan dalam kebersamaan. Kita berharap segenap umat Keuskupan Surabaya semakin mengenal, mencintai dan melibatkan diri dalam gerakan bersama hidup menggereja ini. Amat indah bila ada beberapa orang yang rendah hati dan mau mendengarkan, bersedia untuk belajar dan mengembangkan diri dalam kebersamaan. Iman yang sejati terwujud secara lebih utuh dalam persekutuan di Lingkungan dan Paroki melalui interaksi langsung dan keterlibatan aktif dalam pelaksanaan panca tugas Gereja. Oleh karena itu, kegiatan di tingkat Lingkungan dan Paroki merupakan bagian amat penting dan dapat disebut sebagai inti dalam kegiatan menggereja Keuskupan. Perhatian dan daya upaya untuk mengembangkan hal tersebut diwujudkan di Keuskupan Surabaya dengan mengembangkan pola pastoral berbasis persekutuan.

6. Perutusan Untuk Pembaruan:

Pertobatan dan pembaruan umat beriman, sebagai Murid Kristus Mewujudkan Iman Yang Sejati terwujud secara lebih utuh dalam persekutuan di Lingkungan dan Paroki, melalui interaksi langsung dan keterlibatan aktif dalam pelaksanaan panca tugas Gereja. Kegiatan di tingkat Lingkungan dan Paroki yang merupakan bagian amat penting dan dapat disebut sebagai inti dalam kegiatan menggereja Keuskupan itu antara lain:

1. Mensyukuri rahmat Sakramen Baptis dengan mempertegas kembali semangat sebagai murid, yang terbuka, rendah hati dan percaya, mengikuti teladan Sang Guru, tekun mendengarkan SabdaNya, memupuk kesetiaan dan ketaatan terhadap ajaran Gereja, pula dalam Ekaristi, devosi, pendalaman iman serta laku puasa dan pantang.

2. Melibatkan diri dalam persekutuan umat beriman, memupuk sikap peduli atau sense of belonging pada hidup menggereja dan menciptakan kesempatan yang mendukung keterlibatan dalam persekutuan. Keterlibatan dalam persekutuan berarti meninggalkan pola lama yang terbatas pada loyalitas pada kelompok tertentu, berdasarkan tradisi dan bercorak karitatif saja dan mengenakan pola baru berupa loyalitas menggereja universal, berdasarkan opsi dan bercorak transformatif. Misalnya terus belajar dan mengembangkan kapasitas diri, mendukung persekutuan serta setia hadir dalam persekutuan di tingkat Lingkungan, Stasi, Paroki, Kevikepan maupun Keuskupan.

3. Memperkokoh iman, dengan membangun iman di atas batu karang yang kokoh sehingga ketika menghadapi aneka tantangan iman tidak goyah, melainkan setia berpegang pada iman yang benar warisan para Rasul. Misalnya mengembangkan relasi persaudaraan, menjaga sikap peduli atau sense of belonging pada hidup menggereja, tidak menyerah atau mundur, mampu mengelola konflik serta aneka tantangan hidup beriman dalam kesempatan-kesempatan retret dan rekoleksi.

4. Melibatkan diri dan menciptakan kebersamaan, dengan mengintensifkan komunikasi dan kesempatan untuk saling mengenal. Misalnya melalui kunjungan, sharing perasaan, refleksi bersama, saling berbagi dan peduli membentuk credit union sehingga tercipta kebersamaan yang dirasakan secarnya nyata, yang guyub, sehati dan sejiwa.

5. Melibatkan diri dalam pelayanan yang tulus dan gembira untuk mewartakan kabar gembira keselamatan. Setiap umat beriman menyadari kapasitas dirinya dan mengetahui apa yg menjadi kebutuhan dalam dinamika hidup menggereja, sehingga tahu di posisi mana dapat mengambil peran. Misalnya para dokter dan para medis dapat mendukung karya sosial kesehatan, guru dapat mendukung karya pendidikan, akuntan dan ahli keuangan menata pengelolaan keuangan gereja, pengusaha memberi dukungan modal usaha dan semangat berwirausaha, petani mendukung karya pertanian lestari atau karyawan yang mengembangkan diri supaya semakin kreatif. Karya pelayanan dan perutusan merupakan karya sosial yang menuntut kepeloporan proaktif dan membawa harapan terutama kepada mereka yang berkekurangan.