03 November 2009

Kabar Relawan Keuskupan Surabaya Di Padang (Kloter II)




Bagaimana kabar dari Padang dari relawan Keuskupan Surabaya ? Sebagaimana diketahui, sebelum kloter pertama pulang, dua hari sebelumnya, relawan kloter kedua tiba di Padang. Mereka adalah, Bp. Mugi Santosa, Agnes Kartika, Bp. Yulius Guntur Suseno, Leonardus Latu dan Heri Risdiono, yang berada di Padang sejak 17 Okt - 1 Nov 2009. Setelah beristirahat sehari, keesokan harinya diadakan rapat koordinasi di Kantor Komisi, mereka membagikan kisahnya.

Bp Yulius Guntur Seno, menceritakan bahwa di sana relawan dari Surabaya benar-benar diunggulkan. Hal yang paling banyak dilakukan distribusi dan tepat sasaran. Proses ini sangat bergantung pada stok di gudang. Tim mampu menjangkau tempat-tempat yang belum pernah mendapat bantuan. Kebetulan tim ditempatkan di wilayah Pariaman. Dengan cara yang dilakukan, masyarakat merasa betul-betul diperhatikan. Tanggapan dari masyarakat sangat positif karena sistem kerja tim sangat cepat. Waktu yang diperlukan hanya sekitar 2-3 hari sehingga masyarakat segera langsung menerima bantuan. Kepala kampung juga beranggapan bahwa bantuan sangat menolong dibandingkan dengan bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Proses yang dilakukan oleh pemerintah terlalu berbelit dengan berbagai prosedur, harus mengantri, padahal jumlah bantuan yang didapat minim.

Lelaki asli Madiun yang sudah memiliki seorang cucu ini mengatakan masyarakat sangat bersyukur dengan bantuan yang mereka terima. Tim merasa sangat koordinatif dengan warga saat melakukan pendistribusian, hingga pada saat membantu memasang tenda. Ia bahkan menerima ungkapan terima kasih berupa cipika-cipiki, yang disambut tawa semua peserta rapat siang itu. Ia menambahkan partisipasi masyarakat sangat baik, tanggap dan mau ikut bergerak. Pada saat pendistribusian tim relawan memperingatkan kepada warga apabila dalam 3 hari tenda yang dibagikan belum didirikan, maka bantuan akan ditarik kembali. Hasilnya setelah 3 hari, saat melakukan pengamatan, semua tenda yang dibagikan sudah berdiri sampai ke pelosok-pelosok. Harapannya ke depan ada baiknya jika mengirim relawan lagi, kita mengirimkan orang-orang yang berpengalaman.

Mugi Santosa, asli Pare, Kediri mengisahkan pada hari pertama tim langsung ke Bungus, Padang Selatan yang ternyata warga belum mendapatkan bantuan sama sekali. Tim melakukan assessment hingga verifikasi. Proses assesment dan verifikasi yang harusnya diberi target 3 hari, dapat dilakukan oleh relawan dalam dalam 1 hari. Tim dipantau oleh relawan dari Trocaire yang langsung melihat sistem kerja. Mereka sempat heran dengan cara kerja tim, yaitu dengan memberdayakan masyarakat setempat dan masyarakat setempat ikut bergerak. Proses pendistribusian dengan demikian berlangsung sangat cepat. Pengalamannya itu menurutnya diteruskan dan titipkan kepada tim Makasar yang hadir sebelum tim pulang. Satu hal yang menarik, setiap kali melakukan distribusi warga menyambut gembira, apalagi bila semua puas. Hasilnya ia pulang kembali ke posko Joint Response Caritas dengan membawa satu tas kresek pisang goreng atau kelapa muda bahkan sempat diberi satu karung durian, sebagai ungkapan terima kasih. Sesampai di Surabaya pun, warga yang diberi bantuan seakan tak bisa melupakan dan masih menghubungi nomer handphone-nya.

Agnes Kartika, satu-satunya perempuan dalam tim relawan Keuskupan Surabaya mengisahkan bahwa saat pertama datang langsung ke Pasaman Barat. Manajemen assesment dan distribusi di sana masih kacau. Hari kedua tim mulai bekerja, meskipun belum menemukan sistem kerja yang pas. Data-data sekunder yang diterima ternyata banyak yang tidak benar. Sistem pemerintah di sana juga kacau. Jadi setiap tim masuk ke suatu tempat, harus mempelajari sistem pemerintahan yang berlaku di daerah itu. Kemudian tim diajari cara melakukan assessment yang benar, karena hasil assesment sebelumnya dianggap tidak sesuai dengan format yang diberlakukan oleh Karina. Setelah mendapat ilmu yang benar tim juga melakukan verifikasi ke masyarakat. Ia sempat dimasukkan ke dalam tim monitoring, yang merupakan tim yang baru dibentuk. Tim monitoring bertugas untuk mengecek kembali pendistribusian hingga mengetahui kualitas barang yang diberikan ke masyarakat. Ternyata sistem monitoring dirasa kurang efektif sehingga kemudian diubah. Menurut perempuan kelahiran Surabaya yang menghabiskan masa cuti setahun dua minggu ini, tim relawan dari Surabaya sangat diandalkan meskipun menjangkau daerah yang sama sekali tidak dapat pelayanan dari lembaga lain. Apalagi dukungan Joint Response Caritas, barang dan tenda yang dibagikan sangat bagus. (Bp. Ferdinandus Locke, notulis)