05 September 2009

Project Cycle Management Di Surabaya



Karina Keuskupan Surabaya menyelenggarakan Project Cycle Managemet (PCM). Kegiatan yang diadakan di Hotel Fortuna, Surabaya ini diikuti oleh 35 peserta. Mereka berasal dari utusan Karina Keuskupan Se-Regio Jawa, kecuali Bogor dan Semarang. Juga peserta dari Keuskupan lain, yaitu Ketapang, Pontianak (Regio Kalimantan), Makasar (Regio Sulawesi), Sorong (Regio Irian), Kupang, Ende, Maumere, dan Denpasar (Regio Bali dan Nusa Tenggara). Selain itu, seorang peninjau, Mia Mochtar dari Trocaire, Caritas Ireland partner dari Karina.

PCM di Surabaya, merupakan seri kedua dari serial pelatihan yang ditetapkan oleh Karina KWI, yaitu di Palembang, 20 – 24 April 2009 (untuk Regio Sumatra), di Surabaya, 31 Agtustus-5 September 2009 (untuk Regio Jawa dan sekitarnya), serta di Pontianak, 12-16 Oktober 2009 (untuk regio Kalimantan dan Semarang). Pelatihan ini merujuk pada rencana kerja Karina KWI untuk periode Juni 2008 – Mei 2010, di mana salah satu bidang yang menjadi perhatian Karina KWI ialah penguatan kapasitas organisasi (capacity building). Bidang ini mencakup 3 sub bidang yaitu pengembangan organisasi (organizational development), penguatan siklus manajemen proyek kemanusiaan (project cycle management), dan penguatan manajemen keuangan (financial management).

Pelatihan ini bertujuan penguatan kapasitas bagi mitra keuskupan yang telah tergabung dalam jaringan Karina Keuskupan untuk memperkuat pelayanan sosial kemanusiaan yang dikembangkan di masing-masing Keuskupan. Pada sub bidang penguatan siklus manajemen program kemanusiaan, Karina KWI memandang perlunya pengelolaan secara well-performed dan well-managed disertai pengelolaan organisasi yang efektif. Pendekatan PCM dipandang tepat untuk mengelola program.

Secara umum pelatihan PCM mencakup beberapa pokok bahasan, yaitu: memperkenalkan nilai Karina dalam sebuah organisasi, membentuk kelompok untuk menjalankan mandat organisasi, memperkenalkan PCM dengan beberapa penekanan, apa itu PCM, analisa stakeholders, analisa masalah, analisa tujuan, scoping, clustering dan prioritizing. Selain itu peserta mendapatkan masukan mengenai matriks logframe 4 x 4, membuat indikator dan asumsi, membuat sumber verifikasi (source of verification), budget, team building, evaluation dan monitoring serta diakhiri dengan bagaimana penulisan proposal, pembulatan dan rencana tindak lanjut.

Di awal acara, RD. A. Luluk Widyawan, Ketua Karina Keuskupan Surabaya, mengatakan bahwa ini merupakan kesempatan belajar siklus pengelolaan program, sehingga perencanaan program tertata dan pelayanan kemanusiaan dilakukan dengan tepat. Sebagaimana dalam paparannya tentang Ensiklik Paus Benediktus XVI, Deus Caritas Est, semua ditujukan agar pelayanan kasih menjadi kegiatan bersama dan teratur kaum beriman. Dalam ensiklik tersebut juga disebut, gagasan pelayanan kasih berdasarkan tuntuntan jaman, namun tetap menampilkan nilai-nilai khas. Antara lain nilai menolong dan mencukupi kebutuhan yang membutuhkan, lepas dari kepentingan ideologi dan politik, serta proselitisme yaitu tidak mencari pamrih atau merebut anggota agama lain.

Didampingi fasilitator PCM Regio Jawa, Bp. Edi Locke (Keuskupan Surabaya), RD. Budhi Prayitno, RD. Blasius Slamet Lasmunadi (Keuskupan Purwokerto) dan Ditto Santosa (Karina KWI) peserta memasuki pelatihan. Pada tahap persiapan, peserta diajak membuat organisasi imajiner yang sedang menentukan topik masalah dan analisa pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan topik.

Hari kedua, peserta memasuki tahap analisa, dimana terdapat analisa masalah untuk megecek topik yang sudah ditentukan dengan para stakeholders, menginventaris masalah yang berkaitan dengan topik tersebut, mengecek masalah apakah dipahami oleh para stakeholders dan membuat pohon masalah dengan prinsip sebab-akibat.

Hari ketiga, peserta memasuki tahap analisa tujuan, dengan mengubah pohon masalah menjadi tujuan sekaligus mengecek tujuan tengah dan akhir secara realistik, spesifik dan terukur. Kemudian memasuki tahap analisa strategi, dimana pohon tujuan dimasukkan dalam kelompok dan peserta menentukan kelompok tujuan yang menjadi tujuan intervensi. Sore harinya, peserta mulai mengerjakan Logical Framework Approach (LFA) atau tahap Pendekatan Kerangka Logis. Peserta menentukan Logika Intervensi dengan memilih tujuan umum atau tujuan khusus, menentukan asumsi dan pra-kondisi dengan merefleksikan situasi sekitar dan faktor-faktor yang mempengaruhi logika intervensi yang telah dipilih.

Hari keempat, peserta lalu menentukan indikator seperti, menentukan kelompok target, waku dan tempat serta hal-hal yang dipakai sebagai tolok ukur bahwa suatu aktivitas berhasil. Kemudian menentukan alat verifikasinya. Peserta lalu diajak memasuki bagian yang penting ialah tahap penentuan sarana, biaya dan rencana kerja. Para peserta diajak untuk memikirkan jika menjalankan aktivitas tersebut dengan mengidentifikasi sumber daya manusia dan fisik lainnya, membuat anggaran sesuai kebutuhan yang diidentifikasi dan membagi peran dan tanggung jawab. Hari kelima, peserta diperkenalkan dengan ketrampilan komunikasi dan pembentukan tim. Dan pada tahap akhir, peserta diperkenalkan dengan cara menulis atau menuangkan kerangka logis tersebut dalam sebuah proposal.

Kegiatan pelatihan tersebut berlangsung selama 5 hari, rutin sejak jam 8 pagi dan berakhir pada jam 5 sore. Para peserta meskipun kelihatan letih, kembali bersemangat setiap kali ice breaking diselingi dengan humor segar. Karena seluruh peserta dilibatkan secara aktif dalam menjaga alur kegiatan harian.

Bp. Yono Hascaryo, dari Lembaga Daya Dharma, Keuskupan Agung Jakarta, mengatakan bahwa para pemimpin Gereja akhir-akhir ini sering menyerukan partisipasi. Kasih yang mudah tampak dalam pelaksanaan PCM, di mana proses perencanaan bertujuan mempermudah, bukan dalam soal cara, namun pelibatan orang. Jika dalam perencanaan melibatkan pihak-pihak yang terlibat dengan teori dan spiritualitas sampai ke perencanaan maka semua pihak dapat memberi dukungan secara mudah, entah berupa keterlibatan maupun dana. Sekalipun orang tidak ikut proses perencanaan PCM, membaca hasilnya saja orang mudah menangkap, mudah terlibat dan mudah untuk mengukur apakah suatu karya berhasil atau tidak.

RD. Feri Dhae, dari Karina Keuskupan Agung Ende, memberikan perspektif lain. Sebagai seorang yang pernah belajar sosiologi di Ateneo University, Manila, beliau terdidik memakai analisa sosial, sedangkan PCM menggunakan analisa pohon masalah. Analisa sosiologi menurutnya berdasarkan realita atau fenomena, sedangkan PCM berdasarkan logika. Namun keduanya berusaha mencari kebenaran sosial. Pelatihan ini menjadi pedoman untuk menentukan program Karina Keuskupan yang selama ini pola pastoral kebanyakan bersifat rutin dan sekedarnya. Seharusnya menjadi pola yang memiliki paradigma didasarkan pada analisa.

Ditto Santosa, arek Suroboyo, yang kini menjadi pengampu capacity building Karina KWI mengatakan bahwa, kegiatan ini cocok untuk para supervisor lini pertama hingga level manajerial, dalam lembaganya yang akan berguna dalam pengelolaan program kemanusiaan.

Hany Hendra Wardhana, dari emergency response Karina Keuskupan, mengatakan bahwa pelatihan ini sangat bermanfaat karena membantu pelaksanaan tugas-tugas kemanusiaan yang diemban Karina dalam pemberdayaan sosial yang berkelanjutan

Bp. Kristianus Jumpat, dari Karina Keuskupan Agung Pontianak mengatakan bahwa ia mengikuti PCM pertama-tama untuk menambah informasi dan model pembelajaran untuk fasilitator inti. Karena Regio Kalimantan akan menyusul sesudah ini.

RD. Budhi Prayitno, fasilitator yang juga Ketua Karina Keuskupan Purwokerto mengatakan bahwa pelatihan ini membantu membuat persiapan. Jika persiapan baik maka karya pelayanan dapat dipertanggungjawabkan karena suatu kegiatan dijalankan dengan objectived oriented participatory planning (OOPP), yaitu perencanaan yang berorientasi tujuan dengan metode partisipasi. Imam yang juga anggota TQM Karina ini mengingatkan bahwa proses ini pertama-tama bukan proses untuk mendapatkan dana, meskipun yang biasa dilihat donor adalah logframe-nya. Demikian pula, donor bila akan melakukan monitoring dan evaluasi tinggal melihat logframe, sebagaimana pelaksanaan anggaran dicek melalui budget.

Mia Mochtar, dari Trocaire, Caritas Ireland mengaku sebagai program assistant ia perlu mengetahui tentang PCM untuk mendukung kerja di kantor. Pelatihan di Surabaya ini menurutnya menyenangkan, tidak terlalu ngantuk karena ia bisa menangkap tujuan training dan tidak kesulitan dengan istilah-istilah yang diapakai.

Ibu Deliana, dari Jakarta, mempelajari PCM karena promosi dari teman sekantor. Memang dalam situasi bencana, ia ditugaskan untuk mengkoordinir bantuan darurat. Meskipun sebenarnya dalam hal isu tidak relevan, namun berguna untuk menyusun program. Yang dirasa baru menurutnya dalam hal memanfaatkan SWOT untuk menganalisa strategi serta detil proses pembelajarannya yang diberi waktu cukup. (Tim Notulensi, Edi Locke)