27 April 2009

Penutupan Posko Mojoasem, Doa Bersama Relawan



Setelah sejak akhir Februari lalu relawan hadir di Mojoasem bersama warga merespon bencana banjir Bengawan Solo, maka kemarin 26 April diadakan pentutupan Posko. Acara bertajuk Malam Doa Bersama Relawan Peduli Banjir Bengawan Solo itu dihadiri sekitar 300 orang terdiri dari warga desa Mojoasem, Siser, Pesangrahan, Bulutigo, Duyung, Jabung, Dateng, Ngelap, para kades dan perangkatnya serta para relawan.

Acara diawali dengan doa oleh Ustad Muhdi, lalu diadakan sarasehan bersama. Rm. Wawan dan Rm. Sabas mengungkapkan rasa persaudaraan karena merasa diterima. Kepala desa Mojoasem mengungkapkan bahwa ia berusaha mendapatkan dukungan pemerintah, namun tidak mudah. Posisi ini membuatnya terjepit karena warga mengharap bantuan pemerintah, termasuk untuk tanggul yang jebol dan rumah yang rusak. Maka ia mengajak warga membangkitkan keswadayaan mengatasi masalah bersama. Hal yang sama diungkapkan oleh kades desa lain.

Ipung sebagai relawan lokal mengungkapkan bahwa warga sudah dapat bekerja secara sosial dan kebersamaan ini penting. Satu hal yang menarik ialah banjir bukan bencana namun kiriman yang harus disambut. Opung yang menjadi koordinator Posko menjelaskan bahwa relawan tak lain adalah mereka yang iklas ewang-ewang (membantu), maka kehadiran relawan hanya membantu saja.

Sebuah pertanyaan, bagaimana jika terjadi banjir lagi ?, sebagaimana 2 tahun terakhir dan masih mungkin terjadi ? Harapannya warga diberdayakan bersama pemerintah yang memberi bantuan, jika kurang bisa mengontak para Romo, sebagaimana diungkapkan Mas Subari. Memang sejak dua tahun terakhir ungkapan Romo, Keuskupan tidak asing bagi warga yang sebenarnya merupakan komunitas non Katolik itu. Demikian pula ungkapan warga lain agar tetap terjadi jalinan antara relawan dan warga yang masih membutuhkan dukungan. Acara yang dimeriahkan dengan musik dang dut khas pesisiran itu diakhiri dengan makan sate bersama. (Rm. Sabas Kusnugorho, Pr)