13 Februari 2009

Dari Temu Ketua PSE Regio Jawa

Pada tanggal 27-29 Januari 2009, para ketua Komisi PSE Regio Jawa mengadakan pertemuan rutin. Pertemuan yang diadakan di Wisma St. Magdalena Postel, Malang itu dihadiri seluruh perwakilan dari 7 Keuskupan di Jawa.

Pada hari pertama, diadakan sharing karya setiap keuskupan menampilkan hasil pembuatan bahan sarasehan iman atau pendalaman iman Aksi Puasa Pembangunan 2009. Sebagaimana tema yang telah dikeluarkan oleh Komisi PSE KWI yaitu Kesejatian Hidup Dalam Hubungan Dengan Umat Beragama, masing-masing Keuskupan menampilkan berbagai bentuk bahan.

Keuskupan Malang menamiplkan bahan yang dibuat cukup komprehensif dalam satu buku. Satu buku tersebut menampilkan isi pendasaran tema, bahan untuk anak, untuk remaja dan dewasa. Menarik bahwa berbagai kutipan Kitab Suci diambil dari surat-surat Rasul Paulus. Menurut Rm. Emil, Pr kebetulan Keuskupan Malang masih menjadikan tahun Paulus sebagai bagian pewartaan.

Keuskupan Purwokerto mengarahkan tema APP dengan tahun formalisme beragama yang menjadi fokus tahun ini. Diharapkan dengan bahan yang dibuat turut memotivasi umat untuk merefleksikan cara beragama mereka yang seharusnya tidak sekedar luaran atau formal belaka.

Keuskupan Agung Semarang, sesuai dengan arah dasar pastoral mengarahkan tema APP dengan fokus pada kaum muda. Arah dasar itu sendiri mengajak Melibatkan Kaum Muda dalam Pengembangan Umat. Tema yang diambil ialah Bersama Kaum Muda Memberdayakan Hubungan Antar Umat Beragama. Tidak hanya bahan sarasehan, mereka juga membuat bahan renungan devosi jalan salib dan menterjemahkan bahan bagi umat yang memakai bahasa Jawa.

Keuskupan Agung Jakarta, mengambil tema APP kali ini dengan tekanan sedikit luas, ialah ajakan Mari Bertanggungjawab. Rm. Ignatius Swasono, SJ mengatakan bahwa habitus tanggung jawab mengandung ikut menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan hidup sebagai pribadi, sosial, kemasyarakatan dan negara. Tanggung jawab yang dibidik ialah dalam keluarga, kepada lingkungan gerejani, kepada masyarakat dan kepada bangsa dan negara. Untuk poin terakhir memang ditekankan sebagai ajakan agar umat bertanggung jawab pada proses demokrasi sebagai warga negara untuk menggunakan hak dalam Pemili 2009.

Sementara itu Keuskupan Surabaya mengambil fokus perhatian communio. Komunitas menjadi titik berangkat tema APP yaitu Komunitas Dialogis Umat Beriman Demi Kesejahteraan Umum. Bp. Daniel Parwoto mewakili penyusun bahan dari kevikepan Blitar-Kediri mendesain bahan dengan tahapan mengenal masyarakat – menganalisa - menentukan tindakan – bertindak - refleksi dan syukur. Dengan melibatkan masyrakat sekitar, unsur pengurus RT dan RW maka terjadi dialog dengan masyarakat sekitar. Sementara itu Rm. Eka Winarna, Pr dari kevikepan Surabaya, mangatakan bahan didesain supaya umat mengenali realitas dialog-belajar spiritualitas dialog dari ajaran Gereja – mengenal persahabatan antar umat beragama dan berdialog secara nyata untuk mewujudkan kesejahteraan umum dengan merancang suatu karya nyata.

Tema dengan tekanan ide komunitas ini didesain untuk mengajak komunitas-komunitas umat beriman di Keuskupan Surabaya supaya berdialog dengan umat beragama lain. Tidak hanya komunitas teritorial namun juga kategorial. Dialog yang dimaksud bukan dialog teologis yang sering menjebak dalam perbincangan yang defensif, kaku dan hanya membuat dahi berkerut. Dialog yang dimaksud ialah dialog karya yang memungkinkan umat bertemu, bertegur sapa dengan umat lain, tidak hanya itu namun berkarya nyata memperbaiki satu saja persoalan sosial yang ada di sekitar tempat hidup umat. Dialog yang jauh dari perbincangan ide dan gagasan teologis namun menjadi cara, sarana dan jembatan berupa karya nyata yang tujuannya membuat relasi dengan umat lain semakin harmonis.

Hal ini sangat relevan, pertama karena tema komunitas menjadi perhatian di Keuskupan Surabaya sehingga komunitas paling sederhana pun semakin sering bertemu, kian solid dan guyub. Kedua, karena masih banyak komunitas umat beriman entah itu, lingkungan, stasi bahkan paroki pun yang masih curiga, kurang berdialog dan bersikap dingin terhadap gagasan dialog dengan umat beragama lain. Contoh konkretnya misalnya ungkapan yang justru menciptakan block seperti, “untuk apa membantu orang lain, sedangkan umat kita sendiri saja susah” atau “mereka justru selalu merugikan untuk apa repot-repot berdialog”. Ketiga, tema kali ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap komunitas-komunitas umat beriman yang selama ini telah menemukan cara berdialog karya dengan umat beragama lain, misalnya dengan menyediakan makanan gratis atau makanan murah, memfasilitasi buka puasa, menyembelih hewan korban atau membagikan takjil. Keempat, tema ini menjadi pintu masuk untuk memperkuat simpul-simpul hubungan antar umat beragama yang seringkali rentan dirusak dengan aneka isu SARA. Kelima, tema ini menjadikan koreksi terhadap relasi komunitas umat dengan umat beragama lain yang sekedar ko-eksistensi, ada bersama umat beragama lain, “pokoknya tidak ada masalah agama cukup” menjadi pro-eksistensi, tidak sekedar ada bersama, namun berkarya bersama-sama didorong masing-masing ajaran agama yang luhur menjawabi persoalan-persoalan sosial. Dengan keyakinan bahwa persoalan sosial tidak mungkin diatasi sendiri oleh komunitas beriman tanpa berdialog karya dengan umat beragama lain.

Maka, yang sungguh-sungguh harus diwujudkan dalam aksi nyata adalah tindakan nyata, melakukan dialog di komunitas masing-masing dengan umat beragama lain. Cara ini juga hendak mengurangi kebiasaan kurang pas pasca aksi puasa pembangunan yang hanya diakhiri dengan doa bersama, ibadat syukur atau ziarah ke gua Maria yang jsutru relevan terjadi di bulan Maria maupun bulan Rosario.

Pada hari berikutnya, pertemuan para Ketua Komisi PSE Regio Jawa itu juga disemarakkan dengan kehadiraan Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) yang menjajaki kemungkinan kerjasama dengan Komisi PSE. Rm. Y. Gani Sukarsono, CM beserta Domin Dhamayanti, Bernard Marta dan Wisnu Kristiadi menyampaikan peran apa yang mungkin dilakukan FPBN bagi Keuskupan dalam karya pendampingan buruh serta dukungan Keuskupan bagi organisasi anggota FPBN. Para ketua Komisi PSE menyambut kehadiran FPBN sebagai bentuk pastoral alternatif terhadap kaum buruh dan tidak bisa menutup mata terhadap kehadiran para buruh, terutama dukungan cura animarum terhadap karya tersebut.

Di akhir acara, para Ketua Komisi PSE menyepakati acara pelatihan yang akan diadakan pada bulan Juli 2009 berupa pelatihan penelitian sosial bagi para pengurus PSE. Tujuan diadakannya pelatihan tersebut untuk membekali para pengurus PSE dengan alat penelitian yang menjadi sarana mendapatkan data. Hal ini disadari karena pastoral berbasis data menjadi kebutuhan mendesak, selain sebagai umpan balik juga menjaring masukan bagi pelayanan sosial yang lebih berkualitas. Tanpa data, pelayanan sosial berdasarkan asumsi seringkali jauh dari sasaran apa yang sungguh dibutuhkan oleh mereka yang mendapatkan pelayanan. Bp. Aswin dari Keuskupan Agung Jakarta menambahkan bahwa agar peserta pelatihan tidak datang dengan tangan kosong, dapat dirancang sebuah penelitian sederhana yang bias mulai dilakukan di Keuskupan yang dijadikan pembelajaran saat pelatihan. Gayung bersambut, setiap Keuskupan akan mengadakan penelitian sederhana aksi puasa pembangunan yang akan dibahas bersama dalam workshop. Sampai jumpa di Baturaden, Keuskupan Purwokerto. (A. Luluk Widyawan, Pr)