15 Februari 2008

Berpikir Positif Dalam Melayani

Berpikir positif! Berpikir positif! Kalimat itu sering sekali didengar di kantor. Berulang-ulang. Apa pun yang terjadi, selalu berpikir positif! Apalagi atasan Neni. Beliau paling suka mengucapkan kalimat tersebut. Neni sih senang-senang saja mendengar kalimat tersebut. Betul juga sih. Manusia harus selalu berpikir positif. Kalau berpikir negatif terus, bisa-bisa wajah jadi kusut dan cepat tua.

Namun, tadi pagi, ada suatu peristiwa yang membuat Neni merasa tidak bisa lagi berpikir positif. Seorang pelanggan setia datang ke kantor. Beliau memang sering berkunjung. Sebagai petugas customer service, Neni menyambutnya, mempersilakan duduk dan menawarkan bantuan. Tidak seperti biasanya, pelanggan itu tidak bersikap santai dan gembira, tetapi dia datang dengan wajah kusut. Tanpa senyum lagi.

Neni tetap tenang. Setelah duduk, dia menawarkan minuman yang dijawab dengan gelengan kepala. Lalu tiba-tiba dia marah-marah. Neni sendiri masih bingung dan belum mengerti permasalahannya. Neni masih belum mengerti mengapa pelanggan ini marah-marah. Namun, dia tidak diberi kesempatan bertanya. Jangankan bertanya, mau mulai berbicara saja sudah langsung dipotong. Orang itu tidak berhenti marah-marah.

"Perusahaan macam apa ini? Tidak profesional!.Tahu ga mbak, saya tidak suka bekerja sama atau berhubungan dengan orang yang tidak profesional.Di kantor saya, semua bekerja secara profesional! Padahal karyawan saya 200 orang mbak. Namun, tidak ada yang mempemalukan perusahaan........."

Neni masih belum mengerti juga. Mungkin ekspresi wajah Neni tampak masih bingung dan tidak menanggapi sesuai harapan pelanggan tadi, maka orang itu semakin marah. Bahkan, kini mulai tampak menyerang Neni. "Kok bengong sih mbak?" Neni terkejut mendengar perkataan orang itu dan tidak bisa menjawab apa-apa. "Wah, pantas perusahaannya tidak profesional. Karyawannya saja begini!", kata orang itu, lalu dia pergi.

Neni masih bengong sambil memandangi tamunya pergi. Perlahan-lahan mulailah emosinya muncul. Rasanya sakit hati sekali. Kurang ajar! Memangnya siapa sih dia??? Neni sangat kesal. Betul-betul sakit hati. Kasar amat ngomongnya. Neni sampai tidak tahan, lalu dia masuk ke dalam. Di depan gudang belakang dia menangis.

Kebetulan atasan Neni mendengar kejadian tersebut. Beliau langsung mencari Neni dan akhirnya menemukannya di depan gudang. Beliau mendekat dan berkata:" Dia bukan marah ke kamu."

Sambil menangis Neni menjawab: "Ke saya kok pak. Di sana tidak ada orang lain."

"Ya. Tapi dia bukan marah ke kamu."

"Jadi marah kepada siapa kalau bukan marah ke saya?" tanya Neni.

"Mungkin dia marah kepada dirinya sendiri, mungkin marah kepada perusahaan tempatnya bekerja, mungkin juga marah kepada atasannya, atau mungkin dia ada masalah pribadi yang kita tidak tahu. Sebenarnya dia patut dikasihani," kata atasannya.

Neni diam saja. Huh! Tapi kemudian Neni menurut ketika disuruh cuci muka dan memakai bedak lagi lalu kembali ke mejanya. Tentu saja Neni tidak bisa kerja lagi seperti biasa. Masih kesal. Padahal hari masih pagi, baru pukul 8.30.

Unek-unek

Saat itulah saya datang ke kantor Neni. Saya kenal baik dengan semua karyawan di sana karena saya rutin memberikan pelatihan di perusahaan tersebut. Melihat wajahnya yang tidak biasa, saya bertanya. Karena masih kesal maka Neni menceritakan semua unek-uneknya.

Saat itu saya teringat satu peristiwa yang pernah saya alami. Ketika anak saya baru berusia tiga tahun, seperti biasa kami pulang kampung naik pesawat. Dalam pesawat, saya dan anak saya mendapat tempat duduk dekat gang, bukan dekat jendela. Padahal anak saya suka sekali duduk dekat jendela. Maklumlah anak kecil. Tapi di dekat jendela telah duduk seorang bapak.

Karena anak saya merengek minta pindah, saya mencoba bertanya kepada bapak itu:"Selamat pagi pak. Maaf pak, apakah boleh tukar tempat duduk? Anak saya ingin duduk dekat jendela." Tapi bapak itu diam saja. Saya mengira dia tidak mendengar, maka saya ulangi lagi: "Pak, maaf. Apakah boleh bertukar tempat duduk?", dia masih diam saja.

Sebentar kemudian dia berkata dengan ketus dan singkat "Ga kelihatan apa-apa." Saya tersenyum sambil berkata: "Yah lumayan lah pak, bisa lihat awan. Atau kalau sedang lepas landas, kan bisa melihat keluar jendela."

Tiba-tiba dia membentak:"Tidak kelihatan apa-apa! Saya kan sering terbang."

Waktu itu saya juga terpancing sehingga saya berkata "Saya juga sering terbang." Lalu saya diam. Kemudian saya minta pindah ke kursi di belakang yang kebetulan kosong sehingga anak saya bisa duduk dekat jendela. Lalu pramugarinya bertanya "Kenapa pindah bu?". Saya jawab "Saya malas di sebelah bapak itu."

Lalu pramugarinya bekata "Iya sih bu. Biasanya tidak ada orang yang mau duduk di sebelahnya. Namun, dia adalah pelanggan setia kami. Tiap minggu dia dua kali terbang ke Jakarta, dan selalu naik pesawat ini." Yang membuat saya kagum adalah sikap pramugari tadi kepada saya dan kepada bapak itu ternyata sama persis. Sama ramahnya.

Saya ceritakan kepada Neni, lalu saya tambahkan "Pramugari tadi tidak membiarkan perasaan dan pelayanannya dipengaruhi oleh sikap orang lain. Dia selalu berpikir positif." What about you? (Lisa Nuryanti, Managing Director Expands Consulting)