Sebagai contoh, lembaga Ruang Rupa Corporation, yang merupakan kumpulan anak muda yang menekuni bidang seni, visual, arsitek, berkarya dalam bidang riset, dengan titik berat kaum urban. Mereka menjaring seniman dari berbagai kota. Mereka menginisiasi 3 kelompok seniman, yaitu Ruang Rupa, Forum Lenteng dan Serrum. Mereka mendanai lembaga dengan cara unik. Pola struktur manajemen yang dipakai amat sederhana dan jam kerja tidak terikat kehadiran di kantor, tetapi lebih pada jumlah jam kerja. Jam kerja setiap jabatan berbeda. Model ini cocok diterapkan bagi usahawan muda yang baru berdiri. Lembaga tersebut terus bergerak. Berdiri sejak tahun 2000, tahun 2003 mendapatkan dukungan multi donor, tetapi taun 2007 mulai melakukan usaha sosial dengan mengadakan acara setiap 2 tahun dengan tajuk Arte. Ialah pameran seni terbesar di Asia Tenggara yang dihadiri para mahasiswa dari berbagai negara dan disiplin ilmu.
Sejauh perjalanan mereka, ada beberapa kelemahan, yaitu kegiatan tidak terpusat, tidak semua seniman mendapatkan jatah pekerjaan, tidak punya infrastruktur memadai yang secara professional mengatur manajemen dan keuangan. Akibatnya mereka mengalami banyak kekurangan, meskipun pekerjaaan mengalir dalam kontrak jangka panjang.
Manajemen dan Kebijakan Pemerintah
Berhadapan dengan kebijakan pemerintah, Gita Syahrani, seorang pengacara membagikan pengalaman dan ilmu tentang bisnis berkaitan dengan pemerintah dan bentuk lembaga usaha. Ada beberapa hal yang dikatakannya penting dalam merancang dan mempersiapkan usaha, seperti Analisa SWOT (eksternal dan internal), Model bisnis yang dipakai (model bisnis yang mau dibuat, sumber dan aset, mitra kerja baru, jaringan atau sumber yang dibutuhkan), risiko, tantangan dengan orang yang memiliki ketertarikan dibidang kewirausahaan sosial. Selain itu struktur organisasi (bentuk hubungan antara sosial dan kesatuan bisnis, pemilik, visi dan misi, alternatif rencana ke depan, legalitas, sumberdaya manusia, keuangan, keberlanjutan dan transisi).
Karena itu perlu ada evaluasi sebuah lembaga. Ada evaluasi internal di mana beberapa hal yang harus diperiksa ialah apa yang sudah dilakukan, apa yang sudah diubah, apa hasilnya, apa visi dan misi, pemangku kepentingan, nilai yang dipertahankan, kepentingan dan tujuan, review internal dan eksternal. Selain itu ada evaluasi eksternal dengan mendatangkan beberapa orang yang ahli untuk memotret lembaga kita. Secara lebih detail memberikan masukan dan menganalisa potensi kemajuan kita ke depan.
Pelajaran Lembaga Lain
Dalam kesempatan ini, disisipkan beberapa bentuk LSM yang sudah bertransformasi secara mulus menjadi kewirausahaan sosial. Misalnya Yayasan Sahabat Cipta yang dirintis oleh Swiss Contact, akibat perpanjangan ijin lembaga yang harus diperbaharui setiap 3 bulan sekali. Mereka yang kemudian berhasil menghasilkan Sahabat Cipta Ventura sebagai unit entrepreneurship yang bergerak di bidang advokasi dan konsultasi. Kini mereka merambah ke bidang retail hasil bumi khusus kawasan Maluku dan Indonesia Timur.
Lembaga PIRAC memberikan mekanisme pendanaan dan tipe-tipe donor. Pola yang menarik ialah ubankable LSM, karena ketidaksinambungan dana yang didapat perbulan, justru memberikan atmosphere baru dengan mengakses dana inisiasi pendirian kewiraushaan sosial yang diberikan oleh donor di luar dan di dalam negeri, berupa grant atau pinjaman lunak.
Sementara dari Credit Union yang merupakan unit keuangan berbasis masyarakat, tampil CU Pancur Kasih. Ibu Norberta Yati, berbagi suka duka dalam manajemen kesengsaraan berjangka saat merintis CU. CU kini memiliki asset 1,5 T, selama 10 tahun jatuh bangun merubah mind set masyarakat. Usaha itu memiliki andil besar dalam memberikan dampak yang terukur dan sangat luar biasa pada tingkat kesejahteraan anggota. Persaingan head to head dengan bank yang sekarang mulai berjamur menuntut CU memberi pelayanan, inovasi dan pendekatan yang berbeda pada anggota.
Kegiatan workshop ini menjadi inspirasi bagi lembaga yang bergerak di bidang pengembangan sosial ekonomi dan kewirausahaan di paroki, stasi atau lingkungan, secara pribadi atau kelompok. Transfromasi bukan sesuatu yang aneh. Karya sosial Gereja juga digerakkan tidak hanya kegiatan karitatif, tetapi juga transformatif. Saat ini merupakan saat yang tepat untuk merintis kegiatan pemberdayaan yang melayani mereka yang sungguh sangat membutuhkan, fokus pada kelompok kecil. Mereka yang mau atau mampu diberdayakan dan tidak sekedar diberi. Mereka perlu mendapatkan pelatihan, pendampingan, dana, pencerahan wawasan, peluang dan jejaring.
Kita tidak perlu takut memulai langkah baru, yang mungkin mendebarkan bagi kelangsungan pelayanan di masa mendatang. Dengan memberikan tantangan yang tinggi dan terukur pada diri sendiri, akan menjadi pemicu untuk terus maju. Berbagai tekanan kiranya akan membuat kita semakin kreatif dan terasah. Setiap peristiwa jatuh bangun dapat dijadikan langkah–langkah kecil menuju perkembangan. (EML/ALW).