Sharing
Dalam
sharing karya mengenai APP, selama ini dirasakan bahwa dampak
gerakan APP tampak dalam meningkatnya perolehan dana
setiap tahun, di hampir semua Keuskupan. Hal ini dapat dipahami sebagai meningkatnya
kepedulian dan partisipasi umat dalam membangun kesejahteraan. Juga semakin berkembangnya sikap peduli umat yang menjadi ciri
umat Katolik. Dengan meningkatnya perolehan dana, maka karya pengembangan
sosial ekonomi Gereja di tengah masyarakat pun semakin meningkat. Hal ini tak lepas dari dukungan relawan membuat
bahan animasi APP menjadi lebih sistematis-tematis.
Meskipun
demikian, gerakan APP masih mengalami kesulitan, misalnya berkenaan
dengan bahan yang dinilai kurang menarik, tidak dikenal atau metode berupa pendalaman iman. Jumlah dan ketrampilan animator
atau pemandu di komunitas basis umat, masih perlu ditingkatkan secara kuantitas
dan kualitas. Perangkat pastoral di paroki perlu menggemakan momen APP, sebagai peristiwa iman. Karena, gerakan
APP yang tematis itu belum maksimal dalam mendorong gerakan atau aksi
nyata, sebagai kepedulian kepada orang miskin.
Berkenaan
dengan gerakan HPS, di beberapa Keuskupan terjadi peningkatan kelompok petani atau
komunitas basis umat, yang memiliki kepedulian terhadap keprihatinan masalah
pangan, kelestarian alam dan kepedulian lingkungan. Kegiatan HPS tidak hanya selebrasi dalam Perayaan Ekaristi. Setiap Keuskupan gencar
melakukan animasi, pelatihan, pendampingan, dukungan dana dan pemasaran hasil
pertanian sehat. Di Keuskupan Surabaya ada 5 kelompok petani yang mengusahakan
penanaman tanpa pupuk dan pestisida kimia, ada pula beberapa sekolah yang memiliki
program peduli lingkungan. Salah satunya, SDK St. Maria yang sejuk dan asri mendapat Adiwiyata Mandiri tingkat Nasional dalam lomba lingkungan hidup. Di Keuskupan Agung Jakarta, di Paroki St. Maria,
Tangerang memanfaatkan lahan tidur milik gereja, dengan mengembangkan tanaman produktif, pepaya. Di Keuskupan Bandung, tepatnya di Cigugur, Kuningan ada pembudidayaan kompos kascing,
dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi yang selama ini terbuang.
Sementara
kesulitan dalam menggerakkan HPS ialah modul animasi HPS masih sangat terbatas
atau kurang menggerakkan umat untuk proaktif. Hal ini tak lain karena jumlah
animator HPS sangat sedikit. Akibatnya, isu HPS belum mendarat di hati
perangkat pastoral maupun sebagaian besar umat. Keuskupan Agung Semarang
mengatasi hal itu dengan melibatkan sekolah Katolik dan Wanita Katolik
agar mensosialisasikan HPS. Sekolah didorong menyelenggarakan
kegiatan peduli lingkungan, mulai dari lomba memasak panganan
non beras, melibatkan siswa-siswi dalam pembuatan demplot organik, penanaman
pohon, pengelolaan sampah, sampai pengumpulan dana untuk mendukung para petani dan mereka yang kesulitan pangan. Sementara dari
pertanian organik, hasil produk organik masih relatif mahal, pemasarannya tidak
mudah, harga jual antar produsen bersaing, sementara hasilnya belum
berkelanjutan.
Gerakan
LKM yang beberapa tahun terakhir menjadi perhatian, membawa dampak
positif berupa kegiatan CU meningkat di beberapa paroki. Keberadaan
CU didukung keterlibatan komunitas basis. CU cukup memberi perubahan dari tradisi bantuan karitatif menjadi pemberdayaan dalam kelompok. Hal ini ditandai
dengan menurunnya jumlah bantuan karitatif di paroki. Karena mereka yang selama
ini memerlukan bantuan, terbantu dengan CU. CU hadir untuk mengajak umat berdaya, menabung
dan saling menolong. Mereka yang menjadi anggota CU mampu mengelola keuangan. Hal positif ini bahkan mendapat respon
positif dari kalangan masyarakat luas. Karena itu, produk-produk pelayanan CU semakin mengacu kepada kebutuhan anggota. Yang menarik, salah satu Universitas Katolik, telah
menjadikan ekonomi kerakyatan atau CU sebagai mata kuliah di Fakultas Bisnis.
Beberapa sekolah Katolik pun bekerjasama dengan CU untuk mengelola tabungan
para murid.
Di
balik itu semua, gerakan CU masih perlu direvitalisasi. Karena masih ada paroki dan
perangkat pastoral yang belum mengenal CU. Akibatnya gerakan CU tidak didukung.
Atau ada trauma, karena pernah terjadi kegagalan pengelolaan keuangan. Sementara
dari CU pun mengalami kendala dalam hal, kredit macet, penambahan dan
pendidikan anggota, kaderisasi dan kompetensi pengurus, ekslusif untuk kalangan
sendiri, belum berbadan hukum atau justru tergelincir dalam trend kapitalisasi. Sementara itu, salah satu
kasus di Keuskupan Purwokerto, peraturan pemerintah daerah yang melarang
pedagang kecil berjualan di lokasi tertentu, telah menghancurkan CU. Karena dampaknya,
pedagang tidak mendapatkan penghasilan, sehingga memperbesar jumlah kredit
macet.
Rekomendasi
Mengakhiri
sesi sharing, para peserta merumuskan rekomendasi dari 3 gerakan yang menjadi
perhatian Komisi PSE. Berkenaan dengan gerakan APP, perlu ada animasi untuk
memperjelas kemurnian gerakan yang menekankan pertobatan, solidaritas serta aksi
nyata. Yang perlu didorong ialah agar terjadi pemanfaatan dana melalui program kegiatan yang subyek sasarannya terutama kepada mereka yang miskin. Hal ini memerlukan penyiapan bahan animasi dan motivasi umat, tidak hanya teritorial
namun juga kategorial. Keterlibatan sebanyak mungkin umat dalam mempersiapkan,
melaksanakan dan mengevaluasi APP, akan menghasilkan sinergi gerakan yang
utuh, baik secara rohani maupun aksi.
Dalam
gerakan HPS, perlu dipertegas bahwa gerakan ini menebarkan kesadaran,
sehingga umat memahami, merasakan pentingnya dan tergerak mendukung HPS dengan
berbagai macam bentuk. HPS dapat dikaitkan dengan kegiatan rohani di bulan rosario, pertobatan dengan
melakukan silih kepada Tuhan dan sesama. Jadi, gerakan HPS
tidak sekedar penanaman padi organik, melainkan segala upaya nyata untuk
melestarikan lingkungan dan menjaga keutuhan ciptaan Tuhan. Karena itu
diperlukan modul yang memotivasi sebagai acuan. Selain itu, animasi dan sosialisasi gerakan tidak
hanya melibatkan paroki, juga kerjasama dengan sekolah dan WKRI.
Rekomendasi
untuk mendukung gerakan LKM, ialah mempertegas bahwa CU diyakini sebagai
lembaga dengan sistem nilai yang baik. Namun demikian, implementasi di masing-masing primer
perlu dikawal, agar tidak lepas dari nilai-nilai Ajaran Sosial Gereja. Karena, CU
merupakan wujud pelayanan (diakonia) dan kesaksian (martiria) di tengah masyarakat. Komisi PSE
mendukung keberadaan CU, khususnya dalam wilayah etika dan moral. Dengan demkian
CU semakin konsisten memperhatikan 3 pilar, pendidikan, solidaritas dan
keswadayaan kepada pengurus dan anggota. Memang modal atau aset penting, namun
3 pilar tidak boleh ditinggalkan. Demikian halnya dengan pembinaan, pendampingan serta
penyegaran terutama dalam hal iman bagi pengawas, pengurus serta
manajemen.
Harapannya, CU sungguh menjadi sarana
bagi seluruh anggota mewujudkan kesejahteraan. Misalnya, CU semakin mendukung
gerakan HPS bagi petani, melayani wirausahawan modal kecil yang menjadi
dampingan seksi sosial di paroki dan menjawab kebutuhan anggota dalam hal
keuangan. Di dalam jejaring antar CU, perlu ada
semangat saling mendukung, bukan bersaing. Contoh konkret CU di Surabaya bersama-sama mendukung salah satu CU yang sedang terpuruk, demi konsistensi gerakan. Di Jakarta, tepatnya CU Barerod Gratia,
memiliki aturan, jika anggota sudah melebih 4.000 orang, maka dibentuk unit atau tempat
pelayanan. Sehingga pelaksanaan pilar CU lebih efektif. Meskipun bentuknya berupa unit atau
tempat pelayanan, induknya tetap salah satu primer CU. Tak kalah penting, upaya advokasi regulasi tentang LKM, karena beberapa regulasi terbukti menimbulkan
distorsi dalam gerakan CU.
Kunjungan
Setelah mengadakan sharing, para peserta Komisi PSE Regio Jawa, melakukan kunjungan ke kawasan Hutan Coban Talun. Tempat tersebut merupakan hutan lindung yang menjadi habitat alami Lutung Jawa. Bersama kaum muda Paroki Gembala Baik dan para siswa sekolah, para peserta melakukan penanaman pohon untuk melestarikan hutan yang mengalami perambahan dan alih fungsi.
Lokasi
kunjungan berikutnya ialah unit pengelolaan sampah, berbasis komunitas. Di
lokasi LIDI (lima roti, dua ikan) seluas 2 hektar, Bp. Catur mengorganisir
pemungutan sampah di salah satu perumahan. Diawali dengan penyadaran warga, ia membeli sampah dengan harga murah. Sampah
rumah tangga itu lalu dipilah, dilarutkan dalam dekomposer, diayak atau dicacah, dijemur
dan dikemas. Kompos yang dihasilkan, berguna untuk penanaman organik aneka
tanaman obat dan makanan. Beliau menjamin bahwa sampah organik
tidak menyebabkan polusi. Sampah terbukti memberikan
sumber pendapatan dan lapangan pekerjaan untuk industri pupuk organik. Kelak
dengan penanaman pohon dan pemeliharaan ikan, lokasi tersebut semakin
terintegrasi sebagai sekolah lapang pertanian.
Pada sesi terakhir, para peserta melakukan kunjungan
ke lokasi sumber air, Sungai Brantas. Kawasan di kaki Gunung Anjasmara itu mengalami pengundulan hutan,
sehingga menyebabkan minimnya resapan air. Akibatnya tidak hanya memperkecil
jumlah mata
air, tetapi menghilangkan puluhan sumber mata air. Para peserta dari Komisi PSE
bergabung bersama warga dan komunitas peduli,
yang sedang merancang pemulihan kawasan hutan. Setelah mengadakan doa
bersama, kepedulian itu dirayakan dengan makan siang nasi kuning bersama. Para peserta melakukan
penanaman pohon Kantil dan Kenongo secara simbolis, untuk mendukung gerakan
penanaman pohon. (Ibu Lies Pranawa, sekertaris Komisi PSE Regio Jawa).