10 November 2012

Sharing Dan Kunjungan PSE Regio Jawa



 
Komisi PSE Keuskupan Regio Jawa mengadakan pertemuan rutin di Batu, Keuskupan Malang. Agenda pertemuan selama 26-28 Oktober 2012 ialah sharing karya Komisi PSE tentang program Aksi Puasa Pembangunan (APP), Hari Pangan Sedunia (HPS) dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Selain itu, peserta mengikuti kunjungan ke lokasi karya PSE atau mitra dari Keuskupan tuan rumah.
 
Sharing
 
Dalam sharing karya mengenai APP, selama ini dirasakan bahwa dampak  gerakan APP tampak dalam meningkatnya perolehan dana setiap tahun, di hampir semua Keuskupan. Hal ini dapat dipahami sebagai meningkatnya kepedulian dan partisipasi umat dalam membangun kesejahteraan. Juga semakin berkembangnya sikap peduli umat yang menjadi ciri umat Katolik. Dengan meningkatnya perolehan dana, maka karya pengembangan sosial ekonomi Gereja di tengah masyarakat pun semakin meningkat. Hal ini tak lepas dari dukungan relawan membuat bahan animasi APP menjadi lebih sistematis-tematis.
 
Meskipun demikian, gerakan APP masih mengalami kesulitan, misalnya berkenaan dengan bahan yang dinilai kurang menarik, tidak dikenal atau metode berupa pendalaman iman. Jumlah dan ketrampilan animator atau pemandu di komunitas basis umat, masih perlu ditingkatkan secara kuantitas dan kualitas. Perangkat pastoral di paroki perlu menggemakan momen APP, sebagai peristiwa iman. Karena, gerakan APP yang tematis itu belum maksimal dalam mendorong gerakan atau aksi nyata, sebagai kepedulian kepada orang miskin.
 
Berkenaan dengan gerakan HPS, di beberapa Keuskupan terjadi peningkatan kelompok petani atau komunitas basis umat, yang memiliki kepedulian terhadap keprihatinan masalah pangan, kelestarian alam dan kepedulian lingkungan. Kegiatan HPS tidak hanya selebrasi dalam Perayaan Ekaristi. Setiap Keuskupan gencar melakukan animasi, pelatihan, pendampingan, dukungan dana dan pemasaran hasil pertanian sehat. Di Keuskupan Surabaya ada 5 kelompok petani yang mengusahakan penanaman tanpa pupuk dan pestisida kimia, ada pula beberapa sekolah yang memiliki program peduli lingkungan. Salah satunya, SDK St. Maria yang sejuk dan asri mendapat Adiwiyata Mandiri tingkat Nasional dalam lomba lingkungan hidup. Di Keuskupan Agung Jakarta, di Paroki St. Maria, Tangerang memanfaatkan lahan tidur milik gereja, dengan mengembangkan tanaman produktif, pepaya. Di Keuskupan Bandung, tepatnya di Cigugur, Kuningan ada pembudidayaan kompos kascing, dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi yang selama ini terbuang.
 
Sementara kesulitan dalam menggerakkan HPS ialah modul animasi HPS masih sangat terbatas atau kurang menggerakkan umat untuk proaktif. Hal ini tak lain karena jumlah animator HPS sangat sedikit. Akibatnya, isu HPS belum mendarat di hati perangkat pastoral maupun sebagaian besar umat. Keuskupan Agung Semarang mengatasi hal itu dengan melibatkan sekolah Katolik dan Wanita Katolik agar mensosialisasikan HPS. Sekolah didorong menyelenggarakan kegiatan peduli lingkungan, mulai dari lomba memasak panganan non beras, melibatkan siswa-siswi dalam pembuatan demplot organik, penanaman pohon, pengelolaan sampah, sampai pengumpulan dana untuk mendukung para petani dan mereka yang kesulitan pangan. Sementara dari pertanian organik, hasil produk organik masih relatif mahal, pemasarannya tidak mudah, harga jual antar produsen bersaing, sementara hasilnya belum berkelanjutan.
 
Gerakan LKM yang beberapa tahun terakhir menjadi perhatian, membawa dampak positif berupa kegiatan CU meningkat di beberapa paroki. Keberadaan CU didukung keterlibatan komunitas basis. CU cukup memberi perubahan dari tradisi bantuan karitatif menjadi pemberdayaan dalam kelompok. Hal ini ditandai dengan menurunnya jumlah bantuan karitatif di paroki. Karena mereka yang selama ini memerlukan bantuan, terbantu dengan CU. CU hadir untuk mengajak umat berdaya, menabung dan saling menolong. Mereka yang menjadi anggota CU mampu mengelola keuangan. Hal positif ini bahkan mendapat respon positif dari kalangan masyarakat luas. Karena itu, produk-produk pelayanan CU semakin mengacu kepada kebutuhan anggota. Yang menarik, salah satu Universitas Katolik, telah menjadikan ekonomi kerakyatan atau CU sebagai mata kuliah di Fakultas Bisnis. Beberapa sekolah Katolik pun bekerjasama dengan CU untuk mengelola tabungan para murid.
 
Di balik itu semua, gerakan CU masih perlu direvitalisasi. Karena masih ada paroki dan perangkat pastoral yang belum mengenal CU. Akibatnya gerakan CU tidak didukung. Atau ada trauma, karena pernah terjadi kegagalan pengelolaan keuangan. Sementara dari CU pun mengalami kendala dalam hal, kredit macet, penambahan dan pendidikan anggota, kaderisasi dan kompetensi pengurus, ekslusif untuk kalangan sendiri, belum berbadan hukum atau justru tergelincir dalam trend kapitalisasi. Sementara itu, salah satu kasus di Keuskupan Purwokerto, peraturan pemerintah daerah yang melarang pedagang kecil berjualan di lokasi tertentu, telah menghancurkan CU. Karena dampaknya, pedagang tidak mendapatkan penghasilan, sehingga memperbesar jumlah kredit macet.
 
Rekomendasi
 
Mengakhiri sesi sharing, para peserta merumuskan rekomendasi dari 3 gerakan yang menjadi perhatian Komisi PSE. Berkenaan dengan gerakan APP, perlu ada animasi untuk memperjelas kemurnian gerakan yang menekankan pertobatan, solidaritas serta aksi nyata. Yang perlu didorong ialah agar terjadi pemanfaatan dana melalui program kegiatan yang subyek sasarannya terutama kepada mereka yang miskin. Hal ini memerlukan penyiapan bahan animasi dan motivasi umat, tidak hanya teritorial namun juga kategorial. Keterlibatan sebanyak mungkin umat dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi APP, akan menghasilkan sinergi gerakan yang utuh, baik secara rohani maupun aksi.
 
Dalam gerakan HPS, perlu dipertegas bahwa gerakan ini menebarkan kesadaran, sehingga umat memahami, merasakan pentingnya dan tergerak mendukung HPS dengan berbagai macam bentuk. HPS dapat dikaitkan dengan kegiatan rohani di bulan rosario, pertobatan dengan melakukan silih kepada Tuhan dan sesama. Jadi, gerakan HPS tidak sekedar penanaman padi organik, melainkan segala upaya nyata untuk melestarikan lingkungan dan menjaga keutuhan ciptaan Tuhan. Karena itu diperlukan modul yang memotivasi sebagai acuan. Selain itu, animasi dan sosialisasi gerakan tidak hanya melibatkan paroki, juga kerjasama dengan sekolah dan WKRI.
 
Rekomendasi untuk mendukung gerakan LKM, ialah mempertegas bahwa CU diyakini sebagai  lembaga dengan sistem nilai yang baik. Namun demikian, implementasi di masing-masing primer perlu dikawal, agar tidak lepas dari nilai-nilai Ajaran Sosial Gereja. Karena, CU merupakan wujud pelayanan (diakonia) dan kesaksian (martiria) di tengah masyarakat. Komisi PSE mendukung keberadaan CU, khususnya dalam wilayah etika dan moral. Dengan demkian CU semakin konsisten memperhatikan 3 pilar, pendidikan, solidaritas dan keswadayaan kepada pengurus dan anggota. Memang modal atau aset penting, namun 3 pilar tidak boleh ditinggalkan. Demikian halnya dengan pembinaan, pendampingan serta penyegaran terutama dalam hal iman bagi pengawas, pengurus serta manajemen. 
 
Harapannya, CU sungguh menjadi sarana bagi seluruh anggota mewujudkan kesejahteraan. Misalnya, CU semakin mendukung gerakan HPS bagi petani, melayani wirausahawan modal kecil yang menjadi dampingan seksi sosial di paroki dan menjawab kebutuhan anggota dalam hal keuangan. Di dalam jejaring antar CU, perlu ada semangat saling mendukung, bukan bersaing. Contoh konkret CU di Surabaya bersama-sama mendukung salah satu CU yang sedang terpuruk, demi konsistensi gerakan. Di Jakarta, tepatnya CU Barerod Gratia, memiliki aturan, jika anggota sudah melebih 4.000 orang, maka dibentuk unit atau tempat pelayanan. Sehingga pelaksanaan pilar CU lebih efektif. Meskipun bentuknya berupa unit atau tempat pelayanan, induknya tetap salah satu primer CU. Tak kalah penting, upaya advokasi regulasi tentang LKM, karena beberapa regulasi terbukti menimbulkan distorsi dalam gerakan CU.
 
Kunjungan

Setelah mengadakan sharing, para peserta Komisi PSE Regio Jawa, melakukan kunjungan ke kawasan Hutan Coban Talun. Tempat tersebut merupakan hutan lindung yang menjadi habitat alami Lutung Jawa. Bersama kaum muda Paroki Gembala Baik dan para siswa sekolah, para peserta melakukan penanaman pohon untuk melestarikan hutan yang mengalami perambahan dan alih fungsi.
 
Lokasi kunjungan berikutnya ialah unit pengelolaan sampah, berbasis komunitas. Di lokasi LIDI (lima roti, dua ikan) seluas 2 hektar, Bp. Catur mengorganisir pemungutan sampah di salah satu perumahan. Diawali dengan penyadaran warga, ia membeli sampah dengan harga murah. Sampah rumah tangga itu lalu dipilah, dilarutkan dalam dekomposer, diayak atau dicacah, dijemur dan dikemas. Kompos yang dihasilkan, berguna untuk penanaman organik aneka tanaman obat dan makanan. Beliau menjamin bahwa sampah organik tidak menyebabkan polusi. Sampah terbukti memberikan sumber pendapatan dan lapangan pekerjaan untuk industri pupuk organik. Kelak dengan penanaman pohon dan pemeliharaan ikan, lokasi tersebut semakin terintegrasi sebagai sekolah lapang pertanian.
 
Pada sesi terakhir, para peserta melakukan kunjungan ke lokasi sumber air, Sungai Brantas. Kawasan di kaki Gunung Anjasmara itu mengalami pengundulan hutan, sehingga menyebabkan minimnya resapan air. Akibatnya tidak hanya memperkecil jumlah mata air, tetapi menghilangkan puluhan sumber mata air. Para peserta dari Komisi PSE bergabung bersama warga dan  komunitas peduli, yang sedang merancang pemulihan kawasan hutan. Setelah mengadakan doa bersama, kepedulian itu dirayakan dengan makan siang nasi kuning bersama. Para peserta melakukan penanaman pohon Kantil dan Kenongo secara simbolis, untuk mendukung gerakan penanaman pohon. (Ibu Lies Pranawa, sekertaris Komisi PSE Regio Jawa).