Kerasulan
sosial merupakan salah satu bentuk perwujudan tugas perutusan Gereja. Kerasulan
Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) merupakan upaya Gereja untuk menumbuhkan
cinta kasih dalam persekutuan kristiani, demi tegaknya kebenaran dan
keadilan, dalam tata dunia, dalam dimensi sosial ekonomi. Demikianlah kutipan,
Hasil Konpernas Komisi PSE ke XXII di Tomohon, Manado.
Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian itu, dirumuskan strategi, salah satunya ialah mengoptimalkan gerakan Aksi Puasa pembangunan (APP), Hari Pangan Sedunia (HPS) dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang sudah ada. Selain itu ada kesepakatan dan kesepahaman seluruh Komisi PSE yang hadir untuk melakukan reanimasi Ajaran Sosial Gereja, APP dan HPS. Dalam pertemuan Komisi PSE Regio Jawa di Batu, Keuskupan Malang, setia Keuskupan membagikan pemahaman gerakan APP, HPS dan LKM yang berlangsung selama ini.
Gerakan APP memiliki visi membangun Kerajaan Allah, mengajak umat untuk semakin mampu membangun hidup beriman, yakni hidup yang dekat dengan Allah dan berkelimpahan (bdk. Yoh. 10:10). Gerakan APP dipahami sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan, pengendaliaan diri umat untuk siap melayani sesama terutama yang kecil, lemah, miskin, tertindas dan difabel serta refleksi bersama agar memiliki kepekaan terhadap situasi. Sarana yang dipakai ialah masa puasa dan pantang sebagai kesempatan untuk semakin terbuka dengan Allah. Pertobatan itu diwujudkan dengan menyisihkan dana bagi sesama yang membutuhkan.
Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian itu, dirumuskan strategi, salah satunya ialah mengoptimalkan gerakan Aksi Puasa pembangunan (APP), Hari Pangan Sedunia (HPS) dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang sudah ada. Selain itu ada kesepakatan dan kesepahaman seluruh Komisi PSE yang hadir untuk melakukan reanimasi Ajaran Sosial Gereja, APP dan HPS. Dalam pertemuan Komisi PSE Regio Jawa di Batu, Keuskupan Malang, setia Keuskupan membagikan pemahaman gerakan APP, HPS dan LKM yang berlangsung selama ini.
Gerakan APP memiliki visi membangun Kerajaan Allah, mengajak umat untuk semakin mampu membangun hidup beriman, yakni hidup yang dekat dengan Allah dan berkelimpahan (bdk. Yoh. 10:10). Gerakan APP dipahami sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan, pengendaliaan diri umat untuk siap melayani sesama terutama yang kecil, lemah, miskin, tertindas dan difabel serta refleksi bersama agar memiliki kepekaan terhadap situasi. Sarana yang dipakai ialah masa puasa dan pantang sebagai kesempatan untuk semakin terbuka dengan Allah. Pertobatan itu diwujudkan dengan menyisihkan dana bagi sesama yang membutuhkan.
APP
sebagai gerakan mewujud dalam bentuk peribadatan (liturgia), dalam bentuk Perayaan
Ekaristi, Devosi Jalan Salib serta penerimaan Sakramen Tobat. APP merupakan
peristiwa persaudaraan dalam persekutuan (koinonia) di dalam komunitas basis umat yang
berkumpul, berdoa dan saling memecahkan roti. Di dalam komunitas basis itu
diadakan pewartaan (kerygma), berupa pendalaman atau sarasehan iman Masa Pra Paska.
Ketiga aspek itu mewujud dalam pelayanan (diakonia) dalam rupa, pengembangan Spiritualitas
inkarnatoris (turun, hadir, terlibat, melakukan aksi nyata), bukan eskatologis
(kelak), melulu dunia atau farisi (bertindak, bukan bicara). Bentuk pelayanan
tersebut beraneka rupa seperti pemberdayaan sosial ekonomi umat, bantuan
karitatf, bantuan tanggap darurat, pendidikan, penyelenggaraan animasi dan
motivasi serta peningkatan sarana dan prasarana. Peristiwa APP merupakan saat
kesaksian iman (martiria) dengan melakukan pantang dan puasa, mengumpulkan dana
solidaritas APP serta melakukan aksi nyata menjawab persoalan di tengah
masyarakat.
Berkenaan
dengan gerakan HPS, pemahaman yang ada selama ini ialah gerakan pendidikan kepada
umat dan masyarakat tentang pentingnya memelihara keutuhan ciptaan. Peringatan
HPS merupakan saat yang tepat untuk merefeksikan situasi pangan dan lingkungan
hidup yang diwujudkan dalam habitus baru dalam kehidupan. Peristiwa HPS tidak
hanya berhenti pada perayaan saja, namun dalam rupa gerakan pemberdayaan petani
dan wirausaha pertanian dengan penanaman padi organik, mempromosikan pangan
lokal, menghargai petani dan pertanian, pengelolaan sampah serta penghijauan.
Selama
ini, gerakan HPS diwujudnyatakan dalam bentuk animasi, aksi dan selebrasi.
Animasi yang dilakukan ialah mengumatkan gerakan HPS melalui sekolah dan paroki
dengan memanfaatkan media berupa brosur atau audio visual. Adapun aksi yang
dilakukan misalnya pengembangan pertanian organik, pengadaan pupuk kompos,
mengupayakan ketahanan pangan, gerakan pelestarian lingkungan, gerakan sehari
makan tanpa beras serta pendampingan di sektor pertanian dan perikanan.
Sementara
itu, gerakan LKM dipahami sebagai upaya mengembangkan kesejahteraan masyarakat
melalui lembaga keuangan non bank, khususnya bagi masyarakat ekonomi lemah.
Media yang dipakai ialah CU dengan menekankan 3 pilar, ialah keswadayaan,
pendidikan dan solidaritas. CU merupakan sarana dialog lintas suku, agama, ras
dan antar golongan. Mereka bersatu untuk saling percaya menuju cita-cita hidup
sejahtera. Komisi PSE mendukung gerakan LKM misalnya dengan membekali aktivis
dengan spiritualitas, moral, etika serta kemampuan teknis yang relevan. Sehingga
muncul kader CU yang handal dan kompeten. Memang selama ini tampak buah yang menggembirakan, di
beberapa komunitas basis, CU yang dirintis menjadi yang terbaik karena
pengelolaan yang serius. CU telah terbukti memberikan bantuan atau modal, kepada
masyarakat, keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi, komunitas buruh, pedagang modal kecil atau tukang becak. (ALW).