19 Agustus 2012

Perintisan Dan Kategori Credit Union


Sejak Komisi PSE Keuskupan Surabaya menetapkan prioritas program Pemberdayaan lembaga keuangan mikro (LKM) atau Credit Union (CU) sebagai gerakan, telah ada beberapa Paroki yang berminat untuk menginisiasi CU. Meskipun CU di Keuskupan Surabaya bukan hal yang baru, karena ada beberapa CU yang sudah lama berjalan dan sangat berkembang. CU yang dikategorikan mantap, karena memenuhi kriteria CU modern ialah memiliki jumlah anggota dan aset yang ideal, berbadan hukum dan telah bergabung dengan Puskopdit. Beberapa kali terjadi kegiatan sosialisasi, visitasi dan seminar tentang CU yang intens. CU yang sudah mantap membagikan pengalaman sejak awal pendirian hingga perkembangan saat ini.

Perintisan CU

Dari beberapa pengalaman perintisan CU, ada yang berawal dari kesadaran akan banyaknya kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh warga dampingan. Mereka adalah  kelompok umat yang selama ini mendapat bantuan biaya pendidikan, biaya berobat dan lainnya. Seksi Sosial merasa perlu untuk memberdayakan mereka. Sebuah jargon yang memberi semangat ialah, yang bisa menyelesaikan masalah si miskin ialah si miskin sendiri. Dengan membentuk Credit Union (CU) diharapkan tersedia wadah untuk saling membantu, belajar dan maju bersama.

Ketika tahun 2007, pengurus CU Pancur Kasih (Kalimantan) menjadi pembicara dalam sebuah seminar. Saat itu Seksi Sosial bersemangat untuk membentuk CU. Kemudian dipilih calon pengurus inti. Mereka adalah orang yang memiliki komitmen, integritas, rendah hati, jujur dan siap dikritik. Dan terbentuklah CU di Paroki Redemptor Mundi pada tahun tersebut.

Saat itu ada komitmen, bahwa baik Pastor dan Dewan Pastoral Paroki (DPP) tidak akan mengintervensi CU, kecuali mereka menjadi anggota. CU bertanggung jawab kepada anggota, dalam hal ini Rapat Anggota (RAT). Meskipun demikian, CU tetap memberikan laporan kepada Pastor. Karena informasi ini, maka Pastor dapat memberikan promosi agar umat mendukung keberadaan CU. Dukungan paroki berupa dana pinjaman sebesar Rp. 50.000.000. Pada RAT perdana, CU belum bisa memberikan Sisa Hasil Usaha (SHU, surplus hasil usaha). Saat itu CU masih masih berusaha mengembalikan pinjaman dari paroki, karena pinjaman tersebut harus dikembalikan.

Di lain pihak, perkembangan anggota semakin baik. Anggota terlibat dalam perekrutan anggota baru dengan cara members get members. Mereka pun turut menyeleksi antara lain berusaha mengetahui calon anggota apakah berwatak suka ngemplang atau tidak. Syarat menjadi anggota cukup lunak. Anggota wajib memiliki simpanan pokok Rp. 100.000, biaya administrasi Rp. 25.000, iuran wajib Rp. 10.000,- dan biaya pendidikan Rp. 25.000,-. Anggota bisa meminjam setelah 3 bulan menabung dengan aktif. Besar pinjaman yang diberikan ialah 2 kali simpanan atau tabungan. Kepada anggota, pengurus selalu menekankan bahwa pilihan menjadi anggota CU adalah salah jika niatnya untuk meminjam atau menghutang. Menjadi anggota CU perlu memiliki niat menolong sesama anggota.

Dalam waktu 5 tahun, CU yang awalnya hanya memiliki modal sebanyak Rp. 50.000.000 sudah berkembang menjadi Rp. 1 M. Modal yang semakin besar itu tidak didiamkan, tetapi diinvestasikan dengan cara dipinjamkan ke Puskopdit atau ke Inkopdit sehingga dapat dipinjam oleh primer CU lain. Dengan demikian dana selalu berputar dan dimanfaatkan oleh anggota yang membutuhkan.

Berbeda dengan di Paroki Redemptor Mundi, CU di Paroki Sakramen Mahakudus merupakan tempat pelayanan CU Prima Danarta, Modal terkumpul murni dari anggota. Dalam usia belum genap berusia 1 tahun, kini telah memiliki aset sebesar Rp. 500.000.000,-. Target pada usia 1 tahun nanti ialah Rp. 1 M.

Menurut Bp. Rahmandi, CU bukan koperasi semata, tetapi juga sebagai bank dan asuransi. Pilar CU ialah pendidikan, swadaya dan solidaritas. Anggota selalu dididik, agar memiliki semangat dari untuk dan oleh anggota dan berpedoman pada, saya perlu anda bantu, anda perlu saya bantu.

Prinsip CU ialah sukarela, kepenggurusan bersifat demokratis dan tidak diskriminatif. Tujuan CU bukan hanya uang semata, tetapi jaringan distribusi kepada anggota secara adil, rancangan keluarga dan tanggung jawab sosial untuk umum, melalui pendidikan terus menerus. Dasar CU ialah sikap percaya diri, tidak putus asa dan pengharapan. Anggota dan pengurus CU perlu memiliki visi dan integritas. Nilai-nilai CU yang sangat relevan ialah menolong sesama, diri sendiri, demokratis, kesetaraan sebagai bentuk setia kawan, keadilan dan swadaya.

Bp. Joko yang menjadi tim menambahkan bahwa iuran untuk menjadi anggota CU Prima Danarta ialah, Simpanan Pokok Rp. 500.000, Simpanan Wajib per bulan Rp. 15.000, Simpanan Prima Investa Rp. 500.000, uang pangkal Rp. 15.000, iuran gedung Rp. 100.000, Dana pendidikan Rp. 30.000, Solduka Rp. 100.000, Simpanan Master Rp. 20.000, sehingga totalnya Rp. 1.280.000,-. Dari jumlah tersebut, anggota bisa membayar hanya Rp. 55.000 dengan rincian: uang pangkal, pembukaan simpanan master dan jasa pelayanan 1 – 2 % dan sisanya sebanyak Rp. 1.245.000. Dana tersebut bisa langsung disebut sebagai pinjaman dan diangsur dalam waktu 10 sampai 60 bulan.

Sementara itu, Bp. Antonius Boyni dari CU Bintang Timur, Paroki St. Yusup, Blitar mejelaskan awal berdirinya CU merupakan kepedulian para bapak terhadap masalah pinjaman uang bagi umat. Seringkali umat meminjam kepada pastor, tetapi tidak menggembalikan dan pastor tidak menagih. Bila meminjam kepada rentenir, warga akan tercekik dan sulit melepaskan diri dari hutang.

Sebagai awal dibentuk pengurus inti. Pada pembentukan CU yang disepakati oleh anggota yang dipilih oleh pengurus dan pengawas, ada beberapa unsur seleksi yang disebut sebagai Pinter (pandai), Kober (sempat) dan Bener (benar).

Dalam perkembangannya, permasalahan yang dihadapi antara lain membuat pengawas bertugas untuk mengawasi agar gerakan CU berjalan sebagaimana mestinya. Dalam gerakan CU berlaku semboyan, percaya itu baik, namun percaya dan dikontrol itu lebih baik. Karena semangat CU ialah saling percaya, bekerjasama dan bersatu.

CU Bintang Timur memang dirintis oleh orang-orang Gereja. Dalam arti CU lahir di Paroki melalui Seksos. Peran Pastor Paroki, DPP dan BGKP ialah memfasilitasi awal pendirian CU, seperti meminjami ruangan atau menyediakan furniture. Paroki dapat memfasilitasi peralatan lain seperti computer, printer, biaya listrik atau uang saku awal bagi mereka yang mengurus CU, ketika baru dimulai.

Keputusan mendirikan CU atau tidak sebaiknya tidak ditentukan oleh pejabat paroki, tetapi sekelompok orang yang sepakat untuk memulai CU. Sekelompok orang itu bisa dari kelompok yang sudah solid dan guyub ikatan persaudaraannya. Misalnya paguyuban doa, kelompok penerima bantuan pendidikan anak asuh, penerima bantuan sosial karitatif di Paroki dan lain-lain. Karena kelompok tersebut memilki kesatuan yang kuat sebagai modal membangun semangat solidaritas, saling percaya, bekerjasama dan bersatu.

Inilah modal sosial yang sangat penting untuk saling membantu dan mewujudkan kesejahteraan bersama, dibandingkan dengan mementingkan uang. Jika anggota-anggota CU tidak memiliki kesadaran membentuk CU dengan semangat tersebut, maka dapat dipastikan CU tidak akan bertahan lama atau hancur.

Bp. Antonius Boyni mengutip pemikiran John C. Maxwell yang mengatakan bahwa kehidupan hari ini merupakan hasil dari cara berpikir kita kemarin. Kehidupan besok ditentukan oleh apa yang dipikirkan hari ini. Habitus baru yang dibangun dalam pemikiran itu ialah konsep umum tentang menabung. Dalam ilmu ekonomi makro, konsep tentang menabung ialah saving = income – consumption. Dengan menjadi anggota CU, konsep menabung yang diharapkan dari anggota ialah income – saving = consumption.

Empat Kategori

Sampai dengan tahun keempat pelaksanaan Arah Dasar Keuskupan Surabaya, ada 4 kategori Paroki ditinjau dari persepktif keberadaan lembaga keuangan mikro / CU. Kriteria pertama, paroki yang belum memiliki kegiatan CU: Paroki St. Yohanes Pemandi, St Paulus, Kelahiran St. Peraawan Maria, St Stefanus, St Wilibrordus, St. Yosep, St. Hilarius, Gambala Yang Baik dan Regina Pacis. Kriteria kedua, paroki yang mulai tergerak untuk mendirikan CU Paroki St. Yusup, Karangpilang, St. Marinus Yohanes, St. Maria Tak Bercela, St. Maria, Gresik, St Vincentius, Kediri, St. Paulus, Nganjuk, St. Maria, Ponorogo, Hati Kudus Yesus dan Salib Suci.

Kriteria ketiga, paroki yang sudah memiliki kegiatan keuangan mikro, namun belum memenuhi kriteria CU modern, Paroki St. Vincentius, Widodaren, St. Mikael, Perak, Paroki St. Yosep, Kediri, St. Maria, Blitar, St. Maria, Gresik, St. Maria Annuntiata, Sidoarjo, St. Maria Tak Bernoda Asal, Tulungangung, St. Cornelius, Madiun, St. Petrus, Wlingi, St. Petrus dan Paulus, Rembang, St. Paulus, Bojonegoro, St. Pius X, Blora, St. Petrus dan Paulus, Wlingi, Roh Kudus dan Mater Dei.

Sementara CU yang cukup mantap karena memiliki jumlah anggota dan aset yang ideal, berbadan hukum dan telah bergabung dengan Puskopdit ialah Paroki St. Mateus, Pare, St. Aloysius Gonzaga, St. Yakobus, St. Maria, Jombang, St. Yusup, Blitar, St. Yosep, Ngawi, St. Petrus dan Paulus, Tuban, Kristus Raja, Pencinta Damai, Redemptor Mundi dan Sakramen Mahakudus. Selain itu ada beberapa CU yang tidak memiliki basis parokial, tetapi berjejaring dengan CU yang dirintis di paroki ialah CU Lembaga Karya Dharma, Prima Danarta dan PUKAT Swadaya Sejahtera.

Kesimpulan

Dari berbagai perintisan dan kriteria CU tersebut, dapat dipetik beberapa poin penting ialah gerakan CU di Keuskupan Surabaya masih memiliki peluang yang sangat terbuka. Meksipun di beberapa tempat CU mengalami kemunduran karena berbagai faktor.

Berdasarkan perintisan CU, hampir semua CU lahir dari sebuah komunitas atau sekelompok orang yang memiliki keprihatinan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Dalam perkembangan selanjutnya, ada yang memakai pola memohon dukungan pinjaman dari Paroki yang harus dikembalikan, ada yang menjadi tempat pelayanan CU lain yang sudah berkembang dan ada yang memulai dari sekelompok kecil anggota yang konsisten menabung, setelah menjadi besar lalu membuka diri untuk menerima anggota.

Hal yang perlu diperhatikan dalam perintisan CU ialah Paroki, dalam hal ini Pastor Paroki, Dewan Pastoral Paroki (DPP) dan Badan Gereja Katolik Paroki (BGKP) perlu mendukung gerakan pemberdayaan CU dengan memberikan dukungan berupa animasi, fasilitasi dan promosi. Animasi dapat berbentuk penyelenggaraan kegiatan sosialisasi, visitasi dan seminar tentang CU. Sedangkan fasilitasi dapat berupa, dukungan finansial, perlengkapan dan pelatihan kepada pengurus CU.

Hal lain yang baik ialah sebelum membentuk CU perlu memanfaatkan keberadaan kelompok atau paguyuban yang telah memiliki modal sosial persekutuan untuk menjadi anggota. Misalnya, paguyuban doa, kelompok anak asuh atau penerima bantuan sosial. Namun perlu didukung dengan pendidikan terus-menerus agar persekutuan tersebut saling mensejahterakan. Dan tak ketinggalan seruan moral agar seluruh pengurus dan anggota CU setia pada komitmen awal pendirian CU. Jika gerakan CU mulai tumbuh, perlu ada pembentukan struktur kepengurusan CU meliputi pembentukan pengurus, pengawas, penasehat dan pengangkatan pegawai. Selanjutnya, CU dapat didorong terus pertumbuhannya lewat promosi dan penjaringan anggota.

Pada awal pendirian, semua pihak perlu memahami bahwa kegiatan CU di luar kepengurusan DPP dan BGKP, agar menjadi mandiri. Dengan demikian CU terhindar dari bantuan-bantuan instan yang berisfat hibah dari Paroki atau pemerintah. Bantuan tersebut justru dapat menjadi sumber masalah, menimbulkan ketergantungan sehingga menganggu kemandirian CU. Sebagaimana terjadi pada Koperasi tertentu yang hancur, karena menerima bantuan hibah dari pemerintah yang sebenarnya dimaksud untuk perbaikan koperasi. Kelak jika CU semakin memenuhi kriteria modern, CU menjadi lembaga milik anggota yang bersifat universal, sekaligus merupakan wujud persekutuan, kemandirian dan solidaritas demi mewujudkan kesejahteraan umum

Berdasarkan kriteria CU, perlu ada penanganan parsial yang memperhatikan masalah dan kebutuhan setiap kriteria. Harapannya, gerakan CU semakin dikenal dengan baik, sehingga terjadi karya pemberdayaan sosial. Selain itu,  perlu terus diingatkan agar kegiatan keuangan mikro dapat memenuhi kriteria-kriteria berdasarkan prinsip CU modern. Dalam hal ini, CU yang sudah mantap dapat menjadi pembelajaran kepada CU lain di Kevikepan masing-masing. Demi keberlanjutan, gerakan CU tidak hanya memerlukan sentuhan manajemen yang baik, namun juga penguatan dalam hal nilai, moral, spiritualitas, Ajaran Sosial Gereja. Termasuk di dalamnya peneguhan tentang nilai pelayanan, kesaksian iman dan pewartaan. Hal itu penting agar gerakan CU berkesinambungan dan berkembang pada jalur yang benar.