Komisi HAK Keuskupan Regio Jawa mengadakan Lokakarya. Lokakarya yang mengambil tema Merajut Dialog dalam Gerak Diaspora diadakan pada 18-20 Juni 2012 di Rumah Retret Griya Paseban, Semarang. Bp. Budi dan Bp. Rubyanto menjadi utusan dari Keuskupan Surabaya.
Lokakarya tersebut dilatarbelakangi situasi keprihatinan berkenaan dengan fenomena kekerasan berbasis agama dan minimnya semangat dialog. Maka Komisi HAK mempromosikan semangat, animasi, penyadaran dan gerakan untuk membangun persaudaraan sejati. Meskipun Komisi HAK berada dalam keterbatasan formal sehingga kurang gesit untuk mempromosikan hal-hal tersebut di berbagai tingkat sosial dan kelompok masyarakat, terutama di akar rumput (masyarakat basis).
Sementara
itu banyak kelompok atau kantung keprihatinan yang ada di masyarakat. Komisi HAK
perlu menghadirkan diri dalam kelompok tersebut sebagai gerak diaspora. Bukan sebagai
organisasi, namun organisme yang hidup di pusat-pusat keprihatinan
masyarakat. Dengan demikian, gerak sporadis Komisi HAK hadir dalam situasi
keprihatinan masyarakat, merasuk ke dalam pusat keprihatinan dan bersama
masyarakat memperjuangkan keadilan sosial dan persaudaraan sejati. Di sanalah, sebenarnya pusat-pusat
persaudaraan sejati dibangun entah dalam dialog iman, dialog teologi, dialog
hidup dan terlebih lagi dialog karya.
Pengalaman Dialog
Rm.
Kirjito, Pr dalam paparan berjudul Menggagas Gerakan Diaspora Komisi HAK, mengatakan
bahwa di Indonesia pluralitas itu sudah bebas dari persoalan agama. Tetapi
memang terpaku pada angka, mana yang mayoritas maupun yang minoritas. Mengutip
pendapat Romo Mangunwijaya, beliau mengatakan bahwa sebagus apapun sistem
modernisasi atau demokrasi dalam suatu negara, pasti ada korban. Salah satu
yang menjadi korban adalah rakyat kecil dan petani.
Bp.
Bimo petani dari Klaten menceritakan pengalaman prbadi, bahwa sejak kecil
beliau tidak menemukan pergolakan dan permasalahan tentang keagamaan. Justru
beliau menikah dengan istri yang dulu berniat untuk menjadi suster dan Katoliknya
kuat. Beliau memang menjadi minoritas dalam keluarga besar, namun hal tersebt
tidak mempengaruhi keharmonisan. Hal ini terbukti dengan adanya rasa
saling menghormati dan tidak pernah ada masalah agama dan
keyakinan. Bp. Bimo tidak merasa tertekan, melainkan
tetap menjadi seorang muslim. Berdasarkan sejarah, tentang keruntuhan Majapahit,
beliau menyimpulkan bahwa sebenarnya masalah yang terjadi di Indonesia sekarang
ini, adalah hanya persoalan kekuasaan. Ada segelintir orang ingin berkuasa dan
menimbulkan pergolakan, dengan melibatkan isu agama.
Dalam
pergaulan, beliau justru banyak memperoleh ilmu tentang filsafat dan pemikiran
dari para romo. Itulah yang menyebabkan tertarik dengan konsep misa yang
diiringi gamelan. Ia juga berperan dan menjadi sutradara dalam kisah sengsara
Yesus, yang mengharuskan beliau untuk lebih mendalami tentang kisah sengsara, dari
Kitab Suci dan referensi lain. Itulah yang membuat beliau memahami, bahwa jika mempunyai
pemikiran untuk keluar dari kotak, seseorang dapat memandang segala sesuatu lebih
luas, tanpa gesekan.
Semangat Konsili Vatikan II
Sementara
itu, Bapa Julius Kardinal Darmaatmadja dalam makalah berjudul Dialog Antar Umat
Beragama Aspek Misioner Gereja, mengatakan bahwa tugas Gereja menyelamatkan
semua orang. Semangat menyelamatkan jiwa-jiwa menjadi semangat para misionaris.
Setelah Konsili Vatikan II, Gereja meskipun tahu bahwa tugasnya menyelamatkan
semua orang, orientasinya pada umat sendiri dan mereka yang menerima baptisan. Karena
itu muncul gagasan dialog. Beliau mengakui, bagaimanapun dialog berhasil bukan karena saya,
tetapi dari kelompok lain, termasuk kelompok Islam yang terbuka untuk berdialog.
Maka kita sebagai warga Gereja yang memelopori dialog, perlu mengembangkan dialog.
Dalam sejarah Gereja, Paus
Paulus VI mulai menunjukan sikap penghormatan terhadap agama-agama lain. Karena kompleksitas
masalah, maka Gereja tidak mewartakan Yesus Kristus kepada orang-orang non
Kristen. Lagipula situasi tidak memungkinkan. Selain karena sikap dasar untuk menghargai agama
lain. Maka dalam berdialog, umat perlu terus membangun kepercayaan,
persaudaraan dan mengikis persaingan.
Pada masa selanjutnya, Paus
Yohanes Paulus II merintis dialog dalam Pertemuan Doa di Asisi, Itali. Ini sebenarnya sebuah
momen. Dengan berdoa, makan kecurigaan
terhadap perbedaan hilang dan setan yang membuat percekcokan itu kalah. Selanjutnya, Paus Benediktus XVI
yang dulu dianggap tidak merestui pertemuan di Asisi, ternyata berubah total. Pada
saat perayaan 25 tahun pertemuan Asisi, beliau justru menambah komponen yang diundang, termasuk tokoh
ateis.
Bapa
Kardinal mengajak peserta terus menumbuhkan semangat saling percaya sehingga ada
kedamaian, meskipun ada perbedaan iman dan budaya. Mantan Uskup Agung Jakarta itu mengajurkan agar umat membangun
kerja sama atau membangun proyek kemanusiaan bersama, untuk mensejahterakan masyarakat.
Beliau memikirkan bagaimana agar misalnya, umat basis di Keuskupan membangun
lingkungan yang bersih. Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) yang
bergaul dengan kaum ibu yang bukan katolik, bisa melakukan sesuatu yang memiliki dampak luar biasa. Mereka bisa
membangun komunitas berdasarkan kasih. Karena, kaum ibu sangat strategis dalam membangun
jaringan semacam itu dan tidak dicurigai. Maka baik jika masing-masing pihak mencari cara sesuai
dengan kondisi setempat dalam dialog dan mengembangkan sikap
misioner. Dialog sebaiknya dikembangkan tidak hanya di dalam Gereja, tetapi di tengah masyarakat.
Model Dialog Diaspora
Di
sela-sela lokakarya, para peserta melakukan kunjungan ke Serikat Paguyuban
Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT). Komunitas tersebut merupakan organisasi petani non-partisan, independen dan non-profit yang didirikan oleh perwakilan dan
aktifis gerakan petani pada tanggal 10 Agustus 1999 di Salatiga. Nama “Qaryah
Thayyibah” diambil dari bahasa Arab yang artinya adalah desa yang berdaya.
Visi
SPPQT membangun peradaban Indonesia berbasis pertanian, sehingga terbentuk
masyarakat yang adil dan makmur. Adapun misi SPPQT mewujudkan masyarakat tani
yang tangguh, mampu mengelola sumber daya sesuai
dengan prinsip keadilan, kelestarian lingkungan serta keadilan laki-laki dan
perempuan. Kelompok itu memiliki jejaring dengan 55 paguyuban petani di
wilayah Salatiga, Semarang, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Kendal, Batang,
Grobogan, Boyolali dan Sragen. Mereka juga memiliki jaringan
dengan 11 lembaga pendidikan setingkat SMP dan SMU, 1 Universitas dan 1
pendidikan anak usia dini. Ada pula koperasi simpan pinjam dan 28
lembaga ekonomi gardu tani. SPPQT bisa menjadi model dialog karya yang bersifat
diaspora. Yang menarik, para pengurus dan anggota berasal dari berbagai kalangan, termasuk
Ruth Murtiasih yang menjadi Wakil ketua
dewan pimpinan periode 2007-2011.
Pada
akhir lokakarya, para peserta membuat rekomendasi bersama. Rekomendasi itu pertama, mengajak para insan Komisi HAK lebih
mendekatkan diri kepada tokoh-tokoh agama lain untuk berkomunikasi demi menjaga
suasana kondusif. Kedua, berpartisipasi
dalam penyadaran umat untuk mengikuti Pemilu 2014 secara etis dan bertanggungjawab.
Ketiga, Komisi HAK tetap menjaga
netralitas terhadap para calon. Keempat,
Komisi HAK sebagai penyalur kebenaran agar cermat memilih calon pemimpin yang
100 % Pancasilais dan 100 % Nasionalis dan peduli kepada rakyat, terutama yang kecil,
lemah, miskin, tersingkir dan difabel. (BUD/RUB).