16 Maret 2011

Refleksi Ekologis Tahun Anak Keuskupan Surabaya

Anak-anak adalah harapan, tetapi mereka juga generasi yang akan berkecil hati bila akan mewarisi dunia yang rusak

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.

Ketika kita berbicara mengenai strategi konservasi lingkungan, artinya kita berbicara kesinambungan umat manusia dan mahkluk hidup dan di dalamnya yang mengandung nilai-nilai kebebasan, keadilan, serta nilai moral lainnya. Mengelola alam dan lingkungan yang benar dengan memperhatikan ekspresi kebudayaan dan pengetahuan adalah ungkapan iman. Ini penting mengingat Indonesia dan Asia ditandai oleh suku-suku, kepercayaan, kebudayaan, dan sumberdaya alam yang sangat bervariasi.

Tetapi yang penting dalam pengelolaan alam ini adalah, “Sebelum kita berbicara mengenai orang, masyarakat atau lembaga di luar kita, sebaiknya kita mengelola diri kita lebih dahulu”. Yaitu mari kita perbarui wajah Gereja, keluarga, paroki, sekolah, karya-karya sosial, hingga menjadi lebih ramah lingkungan. Lebih dari itu, memang persolan lingkungan adalah persoalan umat manusia.

Saat ini efek dari pengelolaan alam yang tidak benar sudah mulai beraksi, para petani dan pedagang atau kelompok menengah ke bawah,yang mata pencahariannya sangat membutuhkan keteraturan musim, adalah mereka yang sangat terpukul dengan perubahan iklim, polusi dan kwalitas air yang buruk memberikan dampak negatif terutama pada masyarakat miskin. Anak-anak adalah harapan, tetapi mereka juga generasi yang akan berkecil hati bila akan mewarisi dunia yang rusak.

Semua makhluk hidup diciptakan untuk kebaikan masa lalu, sekarang dan masa depan manusia. Maka pengunaan hasil bumi ,tumbuh-tumbuhan dan binatang, tidak bisa dipisahkan dari dasar-dasar moral. Yaitu tindakan ini tidak bisa dilepaskan dari pertimbangan kebaikan orang lain, termasuk manusia yang hidup dimasa yang akan datang.

Jika kita berbicara tentang perubahan sikap terhadap alam, ini bisa dikerjakan lewat aksi sosial secara langsung (gerakan nyata). Tetapi, jangan dilupakan sarana pendidikan, yang bisa dilakukan lewat sekolah dan media. Menang perlu disayangkan kalau belakangan ini praktik pendidikan di sekolah tereduksi menjadi sekedar pengajaran. Pendidikan diartikan sebagai transfer ilmu pengetahuan. Padahal esensi pendidikan adalah membentuk pribadi yang baik. Termasuk baik dalam mengelola lingkungan.

Dalam konteks lebih luas, pendidikan yang terdiri dari formal (sekolah), non formal (kursus,pelatihan), dan informal (keluarga, masyarakat), adalah merupakan sarana yang sangat penting dalam mendidik masyarakat. Peradaban manusia yang dicapai sekarang, merupakan hasil dari sebuah pendidikan, melalui media buku secara estafet masyarakat generasi terdahulu mewariskan ilmu pengetahuan, ketrampilan, sekaligus kearifan, kepada generasi yang hidup sesudahnya.

Meskipun ada catatannya, “Memang pendidikan dan media merupakan sarana yang bisa berpengaruh baik terhadap alam, kehidupan dan manusia. Akan tetapi, pendidikan dan media juga bisa berpengaruh sangat buruk terhadap hal yang sama”. Kerusakan alam belakangan ini disebabkan oleh manusia. Hutan dibabat habis, untuk diambil kayunya. Atmosfir bumi telah berubah menjadi “rumah kaca” hingga terjadi pemanasan global yang berdampak pada anomali cuaca. Mengapa manusia merusak alam dan mengotori atmosfir dengan membakar bahan bakar fosil ? Karena generasi terdahulu telah mewariskan skill dan ilmu pengetahuan baik melalui buku maupun pelatihan.

Catatan penting, akhirnya melalui buku dan media pulalah manusia disadarkan bahwa perusakan alam itu harus dihentikan. Karena belajar melalui buku dan media sebagian orang sadar apabila pengrusakan ini terus berlanjut, bukan hanya alam yang akan rusak, kehidupan pun akan punah. Termasuk kehidupan umat manusia di planet ini. Pertanyaannya. “Apakah kita menjadi salah satu orang yang sadar akan kelestarian lingkungan hidup kita ini ?” (Rm. Siprianus Yitno, Pr, moderator PSE Kevikepan Cepu dan Kelompok Tani Bumi Berseri).