24 Maret 2010

Aceh Exposure Visit Bersama Caritas Czech Republic

Hari I, Senin, 22 Februari

Kami dijemput oleh staff Caritas Czech Republic (CCR), Mastura Madina dan Saifullah Alfidrus di Sultan Iskandar Muda International Airport. Setelah berkeliling kota sebentar, kami makan siang. Kemudian, kami menuju Hotel Green Paradise, tempat di mana seluruh peserta bermalam.

Hari II, Selasa, 23 Februari

Pagi hari seusai sarapan pagi, kami dijemput menuju kantor CCR. Di kantor, seluruh peserta yang terdiri dari mitra jejaring Caritas seperti: Cordaid, Caritas Australia, Trocaire dan Karina Keuskupan mengadakan pertemuan dengan staff CCR yang dipandu oleh Martin Vane (Direktur), Rebecca Domondon (CCR project manager for livelihood project in post tsunami areas) dan Roberto Hutabarat (CCR Project manager for livelihood project in post conflict areas).

Pada kesempatan tersebut dijelaskan keberadaan CCR masih bertahan dan diterima masyarakat. CCR selalu mengawali proyek menyertakan peran masyarakat, masuk dengan menghormati budaya setempat meskipun beberapa fasilitator bukan orang asli Aceh dan memfasilitasi apa yang benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat penerima manfaat. Hal ini berbeda dengan berbagai LSM yang masuk di Aceh yang lebih terkesan mendikte suatu kegiatan dan tidak melibatkan peran serta masyarakat.

Setelah membantu proyek tanggap darurat dan rekonstruksi, maka pada tahap berikutnya CCR masuk ke dalam program livelihood dan pemberdayaan masyarakat. Skenario ini telah dirancang sejak CCR tiba di Aceh pertengahan Februari 2005. Seiring dengan selesainya proyek rekonstruksi tahun 2006-2007, di mana banyak donor telah kembali, berpengaruh terhadap perekonomian warga. CCR mengusahakan apa yang disebut “Mata Pencarian yang berkelanjutan dan Penguatan Organisasi Berbasis Masyarakat di Aceh Jaya”. Selama ini masyarakat Aceh mendapatkan sumber penghasilan utama dari bidang perikanan, bercocok tanam padi atau tanaman palawija lain secara bergantian dan tanaman keras, seperti karet. Maka, CCR masuk ke berbagai komunitas untuk mendukung program atau kegiatan tersebut. Lokasi program CCR tersebar di Kabupaten Aceh Jaya, tepatnya di Kecamatan Jaya, Sampoiniet, Krueng Sabe, Setia Bakti, Panga dan Teunom.

Tujuan dari exposure visit ini tak lain adalah upaya pengenalan kepada peserta kunjungan lapangan tentang sub sektor program CCR tentang pelaksanaan Pengembangan Mata Pencarian Pedesaan di Aceh Jaya yang meliputi bidang pertanian, kehutanan, perikanan, pengembangan koperasi. Serta pengenalan tentang menghubungkan komponen Pengembangan Mata Pencarian Pedesaan dengan Pengurangan Resiko Bencana. Pemetaan ketertarikan dan kebutuhan peserta berkenaan dengan kemungkinan dukungan lanjutan di bidang Pengembangan Mata Pencarian Pedesaan dan pengubungan antara Pengembangan Mata Pencarian Pedesaan dan Pengurangan Resiko Bencana. Serta upaya mengidentifikasi kemungkinan kerjasama dan transfer pengetahuan antara CCR dan organisasi yang diwakili oleh peserta dalam kegiatan ini.

Setelah mengadakan pembukaan singkat, perjalanan dilanjutkan menuju lokasi:

i. Aquaculture

Di tempat ini kami melihat kelompok tani yang baru saja dibentuk. Sebelumnya mereka adalah korban tsunami yang tambaknya hancur, pencari ikan di sungai yang sebagian besar rumahnya rusak dan telah mendapatkan rumah bantuan. Seiring dengan kerusakan dan perubahan struktur tanah maupun sungai yang dulu menjadi lokasi pencarian ikan, hasil tangkapan ikan mereka berkurang yang artinya mempengaruhi penghasilan. Sementara untuk mencari penghasilan lain masyarakat belum berminat atau melaut pun masih trauma dan lagipula sangat tergantung musim, angin barat dan angin timur.

Mereka sedang merancang kegiatan pembuatan kolam ikan terpadu. Harapannya ada kelompok pengelola, yang merekrut anggota dan aktif membayar iuran. Lalu kelompok menentukan tempat pembenihan, mencari bibit aneka macam ikan yang relevan dengan kondisi air setempat. Dalam hal ini bekerjasama dengan pembenihan ikan / udang milik CCR di Kuala Unga. Selain itu, anggota dididik dalam pelatihan peternakan ikan, bekerjasama dengan dinas perikanan dan difasilitasi dengan tanaga ahli yang bekerja untuk CCR. Kelak, jika benih ikan dari pembenihan telah didapatkan, anggota akan mendapatkan terpal dan memulai beternak ikan di lahan milik pribadi atau kelompok.

ii. KPPT, Community Farm

Di tempat ini kami bertemu dengan beberapa pengurus koperasi tani. Sejarah terbentuknya koperasi ini hendak membantu petani yang masuk dalam kategori miskin, entah buruh tani atau petani yang tidak memiliki lahan. Selain, karena daerah tersebut merupakan daerah konflik, di mana kawasan pertaniannya telah lama tidak digarap, padahal sebenarnya tanahnya sangat subur.

Para petani yang menjadi anggota, masuk dengan membayar iuran tertentu, mereka mendapat fasilitas pelatihan pertanian dan pinjaman modal. Modal tersebut dikembalikan saat panen tiba. Bagi mereka yang memiliki lahan sempit dapat mengerjakan di tempat masing-masing, bagi yang tidak dapat mengerjakan di lahan bersama milik CCR. Dampak kesejahteraan telah dirasakan oleh anggota, di mana makin banyak orang yang berminat menjadi anggota. Selain itu, koperasi telah mengembangkan tempat pelayanan di lokasi lain sehingga lebih banyak melayani masyarakat, telah memiliki gedung sendiri dan alat angkutan untuk pendistribusian pupuk dan hasil pertanian. Beberapa faktor pendukung ialah pengembangan komunitas, para pengurus yang juga tenaga ahli serta penggerak koperasi yang merupakan staf CCR

iii. Hatchery

Kompleks hatchery ini merupakan kompleks untuk mengadakan pembenihan atau pembibitan ikan. Tempat ini dikelola oleh kelompok peternak, meskipun dikerjakan oleh CCR. Di tempat yang dikelola oleh pegawai full timer serta seorang tenaga ahli ini, bibit ikan atau bibit udang ditumbuhkembangkan sampai usia tertentu pada keadaan air tertentu sehingga siap beradaptasi dengan situasi air lokal. Saatnya tiba dan benih sudah cukup kuat untuk dilepaskan, maka petani-petani yang menjadi anggota akan mendapatkan bagian untuk diternakkan. Para petani tinggal menyiapkan lahan dan terpal sebagai peternakan. Tempat ini tidak hanya menjadi tempat pembenihan dan pembibitan ikan namun juga pembuatan pakan ikan.

Hari III, Rabu, 24 Februari

i. Agriculture / Agroforestry / Post Conflict Projects (SRI)

Tempat yang kami kunjungi dahulu merupakan daerah konflik. Keadaan kampung beserta tanah dan lahan pertaniannya telah lama ditinggalkan penduduk karena mengungsi sekitar 9 tahunan. Ketika tsunami tiba dan konflik berhenti, maka perlahan-lahan warga yang mengungsi di pinggir pantai kembali ke desa yang telah ditinggalkan tersebut. Mereka berusaha hidup dengan menjadi pembalak kayu di hutan. Namun keadaan ini tidak bisa dibiarkan. Gagasan yang muncul ialah menghidupkan kembali pertanian. Meskipun sebenarnya sulit karena ancaman babi hutan dan membutuhkan biaya tinggi untuk perlindungan pertanian dengan memasang kawat berduri, padahal lahan mereka sangat subur.

Saat CCR tiba, CCR menyediakan 2 pendamping ahli pertanian di lokasi. Lalu warga dikoordinasi dalam kelompok tani. CCR membeli tanah yang kemudian menjadi milik kelompok warga, selain itu juga mengatur lokasi-lokasi pertanian tersebut sebagai tempat pelatihan dan proyek percontohan. Dengan pola yang sama, warga yang mau menjadi anggota masuk dalam kelompok koperasi. Mereka kemudian membayar iuran, menerima pelatihan dan kemudian menerima benih untuk ditanam. Berkenaan dengan SRI, ternyata menarik bahwa dengan pola tanam menggunakan sedikit air tidak mempengaruhi pertumbuhan padi dan hasilnya tetap bagus. Demikian pula tidak perlu menggunakan pupuk kimia. Tanah di Aceh masih sangat subur, tanpa pupuk kimia pun hasil pertanian tidak mengalami penurunan, karena memang sejak lama kondisi tanah tidak memakai pupuk kimia. Selain fokus pada pertanian padi, CCR bersama warga mengembangkan pertanian kopi, palawija dan pembuatan pupuk organik. Hasil pertanian yang baik perlahan-lahan akan mengurangi niat warga untuk mendapatkan sumber penghasilan dengan membalak hutan.

ii. Community Nursery

Kunjungan berikut berada di lokasi yang tidak jauh. Kami bertemu dengan komunitas para janda di tempat milik salah satu anggota, di mana lahannya cukup luas. Tempat tersebut merupakan tempat berkumpul yang halamannya menjadi pembibitan aneka benih tanaman. Komunitas ini terbentuk dalam rangka mendukung kegiatan CCR lain ialah pertanian dan penghijauan. Menarik bahwa mereka adalah para janda. Ada di antara mereka yang menjadi janda karena suami meninggal akibat konflik maupun karena sebab lain. Maklum beberapa saat lalu, konflik menyebabkan penderitaan. Selain penderitaan batin mereka kehilangan suami, sosok sumber penghidupan.

Memang pertama-tama bukan demi menghapus ingatan masa lalu, namun lebih bagaimana survive mendapatkan kegiatan yang menghasilkan. Kegiatan mereka antara lain simpan pinjam, merekrut anggota baru untuk mendapatkan pinjaman dan setelah mendapatkan pelatihan mereka diharapkan terlibat dalam pembuatan bibit tanaman entah tanaman bunga, tanaman keras maupun buah-buahan. Semua ini ada hubungannya dengan mencukupi kebutuhan bibit, baik untuk kegiatan proyek CCR sendiri maupun kebutuhan dari kelompok lain atau pesanan pemerintah. Meskipun demikian, di antara lahan milik anggota ada yang dijadikan tempat pembenihan maupun tempat penanaman. Hasil dari penjualan benih dan tanaman mereka kelola bersama dalam kelompok atau digulirkan bagi anggota sesuai kebutuhan masing-masing.

iii. Community Nursery Learning Center

Berikutnya, kami mendatangi apa yang disebut sebagai pusat pelatihan dan pembibitan pertanian. Di kompleks yang dibeli oleh CCR hampir 1 ha tersebut tersedia beragam model pengembangan pertanian. Mulai dari peternakan kambing, sapi dan kolam ikan di bagian depan, pembenihan dan pembibitan aneka tanaman di bagian tengah, peternakan ayam, pengelolaan biogas, pengolahan limbah dan air terpadu sebagai bahan pendukung proses produksi di bagian belakang serta penginapan dan tempat pelatihan bagi masyarakat.

Di tempat inilah, semua proses pelatihan anggota kelompok kegiatan atau proyek yang dikelola CCR dilaksanakan. Tempat ini menjadi diklat bagi para petani yang bergabung menjadi anggota, yang kemudiaan mendapatkan pinjaman dana pertanian. Tidak hanya berlatih, mereka berada di lokasi yang cukup komprehensif tersebut sambil magang. Mereka juga mencukupi kebutuhan pertanian, terutama bibit tanaman. Permintaan bibit tidak hanya dari kalangan anggota, namun juga dari kalangan lain dan pemerintah.

Namun, permasalahan yang timbul ialah, seluruh proses dalam pusat pelatihan tersebut didukung oleh CCR. Padahal hendaknya pusat pelatihan mulai mendapatkan dana untuk keberlanjutan keberadaannya. Hal tersebut berbeda dengan keberadaan kegiatan lain yang menempati lahan atau bekerjasama dengan kelompok lain yang sudah ada. Maka pekerjaan yang harus dipikirkan CCR untuk unit ini adalah perencanaan bisnis yang matang untuk keberlanjutannya.

Hari IV, Kamis, 25 Februari

i. Aquaculture / Freshwater Hatchery / Koperasi Nelayan Jaring Apung

Keberadaan pusat pembenihan ikan ini tidak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan masyarakat setempat yang memang membutuhkan tambahan penghasilan. Selama ini, warga tinggal di pinggiran pantai dan setelah tsunami menghantam, mereka kembali ke desa mereka. Keadaan ini memaksa warga kehilangan sumber pendapatan dari melaut. Maka, mereka diajak untuk bergabung dalam koperasi jaring apung, yang menggeser cara hidup nelayan warga ke peternakan ikan di lahan warga sendiri. Jenis ikan pun tidak tergantung ikan laut, payau atau tawar, namun segala jenis ikan. Meskipun demikian ada beberapa kelemahan dalam proses peralihan pengelolaan ikan. Maka, CCR membantu mengadakan pusat pengolahan benih ikan terpadu.

Pada lahan yang dibeli CCR tersebut, warga berkoordinasi mengadakan pusat pelatihan mulai dari pembenihan, peternakan, hingga pemasaran dan pengupayaan pakan ikan. Penguasaan perikanan dari bibit, pengelolaan hingga diharapkan pemasaran merupakan mata rantai yang strategis memenangkan anggota atau peternak. Warga yang tergabung dalam koperasi dapat menjadi anggota. Jika hendak mendapatkan pinjaman untuk beternak ikan diharapkan mengikuti diklat dan magang di lokasi pusat pelatihan tersebut. Pengelolaan sepenuhnya pusat pelatihan oleh koperasi merupakan hal yang memudahkan dalam pengelolaan. Meskipun demikian, CCR tetap membantu beberapa hal yang disebut sebagai pengembangan pusat pelatihan tersebut. Tidak hanya bagi anggota, saat ini pusat pelatihan juga melayani anggota masyarakat dan bekerjasama dengan salah satu sekolah teknologi menengah setempat yang menjadikan pusat pelatihan pula bagi anak-anak sekolah.

ii. Disaster Risk Reduction

Lokasi yang dikunjungi merupakan desa yang rawan banjir. Banjir disebabkan oleh aneka sebab terutama kebiasaan masyarakat selama ini yang terlibat dalam pembalakan hutan. Hutan yang gundul di sisi tengah mengakibatkan air hujan tidak tertahan. Selain itu kebiasaan dan budaya membuang sampah yang menutup saluran-saluran sehingga menyebakan air meluap. Banjir yang terjadi selain memperburuk kemiskinan warga, apalagi warga yang tak berdaya tak kuasa menghindari banjir tahunan.

CCR bersama warga mengadakan pemetaan bersama warga. Menganalisa masalah, penyebab dan mulai merusmuskan kegiatan dan program untuk menanggulangi banjir. Beberapa hal yang disebutkan ialah upaya melakukan penyadaran warga, sosialisasi daan pemasangan poster. Selain itu juga digagas proyek yang antara lain memperlebar saluran air, memperbaiki pusat pegendali banjir di lokasi pintu air, hingga upaya advokasi untuk mendorong kepedulian pemerintah dalam rangka mendukung penanggulan banjir yang digagas oleh warga. Memang kesan yang cukup kuat ialah warga terfasilitasi untuk mengaktualkan gagasannya dalam rangka mengurangi dampak banjir tahunan, namun dukungan CCR yang sangat besar menjadi pertanyaan bagi keterlibatan warga. Mereka memberikan bantuan dalam rupa gotong royong dan pastisipasi lainnya yang masih relatif kecil.

Hari V, Jumat, 26 Februari

Pada kesempatan ini diadakan debriefing di lobi hotel Calang. Seluruh peserta exposure visit dan staff CCR berkumpul bersama. Mereka saling mengadakan evaluasi serta menyampaikan manfaat dari kunjungan bersama CCR ini. Selain itu, para peserta juga menyampaikan beberapa umpan balik, berkenaan dengan hasil pendangan mata selama menyaksikan program CCR di Aceh. Di antara para peserta bahkan sepakat untuk membangun jejaring dan koalisi kerjasama saling berkunjung dan belajar, karena hampir semua peserta, di tempatnya masing-masing menggeluti hal yang sama.

Hal positif yang dapat diambil sebagai pembelajaran dari exposure visit adalah:
• Project didukung oleh dana kuat, CCR mendapat support dari jejaring Caritas dan non Caritas
• Project didukung oleh tenaga Program Manager, staff lokal dan tenaga ahli yang professional / kompeten di lapangan
• Project didukung oleh masyarakat, melibatkan strategi melibatkan masyarakat, termasuk usul-saran sesuai apa yang diingini masyarakat
• Project selalu diawali dengan menginisiasi program / kegiatan dengan membuat kelompok / koperasi sehingga masyarakat / anggota mengurus dirinya sendiri (groupself management)
• Pengelolaan Hatchery Aquaculture KNJA, memakai strategi lebih baik daripada Community Nursery Learning Center. Karena CCR tidak perlu memulai segala sesuatunya dari nol, CCR tidak mengusahakan semua sendiri dan tidak kewalahan dalam pengelolaan keberlanjutannya. Justru CCR memanfaatkan kelompok / koperasi yang sudah ada di masyarakat dan menempatkan diri sebagai pendukung saja.
• Koordinasi struktural CCR mulai dari tingkat pusat (Aceh) hingga di lapangan berlangsung dalam semangat kebersamaan dan kekeluargaan, sehingga persoalan yang muncul dapat dipecahkan bersama secara baik

Sedangkan beberapa hal yang menjadi catatan kritis adalah:
• Ketergantungan penerima manfaat / warga masih tinggi terhadap CCR
• Dalam exit strategy perlu melibatkan masyarakat dan perumusan bisnis plan sehingga kelompok / masyarakat bisa mengelola sendiri kelak setelah CCR meninggalkan lokasi

Hari VI, Sabtu, 27 Februari
Para peserta kembali lokasi masing-masing.