13 Februari 2010

Surat Gembala Prapaskah 2010

Saudara-saudara yang terkasih,

“Kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” (1 Kor 6:11). Demikian Rasul Paulus mengingatkan setiap orang yang telah dibaptis untuk terus menerus bertobat sebagai sikap iman yang pantas bagi Dia yang telah menebus kita dengan kurban salibNya.

Secara khusus, kita umat Katolik perlu merasa bersyukur karena kita dapat mempersiapkan perayaan Paskah dengan masa pertobatan Prapaskah yang dimulai dengan Hari Rabu Abu yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 17 Februari 2010. Seperti seruan para nabi demikian pula Tuhan Yesus memanggil kita untuk menyesal dan bertobat, bukan pertama-tama dengan perbuatan-perbuatan lahiriah, seperti pada jaman Perjanjian Lama dengan “karung dan abu”, perbuatan puasa, pantang, dan matiraga melainkan pertobatan hati, pertobatan batin. Tobat batin adalah satu penataan baru seluruh kehidupan, satu langkah balik (metanioa), pertobatan kepada Allah dengan segenap hati, berpaling dari yang jahat, menyadari diri sebagai anak-anak Allah, dan membebaskan diri dari keadaan berdosa. Bahkan tentang keadaan berdosa ini Rasul Yohanes berkata: “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (1 Yoh 1:8).

Pertobatan hati, pertobatan batin sekaligus mengandaikan kerinduan dan keputusan untuk mengubah kehidupan, serta harapan atas belas kasih ilahi dan bantuan rahmatNya, dengan menyadari “ada yang tidak beres dalam hidupku” atau “ada masalah dalam hidupku” bahkan “masalahnya ialah sering kali aku tidak merasa ada masalah dalam hidupku”. Hati manusia itu cenderung lamban dan keras. Untuk bertobat sungguh-sungguh kita hanya dapat bermohon supaya Allah memberi kepada kita hati yang baru (bdk. Yeh 36:26-27). Karena itu, pertobatan adalah pertama-tama karya Allah yang membalikkan hati kita kembali kepadaNya: “Bawalah kami kembali kepadamu, ya Tuhan, maka kami akan kembali” (Rat 5:21). Allah memberi kita kekuatan untuk mulai hidup yang baru dengan hati yang baru.

Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) Nasional tahun 2010 ini ialah Kesejatian Hidup Dalam Keluarga. Selama masa Prapaskah ini kita diharapkan untuk bertobat dari segala hal yang menghambat menghalangi terciptanya hidup keluarga yang beriman, rukun, damai sejahtera, yang saleh, tabah dan saling meneguhkan, penuh pelayanan, perhatian dan cinta kasih. Tema ini sejalan dengan fokus karya pastoral Keuskupan Surabaya pada tahun 2010 sebagai Tahun Keluarga dan Habitus Baru, hasil rekomendasi Musyawarah Pastoral Keuskupan Surabaya, November 2009 yang lalu. Seperti diketahui bersama sejak Januari 2010 terutama di paroki-paroki dan melalui koordinasi kevikepan di Keuskupan Surabaya mulai dirancang program-program kegiatan untuk mengisi Tahun Keluarga dan Habitus Baru ini. Tidak ada program besar dan menyeluruh seperti perayaan Tahun Keluarga dan Habitus Baru di tingkat keuskupan, justru di tingkat paroki-paroki dan kevikepanlah program-program kegiatan lebih dirasakan dampaknya bagi pembaharuan hidup keluarga-keluarga kita.

Kita dapat mengisi masa pertobatan Prapaskah 2010 ini dengan pembaharuan hidup sebagai anggota keluarga dan sebagai keluarga yang berciri kristiani. Beberapa pokok hidup keluarga kristiani dapat menjadi bahan renungan pertobatan batin kita:

Keluarga Kristiani adalah persekutuan pribadi, sebagai tanda dan citra persekutuan cinta kasih Bapa, Putra dan Roh Kudus (Anjuran Apostolik untuk Keluarga di jaman modern, Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, 21). Ditegaskan visi keluarga sebagai persekutuan pribadi-pribadi dalam cinta kasih. Menghadapi tantangan jaman yang cenderung materialistis, hedonis, dan konsumeristis, sering anggota keluarga kehilangan rasa dan sikap hormat satu sama lain sebagai pribadi. Misalnya, ayah dan ibu cenderung melihat anak sebagai beban, atau alat untuk kebanggaan orang-tua kalau anak menuruti keinginan, sukses, dsb. Di lain pihak, anak kehilangan rasa dan sikap hormat, karena orang-tua tidak memuaskan keinginan anak, bahkan menjadi penghalang kebebasan anak. Persekutuan pribadi keluarga sebagai komunikasi cinta kasih yang mudah menjadi transaksi pemenuhan kebutuhan dan keinginan semata. Adakah pertobatan batin untuk melihat anggota keluarga satu sama lain sebagai pribadi yang butuh rasa dihormati, dihargai, disayang, sebagai pribadi?

Keluarga adalah wadah hidup sebagai “sekolah keutamaan-keutamaan cinta kasih” (FC 36). Adakah suasana “rumah” sebagai wadah pembelajaran untuk kesabaran, ketekunan, kesetiaan, kejujuran, pelayanan, pengabdian tanpa pamrih satu sama lain. Apakah kita mampu menjadi teladan keutamaan-keutamaan cinta kasih ini atau kita menjadi batu sandungan bahkan dalam hal sopan santun dan etiket hidup bersama sebagai anggota keluarga kristiani?

Keluarga adalah wadah hidup pembinaan iman dan kesucian hidup di hadapan Allah (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Vatikan II, Lumen Gentium 11). Apakah kita sebagai anggota keluarga kristiani cenderung menjadi penghalang atau penghambat satu sama ain untuk mengenal kehadiran dan bertemu dengan Tuhan dalam hidup doa, ibadat dan perayaan-perayaan sakramen Gereja?

Semoga Tuhan memberkati kita dalam masa prapaskah ini dalam laku puasa, pantang dan matiraga dengan fokus perhatian pertobatan dalam hidup keluarga.

Berkat Tuhan,

Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono
Uskup Surabaya