06 Agustus 2009

Kaum Awam Dan Ajaran Sosial Gereja


Kaum awam memiliki peran khas dalam kemuridan sesuai dengan corak sekulernya. Dengan peran khasnya untuk mengejawantahkan ajaran sosial Gereja dalam tindakan, dan menunaikan tugas perutusan keduniaan Gereja, maka kaum awam mutlak memiliki pengetahuan yang tepat tentang ajaran sosial Gereja. Pembelajaran ajaran sosial Gereja secara intensif sangat penting untuk dilaksanakan. Selain pengembangan sebuah spiritualitas yang autentik, yang menyanggupkan kaum awam memiliki pijakan spiritualitas sekaligus kebijaksanaan dalam aktivis sosial.

Kaum Awam

Siapakah kaum awam? Kaum awam ialah kaum awam beriman yang memiliki ciri khas corak sekular dalam kemuridan mereka sebagai pengikut Kristus, di dalam dunia. Berdasarkan panggilan mereka, kaum awam wajib mencari Kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. (Kompendium ASG, 11).

Kaum awam dihimpun dalam Kristus dan dijadikan peserta di dalam misi-Nya, sesuai dengan jati diri mereka yang khusus. “Istilah ‘awam’ di sini ialah semua orang beriman Kristen kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius. Mereka terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus. Dan sesuai dengan kemampauan mereka melaksanakan tugas perutusan Gereja di dalam dunia.” (bdk., Kompendium ASG 541). Jadi, kaum awam beriman mencari Kerajaan Allah “dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah”

Jati diri kaum awam beriman lahir dan terawat oleh Sakramen Pembaptisan, Krisma dan Ekaristi. Pembaptisan mempersatukan pribadi bersangkutan dengan Kristus. Sakramen Krisma menata individu pada Kristus,untuk memberi hidup baru kepada ciptaan dan kepada semua makhluk melalui pencurahan Roh. Dan Sakremen Ekaristi menjadikan seorang beriman peserta dalam korban unik dan sempurna yang dipersembahkan Kristus kepada Bapa, bagi keselamatan dunia. Dari karunia rahmat Ilahi inilah, dan bukan berdasarkan konsensi manusiawi, lahirlah karunia dan tugas yang mencirikan seorang awam sebagai nabi, imam dan raja, sesuai dengan corak sekularnya. (Kompendium ASG, 542)

Ajaran Sosial Gereja

Ajaran sosial Gereja bukanlah sebuah hak prerogatif dari satu komponen tertentu dalam lembaga gerejawi melainkan dari keseluruhan jemaat. Ajaran sosial Gereja adalah bentuk ungkapan dari cara Gereja memahami masyarakat serta posisinya sendiri berkenaan dengan berbagai struktur serta perubahan sosial. Keseluruhan jemaat Gereja – para imam, biarawan dan kaum awam – ambil bagian dalam perumusan ajaran sosial ini, menurut tugas, karisma serta pelayanan yang berbeda-beda yang ditemukan di dalam Gereja (bdk., Kompendium ASG 79)

Ajaran sosial mencakup rupa-rupa tanggung jawab berkenaan dengan pembangunan, penataan serta keberfungsian masyarakat. Termasuk di dalamnya kewajiban-kewajiban politik, ekonomi dan administratif yang bercorak duniawi – yang menjadi tugas perutusan kaum awam beriman, bukan para imam atau biarawan. (bdk., Kompendium ASG 28). Aneka tanggung jawab ini dipunyai kaum awam secara khas dan unik seturut kondisi sekular perihidup mereka serta corak sekular panggilan mereka. (bdk., Kompendium ASG 129). Dengan memenuhi berbagai tanggung jawab ini kaum awam beriman mengejawantahkan ajaran sosial Gereja dalam tindakan, dan dengan demikian menunaikan tugas perutusan keduniaan Gereja. (bdk., Kompendium ASG 83)

Ajaran sosial Gereja merupakan titik rujukan yang sangat diperlukan bagi suatu pembinaan Kristen yang seluruhnya terpadu. Ajaran ini merupakan sebuah sumber ilham bagi kerasulan dan bagi kegiatan sosial. Terlebih bagi kaum awam yang mempunyai tanggung jawab di dalam pelbagai bidang masyarakat dan kehidupan umum. Kaum awam mutlak memiliki pengetahuan yang lebih tepat tentang ajaran sosial Gereja.” (bdk., Kompendium ASG 528)

Pembelajaran Ajaran Sosial Gereja

Ajaran sosial Gereja mesti menjadi pijakan dari sebuah karya pembinaan yang intensif bagi kaum awam beriman. Pembinaan semacam itu hendaknya mengindahkan kewajiban-kewajiban mereka di tengah masyarakat sipil. Kaum awam wajib menggunakan prakarsa mereka dan mengambil tindakan di bidang itu pula, tanpa menunggu-nunggu pedoman-pedoman dan perintah-perintah pihak lain. Kaum awam harus mencoba meresapkan semangat Kristen ke dalam pandangan dan adat kebiasaan umat sehari-hari, ke dalam hukum-hukum dan struktur-struktur masyarakat sipil. (bdk., Kompendium ASG 531)

Tahap pertama, pembinaan kaum awam Kristen hendaknya membantu mereka untuk mampu melaksanakan kegiatan mereka sehari-hari secara efektif dalam ranah budaya, sosial, ekonomi dan politik, dan untuk mengembangkan di dalam diri mereka suatu pemahaman akan tugas yakni demi melayani kesejahteraan umum. Tahap kedua, pembinaan kesadaran politik dalam rangka mempersiapkan orang-orang Kristen awam untuk memainkan peran mereka dalam kekuasaan politik. Mereka yang cakap atau berbakat hendaknya menyiapkan diri untuk mencapai keahlian politik, yang sukar dan sekaligus amat luhur, dan berusaha mengamalkannya, tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil. (bdk., Kompendium ASG 531)

Pembinaan-pembinaan tersebut dapat dilakukan di lembaga pendidikan Katolik dan di komunitas basis. Lembaga-lembaga pendidikan Katolik harus melaksanakan pembinaan ajaran sosial Gereja dan membaktikan dalam karya nyata yang menampilkan perjumpaan antara Injil dan pelbagai cabang ilmu pengetahuan. Komunitas basis dapat mengusahakan sarasehan lokakarya atau pekan sosial yang memberi peluang pertumbuhan kaum awam beriman, yang membuat mereka mampu memberi andil bagi tatanan duniawi. Kegiatan seperti itu dapat menjadi kesempatan bagi pertukaran aneka refleksi serta pengalaman, mempelajari masalah-masalah yang timbul dan mengidentifikasi pendekatan-pendekatan operatif yang baru. Pembelajaran ajaran sosial Gereja bertujuan agar ajaran tersebut diketahui secara memadai dan diwujudkan secara sepadan dalam tingkah laku konkret. (bdk., Kompendium ASG 528)

Dari Spiritualitas Ke Aktivitas

Kaum awam beriman dipanggil untuk mengembangkan sebuah spiritualitas awam yang autentik. Spiritualitas semacam itu akan membangun dunia ini sesuai dengan Roh Yesus. Spiritualitas tersebut akan menyanggupkan orang-orang untuk menumbuhkan sebuah cinta kasih membara bagi Allah. Spiritualitas ini sekaligus menafikan spiritualisme batiniah dan aktivisme sosial, yang sebaliknya mengungkapkan dirinya dalam suatu sintesis hidup. Terdorong oleh spiritualitas semacam itu, kaum awam beriman mampu memberi sumbangan “untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia. (bdk., Kompendium ASG 545)

Tugas yang benar dari kaum awam beriman ialah mewartakan Injil dengan contoh kesaksian hidup yang berakar di dalam Kristus dan dihayati dalam realitas-realitas duniawi. Misalnya dalam keluarga, komitmen profesional dalam dunia kerja, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan riset; pelaksanaan tanggung jawab sosial, ekonomi dan politik. Semua realitas manusiawi dan sekular – baik personal maupun sosial – merupakan konteks di mana orang-orang Kristen awam hidup dan bekerja. Maka kaum awam beriman yang hadir dan aktif di dalam dunia bukanlah hanya suatu kenyataan antropologis dan sosiologis, melainkan juga suatu kenyataan teologis dan eklesiologis (bdk., Kompendium ASG 543)

Kaum awam beriman harus bertindak sesuai dengan petunjuk kebijaksanaan. Berkat kebajikan ini, prinsip-prinsip moral dapat diterapkan secara tepat pada kasus-kasus tertentu. Kita dapat mengidentifikasi tiga momen berbeda di mana kebijaksanaan digunakan untuk menjernihkan dan menilai keadaan, mengilhami keputusan-keputusan dan mendorong untuk bertindak. Momen pertama terlihat dalam refleksi dan konsultasi di mana persoalan dikaji dan berbagai pendapat yang kompeten dicari. Momen kedua ialah berupa evaluasi, tatkala realitas dianalisis dan dinilai dalam terang rencana Allah. Momen ketiga, yakni keputusan, dilandaskan pada langkah-langkah terdahulu dan memungkinkan untuk memilih di antara tindakan-tindakan berbeda yang bisa diambil. (bdk., Kompendium ASG 547). (A. Luluk Widyawan, Pr, Ketua PSE-Karina Keuskupan Surabaya)