Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana (BPPKB) Propinsi Jawa Timur menyelenggarakan Sosialisasi
Pos Perempuan Pengembang Ekonomi Lokal (P3EL) Dasa Wisma Mandiri. Kegiatan yang
diadakan di Hotel Utami, Jumat 15 Februari 2013 itu didukung oleh Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pemberdayaan Perempuan dan PKK. Komisi
PSE mengutus Ibu Emilia dan Ibu Ratna, pendamping Kelompok Tani Harapan Makmur,
Tulungagung.
Pertemuan tersebut memiliki
tujuan meningkatkan peran perempuan sebagai pengembang perekonomian lokal. Mereka
diharapkan menjadi mitra pemerintah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan sosial,
mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, mendorong
kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan. Program ini berupaya merevitalisasi
keberadaan kaum perempuan. Mereka diharapkan menciptakan
kelompok usaha yang berkarakter, sehingga menggerakkan usaha perdagangan jasa
dan industri rumahan yang marketable.
Perkembangan usaha kecil
menengah di Jawa Timur mengalami perkembangan pasca krisis ekonomi pada tahun 1997. Desakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga membuat kaum perempuan kreatif dalam menghasilkan
uang. Saat ini banyak usaha kecil yang bisa
dibanggakan dan menjadi ikon daerah. Misalnya di Kabupaten Tulungagung menghasilkan
produk olahan ikan, Kabupaten Tuban dan Sampang memiliki batik tulis, Kabupaten Malang mengusung kerajinan tikar, bordir, olahan
susu dan apel. Tidak ketinggalan Kabupaten Lamongan terkenal dengan gerabah Kaliotik
dan kain tenun ikat. Terbukti bahwa usaha kecil menengah mampu menjadi penopang
keluarga dalam menghadapi hempasan krisis ekonomi.
Di balik keberhasilan itu, ada
banyak usaha kecil yang mengalami kegagalan. Mereka tidak berkembang karena
tidak memiliki keterampilan usaha, sistem manajemen dan
keuangan, pemasaran serta modal yang terbatas. Oleh karena itu, BPPKB Propinsi Jawa
Timur didukung oleh beberapa wirausahawan serta lembaga Moerna Community Empowerment,
menawarkan kerjasama. Kerjasama ini bukan berupa bantuan modal tetapi pola kemitraan pelatihan. Misalnya Salsa Cosmetic
mendukung pelatihan usaha salon, Bio Alpha Networking memberikan bantuan alat
kesehatan kepada kelompok yang bergabung atau perusahaan produk makanan
kesehatan yang menawarkan sistem member
get member bagi kelompok yang bergabung. Ada pula produsen pakaian bayi
yang menawarkan menjadi reseller
serta Komunitas Brenjonk Kampung Organik yang
menawarkan pelatihan pertanian organik.
Dukungan lain yang dapat
diakses ialah keberadaan Bank UMKM Jatim. Lembaga ini mendukung modal yang hanya
dapat diakses secara kelompok (dasa wisma). Meksipun ada beragam bentuk usaha,
namun dapat difasilitasi oleh Koperasi Wanita setempat. Dana yang digulirkan per
kelompok mencapai angka Rp. 25 jt. Selain bantuan modal, ada pula fasilitasi
berupa revitalisasi asset bagi kelompok mandiri yang mengajukan dan lolos
seleksi.
Untuk memantapkan program di atas,
ada pula pelatihan pendamping atau fasilitator bagi kelompok. Mereka harus
memenuhi syarat sebagai pendamping, antara lain, diajukan oleh tim sosialisasi,
memiliki surat rekomendasi dari pemerintah, mengikuti paket pelatihan, melakukan
promosi, mendampingi pelaku usaha di
kelompok, meskipun tidak menerima gaji dari pemerintah.
Kewirausahaan Mikro
Selaras dengan program
tersebut, Komisi PSE Keuskupan Surabaya yang memiliki prioritas program kewirausahaan,
telah melakukan serangkaian evaluasi berkenaan dengan program tersebut.
Ada temuan bahwa bantuan kewirausahaan selama ini tidak dipantau
sejauh mana keberhasilannya, tidak ada pendampingan dari Seksi Sosial,
dukungan modal serta kapasitas pelaku usaha yang lemah. Hal-hal tersebut
menyebabkan kegagalan usaha.
Pada semester kedua tahun 2013,
Komisi PSE menindaklanjuti temuan tersebut dengan membatasi pinjaman bergulir hanya dapat
diakses 2 termin setahun, pada bulan Januari dan Juni. Penerima pinjaman
bergulir dapat mengakses dana maksimal Rp. 20 jt untuk 1 kelompok yang terdiri dari 10 orang. Seksi Sosial perlu mengusahakan pendamping yang memiliki
kapasitas kewirausahaan. Karena tanpa pendampingan, kemungkinan gagal lebih tinggi.
Kelak, para wirausahawan,
terlebih penerima pinjaman bergulir, perlu mengikuti pelatihan. Para
pelaku usaha kecil sebaiknya membekali diri dengan wawasan wirausaha seperti kewirausahaan
kreatif, orientasi tindakan kewirausahaan, pemilihan bidang usaha, merancang business plan, manajemen usaha kecil, resiko
usaha, pemasaran, mengakses modal usaha serta etika bisnis. Dengan demikian, tingkat kegagalan usaha semakin kecil dan pinjaman modal yang diberikan
oleh Komisi PSE tepat sasaran.
Komisi PSE sebagai fasilitator
program, memberi modal stimulus, mengusahakan
pelatihan pendamping dan pelaku usaha mikro. Sementara Fakultas Bisnis dan Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya mendukung dengan pelatihan soft competence kewirausahaan, manajemen usaha mikro, pelatihan produk dan pemasaran. Dari aspek
pendanaan, setiap kelompok didorong mengakses
Credit Union (CU) terdekat, dengan cara menjadi anggota.
Saat ini ada 9 paroki
yang telah mengakses dana pinjaman bergulir dan melakukan pendampingan aneka usaha. Sebagaian besar dari mereka kaum perempuan. Sementara
itu ada sekitar 14 CU berbasis paroki yang dapat memberikan dukungan modal. Program ini akan berkembang apabila pelaku usaha memiliki kapasitas berwirausaha, mendapat akses modal CU dan mendapat pendampingan dari Seksi Sosial. Harapannya, program ini semakin melibatkan banyak pihak, seperti Seksi Sosial, Credit Union, lembaga pendidikan serta para
pengusaha. (EML/RAT)