CU Sentono, Blora
CU Sentono di Blora memiliki maknba Sentono Dalem,
ialah pasukan yang bergerak di bawah. CU Sentono merupakan penyelamatan dari
kegiatan keuangan, Koperasi simpan pinjam milik WKRI St. Anna. CU
Sentono berdiri sejak 2005, didukung oleh Rm Tri Budi Utomo. Kegiatan CU berlangsung pada malam jumat saja. Saat ini jumlah anggota sebanyak 136, dengan tingkat
keaktifan sebanyak 60 %, ialah mereka yang menyimpan dan meminjam.
Bp. Darwanto mengisahkan banyak
anggota yang tidak aktif dan peminjam tidak mengangsur, namun tidak menerapkan sanksi. Hal ini karena kekhawatiran jika ditegur mereka justru tidak
ke Gereja. Terlebih mengingat, yang mengalami macet justru orang yang sedang
diberdayakan dan secara ekonomi memang menengah ke bawah. Ada satu contoh
seorang yang kesulitan dana ialah penjual es degan. Ia justru diberi pinjaman lagi dengan
maksud supaya dana berputar dan bisa mengangsur. Jasa pinjaman yang dikenakan
sebesar Rp. 1 % setiap bulan, dengan jangka waktu pinjaman 10 bulan.
Perkembangan CU Sentono diakui masih
lambat, pertambahan anggota baru di tahun 2012 hanya 4 orang. Padahal CU tidak hanya
melayani warga Katolik. Total simpanan CU berkembang, tahun 2009 sebesar Rp. 12 juta,-,
tahun 2010 sebesar Rp. 33 juta, tahun 2011 sebesar Rp. 47 bjuta dan tahun
2012 sebesar Rp. 58 juta. Simpanan pokok sejak berdiri masih tetap Rp.
50.000,- dan simpanan wajib Rp. 10.000,-. Hal ini yang membuat warga dari
kalangan bawah bisa mengakses CU. Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diberikan pada
tahun ini total sebanyak Rp. 6 juta.
CU Sentono memang belum berkembang pesat, namun
sudah ada rencana kerja. Agenda yang dirancang mengadakan studi banding ke CU Sami
Pitados, Paroki Rembang atau CU Bina Sejahtera, Paroki Ngawi. Harapannya Komisi
PSE dan CU dari kelompok I bisa membantu. Tantangan yang dihadapi pengurus
antara lain keberadaan CU di halaman Gereja dan berhadapan dengan bank besar,
sehingga sering ditanggapi minor. Padahal CU ada untuk mereka yang tidak bisa
menabung di bank. Lagipula CU belum berbadan hukum. Meskipun demikian pengurus CU akan mengadakan pendidikan anggota dan
sosialisasi kepada umat. Selama ini pendidikan anggota dihadiri 70 orang saja,
kecuali jika diadakan pada hari minggu.
CU Cahaya Kasih, Puri Mas, Surabaya
Bp. Benoe dari Paroki Roh Kudus,
Surabaya mengisahkan CU Cahaya Kasih. CU sudah berjalan selama 3 tahun. Pada
awalnya bondo nekat. Beberapa orang perintis mengenal CU ketika ada
pertemuan Seksi Sosial yang diadakan Komisi PSE di Wisma Catharina. Kemudian para pengurus mengundang Komisi PSE
di paroki untuk menjelaskan CU. Sampai pada kesepakatan bahwa Seksi sosial tergerak mendirikan CU. Awalnya hanya 16 orang
saja yang mengumpulkan dana Rp. 100.000,- . Anggota “dipaksa” untuk meminjam.
Setelah sekian lama terjadi perkembangan menjadi 140 anggota, meskipun yang
aktif hanya 60 orang saja. Total simpanan di tahun 2013 sebesar Rp. 300 juta.
Di antara umat yang meminjam memang ada yang nyanthol, namun pengurus sering tidak mentolo, sambil menempuh cara kekeluargaan. Yang perlu disepakati
ialah penentuan penalti bagi mereka yang terlambat mengangsur sehingga sadar untuk membangun kebersamaan.
Ada pengalaman, CU memberikan pinjaman
kepada seseorang yang hendak membeli rumah. Bantuan yang diberikan sebesar Rp. 20 juta,- namun
peminjam diminta memberi jaminan. Prinsipnya, jika peminjam memiliki rapor
pengembalian yang baik, maka diberikan rekomendasi baik. Dalam
mekanisme pinjaman, tidak memakai referensi, cukup jika dibuktikan dengan rapor anggota itu
memang baik. Keculi pinjaman dalam jumlah besar, maka perlu jaminan. Dalam
dinamika CU, ada di antara mereka yang rajin mengangsur, bahkan belum
habis waktu, sudah lunas. Ada yang begitu lunas, segera meminjam lagi dengan
jumlah besar. Ada pula yang mengaku sama sekali tidak punya uang, sehingga bila
meminjam, langsung dipotong untuk mengangsur.
Sampai saat ini CU terbatas hanya untuk
kalangan umat dan belum berani ke luar Gereja. Hal ini mengingat di dalam
Gereja saja masih ada anggota yang nyanthol,
maka para pengurus masih was-was. CU hanya melayani umat pada minggu pertama
dan kedua saja, dengan memakai ruangan yang diberikan Paroki. Umat sampai saat
ini masih memiliki kepercayaan kepada pengurus, meskipun dalam 3 tahun belum
pernah ada laporan maupun pembagian SHU. Saat ini, para pengurus, memikirkan untuk merekrut
orang yang memahami keuangan yang baik, sehingga bisa mendukung perkembangan
CU.
CU Tri Guna Bhakti, Blitar
CU Tri Guna Bhakti berada di Blitar. CU yang digagas oleh 35 orang, para Ketua lingkungan dan Ketua stasi
ini berdiri sejak tahun 2001. Mereka terlebih dulu belajar ke CU Bintang Timur,
di Garum. Lalu beberapa perintis mengumpulkan modal awal sebesar Rp. 1.750.000,-. Setelah sekian
lama, anggota CU berkembang menjadi 755 orang dengan penerimaan anggota yang
cukup selektif. Pada tahun 2010 CU memiliki aset Rp. 1,7 M. Pada akhir tahun
2012 aset mencapai Rp. 3,3 M. Yang menarik, sebanyak 70 % anggota justru
dari kalangan umum.
Dalam perjalanan waktu, ada anggota yang
mengalami kredit macet. Sementara di kalangan umat masih bercokol paradigma lama
tentang keuangan Gereja. Ketika mereka diingatkan untuk membayar angsuran
jutsru muncul pertanyaan, “Lha duite
Gerejo, nyapo ditagih ?”. Rupanya masih ada anggapan bahwa CU memberikan bantuan karitatif atau pandangan tentang Gereja yang memiliki banyak uang, sehingga pinjaman dianggap
bantuan yang tidak perlu diangsur. Padahal CU merupakan pola pemberdayaan yang mengajak para anggota bersatu untuk menabung dan meminjam demi keperluan sesama anggota.
Karena itu, selain terus melakukan
pendidikan anggota dan promosi kepada umat, CU fokus pada membangun
kepercayaan. Hal ini tercermin dalam status Badan Hukum CU sejak tahun 2003,
penetapan Pola kebijakan dan penerimaan SHU. Pengurus memiliki idealisme
agar Simpanan pokok dan Simpanan wajib, memiliki bunga yang bersaing
hingga mencapai angka 11.7 %. Saat ini, CU memiliki kelebihan dana dan sedang
mencari cara untuk memanfaatkan dana agar
mendukung kesejahteraan anggota dan pemantapan CU. (EML/BUD/ALW)