Pada hari Senin, 13 Oktober
2014, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Propinsi Jawa Timur mendapat
kunjungan dari lembaga International Relief and Development (IRD). IRD merupakan organisasi
kemanusiaan yang berpusat di Amerika. Lembaga ini telah berkarya, terutama di
kawasan Timur Indonesia selama lebih dari 10 tahun. Mereka giat melakukan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang terkenal dengan kegiatan Serasi. Selama
ini mereka belum pernah berkarya di Jawa Timur dan akan memulai dengan research
program terlebih dahulu. Karena itu mereka melakukan dengar pendapat dengan lembaga
maupun insan kemanusiaan yang ada di Jawa Timur.
Pertemuan dihadiri oleh 2
perwakilan IRD, Ms. Sohrini Sarkar dan Ibu Imelda Sihombing bersama 12 orang
dari berbagai lembaga kemanusiaan pemerintah dan LSM. Pertemuan dipimpin dan
dimoderatori oleh Sekertaris Jendral FPRB Jawa Timur, Bp. Saiful Arifin berlangsung sejak pukul 11.00-15.00.
Diskusi diawali dengan
mengumpulkan kapasitas dan sumber daya yang baik yang sudah ada di Propinsi
Jawa Timur dalam merespon bencana. Ibu Hikmah Bafaqih dari Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Malang, menyebutkan telah ada regulasi pemerintah dalam hal kebencanaan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang. Sejak saat itu muncul lembaga
kemanusiaan dan kebencanaan. Selain itu, pemerintah memiliki cadangan dana on
call dan sumber daya manusia yang bisa digerakkan jika terjadi bencana.
Bp. Suparno, Sekertaris Desa
Pandansari yang juga anggota Jangkar Kelud wilayah Malang mengatakan, memang
pemerintah memiliki sumber daya manusia, tetapi kapasitas dan koordinasi
kinerja di lapangan saat respon bencana masih kalang kabut. Peristiwa
letusan Gunung Kelud pada 13 Februari 2014 lalu menjadi bukti bahwa masyarakat
terpaksa melakukan evakuasi mandiri. Dukungan kendaraan evakuasi dari pemerintah terlambat dan hal ini tidak diantisipasi. Ketika warga sampai di
pengungsian di kawasan Ngantang, tenda yang disiapkan rusak.
Warga berbondong-bondong menuju kearah Pujon. Ada sekitar 4.000 pengungsi yang mengakibatkan pengungsian di Pujon tidak cukup. Warga
terpaksa mengungsi ke Kota Batu. Pemerintah pernah menginisiasi
jejaring kebencanaan di masyarakat, tetapi setelah pembentukan tidak ada
kegiatan lanjutan, termasuk kegiatan pra bencana sebelum Gunung Kelud
meletus.
Sementara itu Bp. Suhartoyo
dari Dinas Sosial yang juga aktivis Tim Taruna Siaga Bencana (Tagana) di Jawa Timur mengatakan bahwa
relawan yang terlibat telah dibekali dengan aturan dan tupoksi yang jelas. Para
relawan berasal dari berbagai Kabupaten / Kota. Mereka yang turun ialah mereka yang telah menempuh pendidikan dan latihan selama 2 minggu. Mereka
kemudian dibagi dalam tugas khusus sesuai dengan kemampuan, di bagian
pengungsian, kajian, dapur umum, pendampingan psikologi atau rescue sehingga memudahkan aksi
ketika bencana. Relawan Tagana berkoordinasi dengan TNI. Tingkat responsif pemerintah Jawa Timur pada umumnya sudah baik,
tetapi tidak semua Kabupaten memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seperti Kabupaten Kediri, Malang,
Mojokerto dan Surabaya. Hal ini mempengaruhi respon bencana
karena pembentukan BPBD sangat bergantung kepala daerah
masing-masing.
Ibu Hikmah menggarisbawahi
bahwa sebenarnya pemerintah Propinsi Jawa Timur memiliki banyak sumber daya,
baik dari segi dana, lembaga, relawan, aparat keamanan, kapasitas, dunia usaha,
organisasi kemasyarakatan dan lain-lain. Tetapi ada ego sektoral. Setiap
SKPD sebaiknya berkoordinasi dan bersinergi sehingga sumber daya yang terbatas
itu, jika disatukan akan memberi dampak yang baik. Karena itu
perlu sinergi menggabungkan aneka sumber
daya.
Pada bagian berikut, diskusi
fokus pada hal peringatan dini (early
warning system), berkenaan dengan keberadaan alat peringatan dini dan fungsi
peringatan dini yang ada di masyarakat atau komunitas. Bp.
Suparno menyebutkan masyarakat mendapatkan informasi yang disampaikan lewat
pengeras suara di masjid, komunikasi melelaui Handy Talkie (HT) serta radio
komunitas yang dimiliki jejaring Jangkar Kelud atau radio komersil seperti
Smart FM, Panda FM, Kelud FM yang menjangkau kawasan sekitar Kecamatan Ngantang
dan Pujon. Namun, alat komunikasi itu terbatas karena informasi dari pos pantau
di Kecamatan Ngancar, Kediri terhalang oleh gunung sehingga tidak sampai ke
kawasan Kecamatan Ngantang, Pujon maupun Kandangan. Selain itu, sarana
komunikasi berupa repeater yang selama ini menjangkau kawasan di sekitar Gunung
Kelud, Kawi, Batok dan Sedawun, kini rusak dan tidak berfungsi terdampak material
letusan.
Ibu Hikmah menyebutkan, di Malang ada jaringan komunikasi yang bersifat
preventif dan komunikatif. Misalnya di dusun tertentu tiba-tiba
jumlah penderita diare meningkat, situasi itu segera dikabarkan lewat sms ke
dusun lain, sehingga mewaspadai penyebabnya, entah
karean air yang dikonsumsi atau wabah tertentu. Dengan informasi tersebut
kewaspadaan meningkat dan korban dapat diantisipasi. Pola yang dipakai ialah
percobaan di salah satu Puskesmas di Kecamatan Kepanjen menggunakan integrated
sms yang akan direplikasi ke tempat lain.
Di Kabupaten Lamongan,
seperti di Kecamatan Babat, Laren, Maduran dan sekitarnya, menurut Mahfud dari
LPBI NU Lamongan, ketika dilanda kekeringan sekarang ini tidak ada sarana
peringatan dini. Masyarakat tidak mendapatkan informasi seputar iklim atau kondisi
cuaca yang sebenarnya diperlukan. Meskipun demikian pemerintah yang mendapat
kabar telah mengirim air. Padahal PDAM kekurangan karena debit
air Sungai Bengawan Solo menurun, sehingga air sungai tidak dapat disedot untuk
diolah. Ada situasi menarik, jika terjadi bencana di suatu desa, meskipun
dampaknya tidak besar tetapi jika aparat dusun atau desa yang meminta bantuan
maka segera direspon. Pernah terjadi suatu saat tanggul Bengawan Solo jebol dan
mengakibatkan banjir di sebelah Barat Lamongan, tetapi karena yang melaporkan
peristiwa itu relawan, tidak mendapatkan tanggapan. Memang
ada kondisi di tempat tertentu masyarakat terkesan manja. Hal ini karena oknum
aparat di desa yang merasa senang ketika bencana banyak bantuan datang.
Berkenaan dengan persiapan
yang dilakukan Tagana, Bp. Suhartoyo menyebutkan Dinas Sosial sejak 2010 telah melakukan
mapping dan sosialisasi kepada masyarakat
di kawasan rawan bencana. Warga bahkan meminta pelatihan tanggap
bencana dari Tagana. Komunitas yang mendapat pelatihan didorong untuk
mendirikan lumbung logistik yang diisi sesuai dengan kesepakatan dan dimanfaatkan
saat terjadi bencana. Di antara warga bahkan memiliki HT dan
terbentuk jejaring informasi.
Pada bagian usulan untuk
perbaikan, Ibu Hikmah menekankan perlunya mempromosikan peringatan dini atau pembelajaran
tentang bencana di sekolah-sekolah di kawasan rawan bencana. Menurutnya
melakukan pembelajaran kepada anak-anak lebih mudah. Tak kalah penting untuk
memperhatikan bencana kecil yang justru kerap terjadi. Penyebabnya ialah
perubahan perilaku masyarakat terhadap alam dan lingkungan. Misalnya tanah longsor, penurunan kualitas air minum, berkurangnya pohon
tegakan dan lahan hijau yang semakin sempit.
Ahmad Doni dari Forum
Penanggulangan Bencana Indonesia (FPBI), Surabaya, menekankan pentingnya
pendekatan Pengurangan Risiko kepada masyarakat, pelatihan kajian (assessment)
tidak hanyak kajian dampak tetapi kajian kapasitas dan mensosialisasikan parenting disaster sampai ke tingkat
keluarga. Sementara dengan aneka ragam kapasitas yang ada di Jawa Timur, perlu
ada Incident Commander System
sehingga ada respon sinergis. Di Kabupaten Lamongan sebagaimana penuturan
Maqhfur dari LPBI NU telah ada Tim Respon Cepat (TRC) yang menjadi garda depan
Tim SAR, ada BPBD dan TNI, semua telah diatur, tetapi kembali kepada kebijakan
saat terjadi bencana.
Menurut pengalaman Karina, Rm. A. Luluk Widyawan menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana untuk warga yang pernah mengalami bencana lebih dirasakan berguna oleh masyarakat, dibanding yang belum. Yang terpenting ialah persiapan pembentukan komunitas sebelum pelaksanaan PRB, penguatan dan perawatan komunitas sesudah PRB. Termasuk upaya replikasi menghubungkan komunitas di kawasan rawan bencana dengan pemerintah setempat. (EML/ALW)