Selama
bulan April – Juni konsentrasi pelaksanaan Project Pemberdayaan Kesiapsiagaan
Warga di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor, Dusun Bukul, Desa Wates,
Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur ialah Pembuatan
talud / dam dan Penghijauan. Sebenarnya
ada pula program Penyaluran Air Bersih. Namun karena menemui kendala,
maka dipertimbangkan untuk ditunda.
Pada
program Pembuatan talud, sempat ada revisi anggaran. Namun dalam koordinasi
dengan Posko Madiun dengan warga, ada pemahaman bersama bahwa pelaksanaan tidak
melenceng dari rencana semula, meskipun ada revisi. Waktu pelaksanaan mundur dari jadwal, karena kesibukan warga bertani. Menyikapi hal tersebut ada
kesepakatan pelaksanaan dijadwal ulang pada bulan April. Warga
menyediakan diri terlibat dalam kerja bakti, meskipun pengurus organisasi
masyarakat meminta agar Posko Madiun melakukan pendampingan.
Pelaksanaan
dimulai dengan pengangkutan material bangunan. Sampai akhirnya dam bagian atas
atau tahap 1 selesai, pada 30 Mei. Lalu diteruskan dengan pengerjaan dam bagian
bawah atau tahap 2, pada 5 Juni. Pada tahap lanjutan ada kesepakatan
keterlibatan warga agar lebih baik. Memang ada beberapa masalah, keterlibatan
warga, keterbatasan anggaran pasir serta penyelesaian bukti pengeluaran dana.
Berdasarkan pendampingan Posko Madiun, sumbernya terletak pada lemahnya
pemahaman tentang tugas, fungsi dan tata cara organisasi.
Pada
program Penghijauan, ada pemahaman bersama bahwa program Penghijauan mempertimbangkan
hujan masih turun. Program Penghijauan ditekankan sebagai bagian dari mitigasi
dan tidak sekedar membagi bibit dan menanam, tetapi diikuti perlu penyuluhan,
pendampingan pemeliharaan sehingga tanaman memawa hasil. Karena itu sejak awal
tim telah membahas rencana penanaman di lokasi rawan longsor, penentuan jadwal
penghijuan, mencari mitra ialah Seksos, menentukan penyedia bibit serta
melakukan koordinasi dengan warga.
Setelah
semua persiapan matang, warga mendapatkan penjelasan penanaman klengkeng.
Penanaman klengkeng dipilih daripada penanaman tanaman keras. Karena ketika
dipanen warga tidak perlu menebang pohon. Dengan demikian pohon dapat terus
menahan tanah dan memberi nilai tambah. Selain itu ada mitra yang selaras dengan program penanaman sejuta klengkeng.
Yang menarik, ada penerusan informasi dari pengurus organisasi ke warga lain.
Warga pun menyiapkan lubang untuk penanaman dengan ukuran yang sudah
ditetapkan. Dan menyediakan diri mengikuti pelatihan membuat pupuk kompos dari
bahan yang tersedia.
Konteks
Pelaksanaan
kegiatan mengalami tantangan. Sebagaimana dialami oleh sebagian wilayah di
Indonesia, saat ini masih terjadi hujan. Hujan tidak hanya memberi pengaruh
pada keterlibatan warga dan fasilitator dari Posko Madiun, namun juga
mengakibatkan beberapa bencana yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan.
Rancangan
kegiatan nyaris membuat Karina Surabaya dan Posko Madiun pesimis menyusul
putusnya jembatan Plapar, Slahung, Ponorogo. Jembatan tersebut merupakan
satu-satunya jalan ke Dusun Bukul. Selain berpengaruh pada koordinasi, karena
warga memerlukan pendampingan, kejadian itu berdampak pada rancangan anggaran
material, karena jalur transportasi pengangkutan material harus memutar.
Tantangan
lain muncul ketika relawan di Ngawi mengabarkan pada 7 April terjadi banjir
akibat luapan Sungai Bengawan Madiun dan Bengawan Solo. Posko Madiun melakukan
koordinasi, meskipun konsentrasi sebagain besar tetap di Bukul, sehinggan
relawan dan Seksos Paroki St. Yosef dapat merespon sesuai kapasitas mereka.
Kejadian
bencana di Slahung kembali terjadi, sehingga Posko Madiun tidak bisa tinggal
diam. Dengan pembagian tugas yang jelas, Sdr. Gerry didukung Sdr. Sapto
melakukan respon banjir Slahung. Banjir mengakibatkan jembatan roboh dan
beberapa rumah rusak. Sebagai respon, Posko Madiun dan Karina Surabaya
memberikan karung plastik ukuran 50 kg sejumlah 2.500 buah, beras serta
mengupayakan bantuan material, agar warga membuat jembatan darurat untuk
menghubungkan RW 1 dengan RW 2, Dusun Jaten.
Sehubungan
dengan kapasitas pelaksana, baik dari Posko Madiun maupun organisasi warga,
memang perlu pendampingan. Penyelesaian masalah perlu mendapat perhatian,
mengingat hal tersebut seringkali mengganggu pelaksanaan kegiatan.
Pendampingan, kehadiran bersama untuk menyelesaikan persoalan dengan komunikasi
yang baik, sangat membantu.
Perhatian
Khusus
Ada
2 perhatian khusus dalam rangka Pemberdayaan Kesiapsiagaan Warga di Kawasan
Rawan Bencana. Yang pertama, Pengguatan komunitas. Sebagaimana diketahui,
komunitas hendaknya memiliki ketangguhan dalam menghadapi bencana. Maka
pengguatan komunitas tidak hanya ketika melaksanakan project, tetapi dalam
menghadapi aneka masalah. Sehingga persekutuan warga di lokasi rawan bencana
terpelihara dengan baik. Komunitas tidak berangkat dari nol, mereka pernah
mengalami kesulitan bersama, saat bencana. Mereka pernah
terlibat saling menolong. Sejak awal Pokso Madiun bersama Karina Surabaya hadir
memainkan peran sebagai fasilitator. Tawawan Karina KWI untuk memberi
pendampingan sangat berarti bagi penguatan kapasitas relawan Karina
maupun bagi warga.
Konsep
Pengurangan Resiko Bencana (PRB), menekankan bahwa masyarakat, tepatnya
organisasi masyarakat bertindak sebagai pelaku utama. Mereka hendaknya menilai,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program PRB di wilayahnya. Mereka
menjalankan dan mengelola, tidak hanya pada siklus proyek, tetapi pada situasi
nyata. Pada tahap sebelumnya, warga difasilitasi Posko Madiun telah membuat
kajian bencana sehingga mengenali ancaman, kapasitas dan kerentanan, serta muncul
penentuan resiko bencana, langkah identifikasi partisipatif, sampai membuat
analisa bencana sederhana.
Dalam
proses keseluruhan, organisasi masyarakat di Bukul bernama Karya Mandiri,
diketuai Bp. L. Kamsari, bertindak sebagai penggerak utama. Sementara pemangku
kepentingan lain memberi dukungan. Mereka dibekali penguatan kapasitas untuk
mengatasi bencana seperti: kemampuan orang, organisasi dan sistem, yang masih
memerlukan pendampingan, serta menggunakan ketrampilan dan sumberdaya yang ada
untuk menghadapi kondisi darurat atau bencana. Sejak Januari lalu, organisasi
masyarakat telah memulai rencana aksi PRB, di mana organisasi masyarakat
bergerak untuk mengurangi resiko bencana, meliputi 3 komponen, yaitu: PRB,
pengembangan organisasi PRB dan monitoring dan evaluasi.
Pelajaran
berharga dalam pelaksanaan rencana aksi PRB itu, organisasi masyarakat Karya
Mandiri menemukan masalah namun mampu mengatasi dalam proses komunikasi bersama.
Posko Madiun menganalisa bahwa warga masih perlu menyadari tugas, fungsi dan
tata cara organisasi. Pada beberapa kejadian, telah ada proses perbaikan yang
melibatkan semua. Dalam situasi seperti ini organisasi masyarakat Karya
Mandiri melakukan learning by doing tentang pentingnya menjaga kebersamaan,
yang sangat berguna dalam menciptakan masyarakat yang tangguh.
Yang
kedua program Penghijauan. Program Penghijauan dirancang bersama warga. Mereka memilih penanaman Klengkeng karena penghijauan menggunakan
tanaman keras seperti Jati, Jabon, atau Trembesi, ketika panen justru
menghilangkan fungsi pohon untuk menahan tanah, karena pohon ditebang.
Penanaman Klengkeng selaras komitmen Seksos Paroki St. Cornelius yang memiliki
program penanaman 1.000.000 klengkeng. Hal yang tak kalah penting ialah agar
Klengkeng menghasilkan buah. Maka warga perlu mendapatkan penyuluhan tentang pemupukan, praktik membuat
pupuk kompos, pemeliharaan tanaman dan membuahkan tanaman. Selain itu, tersedia
bibit tanaman, nara sumber yang mengembangkan tanaman Klengkeng, mampu
memberikan pelatihan serta pendampingan. Sehingga program Penghijauan
yang dilakukan, tidak selesai pada saat menanam, namun berkelanjutan.
Dengan
demikian, penanaman Klengkeng tidak sekedar upaya konservasi, tetapi juga
tindakan pencegahan bencana tanah longsor. Karena penanaman itu merupakan upaya
untuk menghilangkan sebab ancaman. Tindakan penanaman merupakan langkah
mitigasi, karena warga mengambil tindakan untuk melindungi atau mengurangi
tingkat destruktif dari kekuatan utama yang menyertai ancaman tanah lonsor.
Penanaman Klengkeng juga merupakan langkah pengurangan kerentanan, karena warga
mengambil tindakan mempersiapkan dan melaksanakan tanggap darurat.
Sebagaimana
diketahui, konsep PRB perlu diiringi upaya penyediaan mata pencaharian
alternatif di kawasan rawan bencana. Penanaman Klengkeng memungkinkan warga
mendapatkan hasil dari buah, sehingga ada alternatif pendapatan, meskipun skala
kecil. Hasil buah tersebut jika diberdayakan sebagai olahan atau tabungan akan
menjadi sumber penghasilan alternatif yang dapat dijadikan dana cadangan
bencana. Kiranya 2 hal ini merupakan upaya rintisan yang perlu didukung oleh siapapun yang berkehendak baik. (HAN/MAR/ALW)