Jeritan kemiskinan, the crying poverty, yang pernah mengusik sejumlah negara Amerika Latin telah dibungkam oleh program jaminan sosial yang diluncurkan menjelang akhir tahun 1990-an. Mitos tentang kemiskinan pun terbongkar!
Kemiskinan, keterbelakangan, dan kesenjangan yang begitu lama membelenggu Amerika Latin menjadi realitas berlapis-lapis, ibarat benang kusut yang sulit diurai. Jutaan orang terpinggirkan oleh penindasan tuan tanah, perang kotor, perbudakan terselubung, spiral kekerasan, dan represi pemerintahan otoriter di kawasan itu.
Sejarah Amerika Latin jelas memperlihatkan pula betapa sulit mematahkan kemiskinan sebagai persoalan struktural. Aktivis hak asasi terkenal Amerika Latin, Dom Helder Camara (Brasil), yang meninggal tahun 1999, pernah mengeluh, "Ketika saya memberikan makanan kepada orang miskin, saya disebut dermawan. Ketika saya mempersoalkan mengapa mereka miskin, saya dituduh komunis."
Gerakan melawan kemiskinan di Amerika Latin mulai terwujud akhir tahun 1990-an ketika program jaminan sosial diluncurkan. Sesungguhnya program jaminan sosial tidak baru dalam peta dunia karena sudah diprakarsai Kanselir Prusia (Jerman Raya) Otto Von Bismarck tahun 1871-1890. Pentingnya jaminan sosial juga ditegaskan dalam dokumen penting seperti Rerum Novarum (Hal Baru) tahun 1891. Bahkan, seluruh Eropa Barat menganut sistem negara kesejahteraan setelah Perang Dunia II.
Program jaminan sosial di Eropa Barat lebih menyangkut pembelaan nasib buruh di tengah Revolusi Industri. Atas dasar itu, program jaminan sosial di Amerika Latin tetap dramatis karena menyangkut kepentingan masyarakat luas yang terempas oleh proses marjinalisasi, yang nasibnya jauh lebih buruk daripada kebanyakan buruh di negara-negara industri.
Program jaminan sosial, ditambah berbagai lompatan kemajuan lainnya, membuat prospek kemajuan Amerika Latin lebih terbuka, bahkan mungkin dapat menjadi salah satu lokomotif perkembangan dunia, seperti disinggung dalam buku What If Latin America Ruled The World (2010) karya Oscar Guardiola-Rivera.
Upaya melawan kemiskinan di Amerika Latin mendapat terobosan penting ketika Meksiko tahun 1997 meluncurkan program jaminan sosial, Progresa, yang memberikan inspirasi bagi negara-negara sekawasan, bahkan dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Bolsa Familia
Tanpa letupan senjata, revolusi telah dimulai untuk kesejahteraan rakyat, yang sudah terlalu lama hanya menjadi bagian dari piramida pengorbanan. Setelah sukses dengan program pemberian bantuan makanan, layanan kesehatan dan pendidikan, Meksiko mengubah Progresa menjadi Oportunidades (Kesempatan) tahun 2002, dan kini disebut Prospera (Kesejahteraan), yang tidak hanya memberikan bantuan uang kontan yang bersifat konsumtif, tetapi juga dana usaha.
Efek demonstratif program jaminan sosial di Amerika Latin menjadi semakin tinggi setelah Brasil sebagai negara terbesar di kawasan Amerika Latin melancarkan program Fome Zero (Nol Lapar, Tanpa Kelaparan) dan Bolsa Escola (Tabungan Sekolah) tahun 1999 di bawah Presiden Fernando Henrique Cardoso (1995-2003). Program jaminan sosial Brasil menjadi semakin populer pada era Presiden Luiz Inacio Lula da Silva (2003-2011) dengan mengintrodusir Bolsa Familia (Tabungan Keluarga) sebagai gabungan program Bolsa Escola, Fome Zero, dan berbagai program sosial lainnya. Bolsa Familia merupakan program terpadu, yang tidak hanya memberikan bantuan makanan dan layanan kesehatan, tetapi juga menjadi instrumen efektif agar anak-anak keluarga tak mampu bisa sekolah.
Uang tunai yang dikirim melalui anjungan tunai mandiri (ATM), yang tersebar di sekitar 14.000 lokasi di negeri berpenduduk 200,3 juta itu, dapat ditarik dengan syarat keluarga tak mampu bersedia mengirimkan anaknya ke sekolah dan divaksinasi. Keluarga yang mengirimkan anaknya ke sekolah bahkan diberi kompensasi berupa uang tunai, yang nilainya seharga pendapatan bulanan anak itu hasil mengemis atau bekerja.
Kesuksesan program jaminan sosial di Brasil dan sejumlah negara Amerika Latin lainnya antara lain karena sistem pendataan dilakukan dengan teliti agar tidak salah sasaran. Juga sistem kontrol dilakukan dengan portal transparansi untuk mencegah manipulasi data. Brasil berhasil mengurangi angka kemiskinan sampai 27,7 persen tahun 2003-2006. Sekitar 11,2 juta keluarga atau 44 juta orang masih mengikuti program Bolsa Familia saat ini.
Sempat muncul kritik, program jaminan sosial sangat berbau politis untuk pencitraan penguasa dan hanya menciptakan kemalasan. Kritik itu kemudian terbantahkan karena dalam kenyataannya banyak orang lebih kreatif setelah pikirannya terbebaskan dari beban persoalan yang menyangkut urusan makanan setiap hari.
Lebih-lebih lagi angka kemiskinan Brasil terus turun karena program jaminan sosial. Tentu saja Bolsa Familia di Brasil bukanlah program berdiri sendiri, tetapi diperkuat oleh program pembangunan yang lain, terutama perluasan penciptaan lapangan kerja. Tanpa penciptaan lapangan kerja, program jaminan sosial hanya akan menjadi beban berkepanjangan dan tidak akan mampu menjamin kesejahteraan yang berkelanjutan. (Kompas, 5/10/2014)