18 Februari 2013

Perempuan Pengembang Ekonomi Lokal

 
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Propinsi Jawa Timur menyelenggarakan Sosialisasi Pos Perempuan Pengembang Ekonomi Lokal (P3EL) Dasa Wisma Mandiri. Kegiatan yang diadakan di Hotel Utami, Jumat 15 Februari 2013 itu didukung oleh Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pemberdayaan Perempuan dan PKK. Komisi PSE mengutus Ibu Emilia dan Ibu Ratna, pendamping Kelompok Tani Harapan Makmur, Tulungagung.

Pertemuan tersebut memiliki tujuan meningkatkan peran perempuan sebagai pengembang perekonomian lokal. Mereka diharapkan menjadi mitra pemerintah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan sosial, mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan. Program ini berupaya merevitalisasi keberadaan kaum perempuan. Mereka diharapkan menciptakan kelompok usaha yang berkarakter, sehingga menggerakkan usaha perdagangan jasa dan industri rumahan yang marketable.
 
Perkembangan usaha kecil menengah di Jawa Timur mengalami perkembangan pasca krisis ekonomi pada tahun 1997. Desakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga membuat kaum perempuan kreatif dalam menghasilkan uang. Saat ini banyak usaha kecil yang bisa dibanggakan dan menjadi ikon daerah. Misalnya di Kabupaten Tulungagung menghasilkan produk olahan ikan, Kabupaten Tuban dan Sampang memiliki batik tulis, Kabupaten Malang mengusung kerajinan tikar, bordir, olahan susu dan apel. Tidak ketinggalan Kabupaten Lamongan terkenal dengan gerabah Kaliotik dan kain tenun ikat. Terbukti bahwa usaha kecil menengah mampu menjadi penopang keluarga dalam menghadapi hempasan krisis ekonomi.

Di balik keberhasilan itu, ada banyak usaha kecil yang mengalami kegagalan. Mereka tidak berkembang karena tidak memiliki keterampilan usaha, sistem manajemen dan keuangan, pemasaran serta modal yang terbatas. Oleh karena itu, BPPKB Propinsi Jawa Timur didukung oleh beberapa wirausahawan serta lembaga Moerna Community Empowerment, menawarkan kerjasama. Kerjasama ini bukan berupa bantuan modal tetapi pola kemitraan pelatihan. Misalnya Salsa Cosmetic mendukung pelatihan usaha salon, Bio Alpha Networking memberikan bantuan alat kesehatan kepada kelompok yang bergabung atau perusahaan produk makanan kesehatan yang menawarkan sistem member get member bagi kelompok yang bergabung. Ada pula produsen pakaian bayi yang menawarkan menjadi reseller serta Komunitas Brenjonk Kampung Organik yang menawarkan pelatihan pertanian organik.

Dukungan lain yang dapat diakses ialah keberadaan Bank UMKM Jatim. Lembaga ini mendukung modal yang hanya dapat diakses secara kelompok (dasa wisma). Meksipun ada beragam bentuk usaha, namun dapat difasilitasi oleh Koperasi Wanita setempat. Dana yang digulirkan per kelompok mencapai angka Rp. 25 jt. Selain bantuan modal, ada pula fasilitasi berupa revitalisasi asset bagi kelompok mandiri yang mengajukan dan lolos seleksi.

Untuk memantapkan program di atas, ada pula pelatihan pendamping atau fasilitator bagi kelompok. Mereka harus memenuhi syarat sebagai pendamping, antara lain, diajukan oleh tim sosialisasi, memiliki surat rekomendasi dari pemerintah, mengikuti paket pelatihan, melakukan promosi,  mendampingi pelaku usaha di kelompok, meskipun tidak menerima gaji dari pemerintah.
 
Kewirausahaan Mikro

Selaras dengan program tersebut, Komisi PSE Keuskupan Surabaya yang memiliki prioritas program kewirausahaan, telah melakukan serangkaian evaluasi berkenaan dengan program tersebut. Ada temuan bahwa bantuan kewirausahaan selama ini tidak dipantau sejauh mana keberhasilannya, tidak ada pendampingan dari Seksi Sosial, dukungan modal serta kapasitas pelaku usaha yang lemah. Hal-hal tersebut menyebabkan kegagalan usaha.

Pada semester kedua tahun 2013, Komisi PSE menindaklanjuti temuan tersebut dengan membatasi pinjaman bergulir hanya dapat diakses 2 termin setahun, pada bulan Januari dan Juni. Penerima pinjaman bergulir dapat mengakses dana maksimal Rp. 20 jt untuk 1 kelompok yang terdiri dari 10 orang. Seksi Sosial perlu mengusahakan pendamping yang memiliki kapasitas kewirausahaan. Karena tanpa pendampingan, kemungkinan gagal lebih tinggi.

Kelak, para wirausahawan, terlebih penerima pinjaman bergulir, perlu mengikuti pelatihan. Para pelaku usaha kecil sebaiknya membekali diri dengan wawasan wirausaha seperti kewirausahaan kreatif, orientasi tindakan kewirausahaan, pemilihan bidang usaha, merancang business plan, manajemen usaha kecil, resiko usaha, pemasaran, mengakses modal usaha serta etika bisnis. Dengan demikian, tingkat kegagalan usaha semakin kecil dan pinjaman modal yang diberikan oleh Komisi PSE tepat sasaran.

Komisi PSE sebagai fasilitator program, memberi modal stimulus, mengusahakan pelatihan pendamping dan pelaku usaha mikro. Sementara Fakultas Bisnis dan Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya mendukung dengan  pelatihan soft competence kewirausahaan, manajemen usaha mikro, pelatihan produk dan pemasaran. Dari aspek pendanaan, setiap kelompok didorong mengakses Credit Union (CU) terdekat, dengan cara menjadi anggota.
 
Saat ini ada 9 paroki yang telah mengakses dana pinjaman bergulir dan melakukan pendampingan aneka usaha. Sebagaian besar dari mereka kaum perempuan. Sementara itu ada sekitar 14 CU berbasis paroki yang dapat memberikan dukungan modal. Program ini akan berkembang apabila pelaku usaha memiliki kapasitas berwirausaha, mendapat akses modal CU dan mendapat pendampingan dari Seksi Sosial. Harapannya, program ini semakin melibatkan banyak pihak, seperti Seksi Sosial, Credit Union, lembaga pendidikan serta para pengusaha. (EML/RAT)